Tio bingung!
Gue sudah bertanya, tapi masih buntu. Gue sudah berpikir terus tapi
masih buntu, ada apa sebenarnya, kenapa sih gue ini? Apa salah gue?
Kenapaa..
Tio berjalan lunglai melalui hingar bingar Jakarta, kota yang
disebut metropolitan tapi nyatanya bukan, kota yang menjadi dambaan
banyak orang, tempat cari makan, tempat cari keluarga, bagi Tio hambar
semuanya!
"Yo.. Kamu harus ngerti.. Saya sayang kamu.. Tapi bukan seperti layaknya orang pacaran, saya sayang kamu sebagai adik!"
Apa? Jadi adik? Apa yang selama ini dia kira? gue cuma jadi mainan? Kenapa Bayu jadi gini..
"Yo.. Dengar aku.. Kita akan tetap jadi sahabat, kakak adik dan
kamu masih bisa curhat dengan aku.. Tapi jangan kamu anggap aku sebagai
kekasih kamu, aku laki-laki normal"
Tio terkesiap mendengar kata laki-laki normal, sungguh semua ini
hanya tipu muslihat, kepalsuan dan kearoganan orang menghadapi realita
hidup.. Apa yang kamu cari Bayu? Hanya sepenggal kata maaf dan
melindungi diri dari kedok kemunafikan? Cukup.. cukup.. cukup sudah,
seperti penggalan kata-kata di lagu Glen..
"Yo.. Aku sayang kamu.." itulah kata terakhir Bayu, sebuah kata
yang basi, sebuah kata yang hanya menutupi kemunafikan seorang Bayu..
Cukup Sudah!
Tio masih berjalan terus hingga suatu saat terhenti di pojok lampu
lalu lintas, masih merah banyak mobil motor berhenti tapi Tio tak
peduli, yang ada di otaknya, kenapa kemunafikan masih banyak terjadi,
kenapa kisah cinta antara dirinya dengan Bayu tersendat oleh kata
LAKI-LAKI NORMAL! Apa sih yang dicari Bayu, kepalsuan hidup, semua juga
tahu siapa dia, Tio masih terpaku, ucapan Bayu masih terus bergelayut
saat dia berjalan lunglai entah mau kemana.. Jam sudah menunjukkan
pukul 10 malam, tapi Jakarta masih tetap ramai, ramai dengan kebaikan,
ramai dengan kepalsuan dan waktu terus berputar.
"Masa bodoh!" teriak Tio di tempat yang agak sepi, lolongan anjing menyusul teriakan Tio dan petugas hansip yang lewat bingung.
"Kenapa Mas? Ada apa?"
"Nggak usah Pak saya baik-baik saja, saya baru putus pacaran".. Pak Hansip terkaget-kaget.
"Wah adik masih muda putus pacaran kok bingung, cari lagi aja, kan
masih banyak perempuan lain.. kalau saya sudah tua sudah tidak ada yang
mau"
"Aduhh Bapak sudah deh jangan tambah pusing, pacar saya itu laki-laki bukan perempuan!"
Bapak Hansip terkaget-kaget.."Ha? laki-laki? Kok iso toh" (dalam
bahasa jawa-kok bisa ya..) Tio pergi meninggalkan Pak Hansip dalam
kebingungan..
Saat-saat manis dengan Bayu memang masih sangat sulit dilupakan,
Bayu yang bijak, sederhana dan melindungi.. Tidak bisa dilupakan oleh
Tio begitu saja, semuanya indah tapi hanya kepalsuan buat seorang
Bayu.. Mungkin benar inilah realita, sebuah kenyataan yang pahit tapi
indah.. Bagi seorang Tio, seorang yang BUKAN LAKI-LAKI NORMAL!
Di Rumah!
Tidak ada orang! Ibu pasti masih berjualan di pasar, Bapak pasti
sudah pergi meronda entah jam berapa pulang.. Memang hanya Tio seorang.
Hidup di Jakarta memang sulit, sulit dengan diri sendiri, sulit dengan
orag lain dan sulit untuk memenuhi kenyataan hidup yang sebenarnya..
SIBUK! itulah kata bonafid buat orang kota, kata yang tidak pernah
habis-habisnya..
Sejak lahir Tio memang tidak dimanja, kedua orangtua Tio hidup
dalam garis hidup yang jauh dari cukup, Tio beruntung dihadiahi oleh
Tuhan otak yang encer dan jalan hidup yang lurus.. Sekolah mendapat
beasiswa, bisa dapat nilai bagus dan rajin, hanya sayang lagi-lagi ada
satu hal yang menjadi citra diri Tio BUKAN LAKI-LAKI NORMAL.
Sakit hati memang mendengar Bayu berucap LAKI-LAKI NORMAL! Apa yang
Bayu lakukan semua ini sama Tio? Hanya gurauan.. Well semuanya memang
kembali pada diri kita, bagaimana kita menjadikan sebuah kata menjadi
suatu kebanggaan.. Bangga menjadi diri sendiri bangga dengan nama Tio
Perdana Wisatya!
"Tio.. Apa kamu sudah pulang nak?" suara ibunya memanggil Tio dari luar..
Tio merasa iba dan kasihan melihat ibunya membanting tulang tiap
malam demi kemajuan sekolah anaknya, tekad Tio saat ini.. Mencintai
kedua orangtuanya dan membahagiakannya!
"Iya bu.. Tio baru saja pulang, .. Tio mau makan masakan Ibu, ada ikan asin bu? Aku mau makan, laper banget dari tadi siang.."
Ibunya terlihat sangat capek berjualan, garis tua raut muka ibunya
mulai tampak, Tio ingin cepat membahagiakan ibunya, bapaknya dan
menyenangkan hati mereka..
"Iya nak.. Ibu masakin ikan asin taoge kesukaan kamu ya.., duduklah
disini cerita dengan ibu bagaimana kegiatan sekolah kamu hari ini"
Tio beranjak mendekati ibunya, duduk bercerita sebuah kisah bab
kehidupan hari ini yang dilaluinya dengan pahit, namun tak mungkin ia
ceritakan pada ibunya karena Tio harus bermanipulasi wajah menjadi
LAKI-LAKI NORMAL!
Tio beranjak tidur, jam mengarah ke pukul 1 pagi, nanti jam 9 dia
harus sudah ada di sekolah ada rapat perkemahan yang akan dibuat minggu
depan. Selