Sore ini aku pulang tidak terlalu malam. Sebenarnya, ini adalah Ramadhan keduaku jauh dari teman-teman dan keluarga. Rasanya sedih juga. Aku masih ingat suasana sahur yang tenang tapi asik, atau suasana buka yang rame tapi masih tetap khusuk. Kesibukan kantor, membuat aku menjalankan ibadah puasa lancar-lancar saja. Cuma ibadah lainnya yang harusnya dapat kulakukan lebih intensif, tak dapat kulakukan penuh. Pulang kantor yang sudah malam membuat aku jarang sholat tarawih di mesjid.
Kamarku masih sepi dan gelap. Dimaz yang beberapa hari ini nginap di tempatku belum pulang. Cowok ganteng, teman yang aku kenal ketika sama-sama ikut pemilihan Foto Model sewaktu di Jogya, mengikuti seleksi karyawan di salah satu kantor di kawasan Kuningan. Dia sendiri baru saja selesai S1 Arsitekturnya di salah satu perguruan tinggi di Yogya dan tinggal wisuda saja. Hari ini adalah hari kelima dia di kamarku. Katanya hari ini dia test khusus, hanya diikuti 40 orang, setelah test umum tertulis yang diikutinya dinyatakan lulus. Hebat dia. Dia menyisihkan hampir 200 orang peserta yang ikut test. Kupikir, zaman sekarang, seleksi semacam itu hanya basa-basi saja. Kolusi tetap ada!
Setelah mandi dan melakukan kewajibanku sebagai muslim, aku tiduran. Sengaja aku tidak nyalakan TV. Rasa kantuk dengan cepat menyerangku setelah menikmati kenyamanan di kasur. Hm.. Jakara yang belum hujan dan puasa yang kulakukan tadi siang, membuat aku cepat lelah.. Atau kekenyangan dengan menu buka puasa yang lumayan banyak tadi sore.
"Maaf, udah tidur ya?" si ganteng Dimaz baru pulang. Aku lihat dia sedang di depanku memperhatikan aku tidur bertelanjang dada dan bercelana batik. Apakah dia sudah lama memperhatikanku?
"Nggak pa-pa," jawabku malas.
"Gimana testnya? Lancar?" tanyaku sekedarnya.
"Ya.. Lumayan. Maaf aku pulang kemalaman, jalan-jalan dulu, trus bingung naik kendaraan umumnya." jelasnya.
Aku menggangguk.
"Aku ngantuk berat nih.. Aku tidur ya.." kataku sebelum dia bercerita lagi. Mataku benar-benar sangat berat untuk dibuka.
Aku putar tubuhku untuk mengambil posisi tidur yang nyaman lagi. Aku ingat, aku masih tidak pakai baju. Dengan segera aku raih kaos oblongku di samping tempat tidur, dan memakainya dengan sedikit mengangkat badanku agar dapat menyarungkan kaos ke tubuhku.
"Aku tidur dulu ya," pamitku lagi sambil melirik Dimaz yang sudah membuka pakaiannya. Dia hanya memakai celana dalam dan berjalan mengambil handuk. Mau mandi dia.
"Iya," jawabnya.
"Aku juga mau mandi dulu. Gerah sekali.."
Walau sudah biasa untuk menahan gejolak nafsu kalo lihat cowok keren, aku tetap saja ser-seran. Untung aku sedang sangat ngantuk, kalo tidak..? Terus terang saja, aku masih susah untuk menyetel otakku agar 'menganggap biasa saja' kalau lihat yang keren seperti Dimaz tadi. Sholatku terasa sia-sia selama ini.. Aku belum bisa tunduk terhadap aturan Tuhan, seperti janji-janjiku dalam surat-surat yang kubaca dalam setiap kali sholat. Ah..
Ada yang aneh terasa yang membuat aku terbangun. Ketika mataku terbuka untuk melirik jam dekat TV, kulihat bayangan yang membuat jantungku berdegup kencang. Lampu ruangan memang tidak nyala. Jam di dinding menunjukkan sudah setengah dua dan TV nyala sedang menyiarkan sepakbola. Suara TV kudengar sayup-sayup saja, dan suara dengus dan nafas yang tertahan membuat aku menggerakkan bola mataku mencari sumber suara mesum itu.
Kutahan sekuat tenaga agar tubuhku tidak bergerak, walau tubuhku terasa menggigil menahan nafsu. Kulihat Dimaz sedang setengah telentang di depan TV, disiram cahaya TV yang menyala, telanjang! Benar-benar telanjang polos! Dia telentang bersandarkan bantal lantai di atas karpet vinyl. Tangan kirinya menyangga kepalanya, sedang tangan kanannya memainkan kontolnya yang setengah tegang. Pemandangan yang sangat indah di mataku, terasa aku bermimpi. Aku tidak mimpi. Ini nyata, Yadi! Syetan sudah mulai menyapaku. Walau udara di kamarku terasa agak panas, tapi tubuhku menggigil..
Kontol yang gemuk dan panjang itu bergerak-gerak seperti ikan lele yang dipegang hanya bagian ekornya. Dia menjepit batangnya itu dengan jempol, jari telunjuk dan tengah, Sedang jari manis dan kelingkingnya di tekuknya. Karena pegangan yang sedikit itu membuat gerakan kontolnya seperti menari-nari. Dia menggerakkan naik turun dengan jepitan yang tidak begitu kencang. Jantungku tidak dapat diajak kompromi. Berdetak makin keras melihat otot bulat panjang yang mengkilat itu bergerak-gerak liar di tangannya. Tubuh Dimaz sudah berkeringat, dapat kulihat tubuh indahnya yang mengkilat. Entah sudah berapa lama dia memainkan barangnya itu. Kelihatan asyik sekali dan sangat menikmati. Ah.. Nafasku tetap tak tertahankan dan kakiku menuntut untuk digerakkan..
Dimaz melirik ke arahku ketika aku menggerakkan kakiku dan mendengus. Sungguh, aku sudah susah mengontrol diri. Aku menggeliat dan kembali keposisi tidur. Mungkin dia pikir aku masih tidur, dia kembali mempermaikan kontolnya yang makin tegang dan sangat indah kulihat dengan hanya cahaya TV. Sekarang kedua tangannya aktif dengan batang di selangkangnya itu. Menariknya ke pinggul kanan, ke pinggul kiri, memutarnya dan menekannya ke arah perut. Ujung kontolnya nyaris sampai ke pusarnya. Ukuran di atas rata-rata. Sesekali dia mempermainkan puting susunya yang mulai mengeras. Dengus nafasnya kudengar makin keras. Aku bernafas kencang, seperti orang tidur nyenyak..
Cukup lama aku nikmati apa yang dilakukannya tanpa dia tahu. Kontolku juga sudah menegang. Tapi kutahan diri untuk tidak menyentuhnya.. kalau tanganku ikut melakukan seperti yang dilakukan Dimaz, wah.. Dosa apa lagi ini? Mestinya aku menghentikan apa yang dilakukannya. Atau aku alihkan mataku ke tempat lain. Tapi syetan yang ada di otakku menyuruhku untuk terus menikmati live show ini.
Kulihat Dimaz tidak menonton TV yang di depannya Matanya kadang terpejam, menikmati rangsangan yang dilakukannya. Kadang wajahnya menoleh kesamping, seperti menahan nikmat yang ada. Tangannya makin liar. Tangan kirinya mempermainkan pelirnya dan sesekali jarinya masuk ke bibir anusnya. Tubuhnya melengkung agar tangannya dapat mencapai daerah anusnya. Jari-jarinya terus mengelus pelan sekujur tubuhnya. Ototnya menegang..
Kenapa ini kau biarkan Yadi! Akhirnya ada suara yang sangat keras, membuat aku memutar tubuhku, membelakangi Dimaz yang makin nafsu bermasturbasi. Walau aku tidak melihat langsung apa yang dilakukan Dimaz, tapi dapat kurasakan apa yang sedang terjadi padanya. Ah.. Suara keras nafasnya, dan geliat tubuhnya yang atletis itu menandakan kalau dia orgasme dengan muncratan spermanya yang tumpah ke perutnya, ke dada dan sebagian ke pahanya.
Usahaku untuk menghapus apa yang kulihat tadi dengan memejamkan mataku sia-sia. Bayangan Dimaz yang sedang mengocok kontolnya dengan cepat masih terlihat jelas di mataku. Kembali aku tutup mataku rapat, sambil kutarik bantal untuk menutupi telingaku. Semua masih jelas. Kenapa ini? Tubuhku menggigil dalam udara panas begini.. Dalam hati aku menyadari kesalahanku. Tuhan pasti sedang mengujiku lagi.. Pelan aku berzikir.. Mohon ampun..
Usaha yang kulakukan membuat aku sedikit tenang. Aku hela nafas panjang. Aku nggak peduli Dimaz tahu apa tidak, kalau aku sudah melihat dia bermaksiat tadi.. Aku pejamkan mataku.. Kuatur nafas agar tenang. Sampai aku tertidur.
Syetan itu kembali datang membangunkanku untuk memutar tubuh menghadap Dimaz yang sedang mempermainkan barangnya. Tubuhnya kilihat sangat indah. Dadanya, lengan bahunya, perutnya, pahanya.. Ruangan kamarku terasa sangat terang, sehingga aku dapat jelas melihat lekuk tubuhnya.
"Sedang apa?"
Kok aku bertanya lagi? Dimaz seperti tidak merasa berdosa apalagi malu. Dengan tenang dia terus mempermainkan kontolnya, dan spermanya yang berlepotan di sekitar tubuhnya diratakannya. Senyum menggodanya membuat jantungku berdetak kencang. Srr! Tangannya mengelus tubuhnya seperti menari di mataku. Tubuh telanjangnya berkeringat..
"Aku sedang pusing. Dan aku sedang mendapatkan kesenangan.." jawabnya. Sorot matanya seperti mengajakku untuk ikut serta. Aneh, aku tidak berkomentar apa-apa.
Wuih! Akhirnya aku bangun sambil membuka kaosku dan celana batikku. Aku berdiri berjalan ke depan Dimaz, telanjang! Kontolku sudah setengah tegang. Dimaz mengangkat badannya untuk bersila. Akupun duduk di depannya. Aku seperti sedang bercermin. Kami saling mengocok kontol masing-masing. Pelan dan terasa sudah licin sehingga aku dengan mudah naik-turunkan telapak tanganku yang menggenggam batangku. Barang kami dan tubuh kami sama mengkilat.
Tubuh kami tak jauh beda dalam ukuran dan keindahannya. Dimaz memang lebih tinggi 5 cm-dia 178 cm-dan lebih muda dua tahun dariku. Tulang besar dan otot yang padat yang saling berhadapan ini, kami perbandingkan, tanpa saling sentuh. Lama aku menatap tubuhnya, seperti dia juga menatap seluruh tubuhku. Kami masing-masing-entah kenapa-bisa menahan diri tidak saling sentuh dan raba. Kuperhatikan seluruh lekuk tubuhnya yang indah itu.. Sampai akhirnya aku ejakulasi hebat. Kontolku memuntahkan spermanya tanpa genggaman kencangku. Otot selangkangku mengejang. Ah.. Nikmat sekali! Tumpah semua di depan Dimaz. Jaringan syarafku terasa lega, setelah selama ini menegang kencang. Kutarik nafas panjang.. Pelan kulelus batangku, usaha menormalkan rangsangan.
Kontolku masih tegang ketika aku bangkit untuk mengambil tisu, maksudnya mau membersihkan spermaku yang tumpah tadi. Waktu melangkah, terasa lututku terasa agak kaku. Tertatih aku melangkah. Kulihat Dimaz kembali mengocok pelan kontolnya sambil telentang dan kaki ditekuk mengangkang. Tapi lama-lama dia mempercepat gerakan tiga jarinya yang sedang menjepit itu, sampai akhirnya.. Tumpah semua diiringi dengus nafas dan gelinjang tubuhnya..
Azan subuh membangunkanku! Apaan ini? Aku mimpi basah, kataku dalam hati, ketika tanganku menyentuh kontolku yang sudah tidak begitu tegang. Cairan kental itu membasahi bagian depan celana batikku. Cairan kental itu seperti ditumpahkan keselangkangku. Banyak sekali terasa. Jantungku langsung kembali berdebar. Ada rasa berdosa timbul.. Aku terlambat bangun untuk sahur. Tapi aku niatkan akan terus puasa.. Walau tidak makan sahur.
Kulihat Dimaz juga masih tidur dengan hanya mengenakan celana pendek katunnya di depan TV di atas karpet vinyl. Dada dan perutnya yang padat itu bergerak naik turun. Dia tidur nyenyak dengan ekspresi wajah tampannya yang kelihatan sedikit tersenyum. Indah sekali. Kulihat sekitar tubuhnya ada bekas cairan sperma yang sudah mengering. Biasanya aku bangunkan dia untuk sahur. Tapi karena udah waktunya imsak, ya kubangunkan nanti saja. Ingin aku perhatikan tubuh indah Dimaz itu lebih lama.. Tapi aku takut akan terjadi ' hal tak diinginkan' lagi. Bayangan tubuh Dimaz yang telanjang polos, entah kenapa kembali terbayang..
Rasanya ada tangan yang panas sekali menarik tanganku, agar aku menutup pintu. Mau tidak mau aku tutup pntu dan segera keluar ruangan. Sempat aku lihat Bang Jay yang sedang membungkukkan badannya dan membiarkan Adrian menyodokkan kontolnya di pantat.. Gila! Adegan gila yang pernah aku lihat!
Jantungku belum tenang. Aku melangkah dengan tubuh masih menggigil. Ada apa dengan kamu Yadi? Tadi kamu biarkan matamu melihat kemaksiatan itu, sekarang tubuh kamu meresponnya.. Hampir jatuh aku ketika turun tangga.. Ingin aku menutup mata dan membuang semua bayangan Adrian dan Bang Jay yang sedang bergumul di bawah pancuran.. Tapi susah sekali. Aku malu untuk minta ampun lagi.. Zina mata yang kulakukan tadi.. Ya Allah.. Nafasku ngos-ngosan, bukan karena turun tangga, tapi respon tubuhku terhadap apa yang kulihat.. Pandanganku tidak bisa hilang dari bayangan itu..
Satpam yang kutemui ketika akan makan tadi sore tidak ada. Mungkin sedang sholat dia. Hampir jam sembilan malam. Ketika aku berusaha untuk melepaskan diri dari pikiran jorok, entah kenapa, ada saja hal yang jorok itu dengan mudahnya tampil di depanku. Ya Allah, aku tahu ini semua ujian untukku. Masih kuatkah niat aku untuk jauh dari dosa-dosa itu.. Tapi jangan yang begitu ya Allah. Kembali hatiku, pikiranku berdialog. Bantu aku mencari alternatif, keluar dari semua ini..
Angkot yang kunaiki terasa cepat mencapai perhentian bis yang biasa kunaiki. Malam sudah mulai sepi. Hanya ada beberapa orang yang kulihat sedang bawa sajadah, baru pulang sholat tarwih, mungkin. Ketika bis jurusan tempat tinggalku datang, segera aku mengejarnya. Ketika naik, kupersilakan seorang cewek yang.. hm, lumayan manis, naik duluan. Wanginya terasa segar di hidungku. Aku mengikuti dia dari belakang mencari kursi kosong. Dapat kulihat wajah-wajah lelah penumpang bis ini.
Hanya ada dua kursi kosong di deretan kursi dua. Kembali aku persilakan dia duduk di pinggir. Dia menurut, walau sedikit ragu.
"Saya mau turun di Kramat," kataku menjelaskan kenapa mau duduk di sisi tengah. Kupikir dia akan turun di terminal terakhir jalur bis ini.
"O..?" hanya itu yang terucap di bibirnya. Bibir yang indah, dengan sapuan lipstik yang tipis.
Setelah beberapa saat terdiam, dia bergerak mengambil tas kecil yang di pangkuannya. Baru aku perhatikan, dia memakai celana jeans dan blus yang longgar kerah cina yang panjang warna krem. Dapat kulihat kerudung yang terlipat di tasnya. Dia menjawab teleponnya.
"Gue lagi di bis," katanya.
"Nggak usah. Lu tak usah repot.. Kan udah gue bilang, kita tidak usah temuan lagi.. Iya nggak apa-apa.. Nggak usah!" suara kencangnya membuat beberapa penumpang menoleh ke arah kami.
"Nggak usah. Lu sudah nggak bisa jadi teman gue.. Gue udah bilang, cukuplah yang gue sampaikan.. kalau lu nggak mau ngertiin, ya udah. Dua tahun gue udah biarin lu.. Ya udahlah.. Gue di bis. Nggak enak, orang pada liatin ke sini.. Ya nggak!"
Akhirnya dia mematikan HP-nya. Jantungku berdetak, membuat aku mengelus dada.
"Maaf," katanya melihatku kaget tadi. Sungguh, aku memang kaget, seperti aku yang dimarahinnya langsung.
Aku tersenyum.
"Serius sekali teleponnya. Sampe marah begitu.." Dia menghela nafasnya berusaha tenang.
"Biasalah.." katanya akhirnya setelah beberapa saat terdiam. Aku memang menunggu komentarnya..
Kemudian dia bercerita. Pelan suaranya, mungkin supaya orang sekitar dalam bis ini tidak dengar. Katanya dia punya teman akrab, hubungan sudah dua tahun. Yang jadi masalah si temannya ini kembali berhubungan dengan cowok gay, yaitu bosnya sendiri. Hubungan mereka bukan hubungan antar cowok biasa tapi hubungan pasangan gay. Aku tidak percaya dengan pengakuan cerita dia. Kenapa dia mau pacaran dengan cowok yang sudah ketahuan gay.
"Gay itu menurutku gaya hidup saja," jelasnya.
"Seperti gaya hidup vegetarian, yang tidak suka makan daging. Atau gaya hidup lainnya yang mau beramping-ramping. Gaya hidup yang tidak sesuai kodrat yang diberikan Tuhan." Bicaranya tegas dan jelas.
"Kalau gay, ya gaya hidup berhubungan seks hanya dengan sesama."
"Dan semua itu dapat saja kembali menjadi normal lagi," tambahnya, sambil melihat ke arahku.
"Iya kan? kalau vegetarian mau kembali makan daging, kan nggak masalah. Atau orang yang diet ketat, kembali ingin makan sesukanya. Kita manusia, kodratnya diciptakan Tuhan agar kita tidak susah.." Dia menarik nafasnya. Ada usaha untuk menenangkan diri, agar tidak terlalu emosi.
"Masak kalau kita suka pizza, kemudian berusaha dan harus jadi orang Itali? Kan enggak la ya. Kodrat kita memang suka makan, tapi tidak harus menjadi orang lain kan? Kita punya nafsu seks, tapi kan ada aturannya untuk menyalurkannya. Tuhan menciptakan kita dapat berpikir, maka gunakanlah."
Kami berdiskusi seperti dua sahabat yang lama kenal. Padahal, nama pun belum saling menyebutkan. Ini kebiasaanku, kalau bicara sama orang yang baru ketemu di tempat umum seperti ini. Nggak sopan kali ya? Aku setuju saja dengan apa yang disampaikannya. Katanya dia sudah membantu cowoknya agar mengerti, hubungan dengan bosnya itu salah. Tapi nyatanya pacarnya tetap berhubungan.
"Dan kupikir, hubungan itu dasarnya materi saja. Temanku itu rupanya merosoti harta bosnya.. Yang sudah sangat tergantung sama dia, itu yang sangat aku tidak suka. Itu sudah bukan gaya hidup lagi, tapi sudah penipuan.."
"Aku salut sama kamu, kamu bantu orang yang-boleh dibilang tidak normal. Jarang lho, ada cewek yang mau sama cowok yang gay," kataku. Dalam hati aku mau memastikan, adakah cewek yang mau sama aku, orang suka yang keindahan ciptaan Tuhan, khususnya cowok.
"Cowok itu macam-macam. Ada yang suka ML, suka marah, suka mabok, suka sama sesama. Dan suka macam-macam lagi. Jadi, tinggal dibantu saja, diberi pengertian mana yang benar mana yang salah. Bukannya dijauhi atau dimusuhi. Semua sifat dan nafsu itu kan kodrat dari Tuhan. Tidak bisa dibantah. Yang diperlukan ya, penyaluran yang benar saja," katanya menjelaskan.
Benar juga. Ada tips yang pernah kubaca, topik untuk berkenalan dengan seseorang jangan menyinggung masalah SARA, yaitu suku, adat, ras dan agama, kalau perlu tambah politik. Tapi malam ini kami bicara menyerempet sedikit ke agama. Selagi aku senang dan dia tidak masalah, percakapan kami lancar-lancar saja.
"Turun di Kramat kan?" dia mengingatkanku. Kendaraan di jalanan sudah tidak begitu rame.
"Iya, terima kasih. Turun dimana?" tanyaku bersiap berdiri.
"Sama, aku juga turun di Kramat," jawabnya yang membuat aku kaget.
Dengan senang hati kupersilakan dia jalan duluan untuk turun. Dalam hati, aku ucapkan syukur telah dipertemukan dengan cewek ini. Ini bukan kebetulan, tapi sudah aturan Tuhan. Di depan jalan masuk, aku bimbang, tapi entah kenapa 'rasa' itu tiba-tiba muncul.
"Kuantar ya..?" tawarku, sedikit ragu.
"Ya, kalau tidak keberatan. Nggak jauh dari sini kok. Kita jalan saja.." rupanya dia menunggu aku menawarkan diri. Walau dia sangat berharap ada yang mau mengantar, paling tidak dari persimpangan jalan di depan, yang jadi markasnya anak-anak Ambon. Memang rada serem sih..
Sambil berjalan, kami berbincang lagi. Sekarang dia mau ke rumah sepupunya sebagai usaha menghindar dari temannya yang suka dengan sesama itu. Dia merasa apa yang telah diusahakannya sudah sia-sia. Dia memang tidak menuntut temannya langsung berubah, tapi usaha pelan-pelan untuk berubahpun, selama dua tahun, tidak terjadi apa-apa yang berarti. Temannya belum dapat untuk 'pindah total' ke dunia yang normal. Dia merasa sudah tak bisa apa-apa lagi.
Aku suka dengan keterbukaannya terhadapku. Juga tehadap pendapatnya yang menerima kekurangan seorangi cowok yang suka sesama. Dia katakan, saat sekarang banyak cewek yang mau menerima cowok yang bermasalah itu, asal memang dapat terus menjaga diri untuk tidak berlaku tidak normal lagi. Begitu katanya. Ada segi positif cowok yang punya kepribadian yang suka sesama itu, cuma dia tidak katakan terus terang.
Ada sekitar dua puluh menit kami berjalan, baru sampai ke rumah yang dituju. sudah hampir jam 12 tengah malam. Jarak rumahnya dari jalan depan tadi, dibandingkan ke tempat kostku juga sama. kalau ke tempat kostku, belok di gang pertama tadi.
Entah kenapa, ada rasa lega dan nyaman setelah aku bertemu dengan Elga, begitu dia menyebut dirinya. Aku berkenalan dengan keluarga sepupunya itu. Elga terus terang kalau baru kenal aku ketika tadi di bis kepada saudara sepupunya itu. Mereka tentu saja agak terkejut dengan kebaikanku mau menemani dan mengantar Elga. Kukatakan kalau itu keharusan kita sebagai sesama.
Keluarga yang baik, begitu penilaianku. Aku tidak lama di rumah saudaranya itu. Tapi aku ingin untuk datang lagi, pada saat yang lebih baik. Entah kenapa timbul keyakinanku untuk berusaha membuang 'ketidaknormalanku'. Aku harus total 'pindah dunia', seperti Elga bilang sama cowoknya yang gay itu, kalau mau kembali 'normal'. Terima kasih Tuhan, telah mempertemukan aku dengan Elga.
Aku ingat apa yang telah kulakukan beberapa hari belakangan ini sebagai usahaku untuk 'berubah'. Semua yang berbau porno sudah kubuang. Yang belum aku lakukan, dan agak berat adalah: menjauh dari teman-teman serta lingkungan yang akan selalu menggodaku, atau paling tidak, mudah untuk ingat lagi 'kenikmatan semu' itu. Aku harus pindah kerja dan pindah tempat tinggal. Aku harus ganti nomor HP. Yang jelas, usaha ini aku akan serahkan semua kepada Tuhan, biar Tuhan yang bantu aku, lewat siapa saja di dunia ini, agar aku menjadi umatnya yang benar. Amin!
Malam ini, aku sholat malam dengan khusuk. Kunyatakan dosa-dosaku pada Tuhan dan kuminta pengampuannya. Semua rasanya seperti diputar ulang di mataku. Ya Tuhan, betapa berdosanya aku! Sombongnya aku sebagai umatmu! Air mataku mengalir deras, tubuhku terguncang kencang ketika sujud yang lama sekali. Sholatku penuh isak tangisku. Aku begitu cengeng malam ini. Segala pengampunan itu seperti tumpah malam ini. Rasanya aku malu untuk memperlihatkan wajahku kepada Tuhan. Aku harus jadi diriku sendiri, yang berjalan di jalur yang lurus untuk dapat anugerah nikmat Tuhan. Aku adalah Yadi!
*****
Cerita ini hanyalah fiksi belaka, kalau ada kesamaan itu hanyalah 'aturan Tuhan' agar kita saling mengingatkan. Terinspirasi dari artikel di http://www.hijrah.uni.cc dan surat-surat di http://groups.yahoo.com/group/hijrah_euy Terima kasih bagi yang telah membantu saya menyelesaikan cerita yang 'sulit' ini. Mohon maaf lahir batin. Selamat Idul Fitri 1425 Hijriah.
E N D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar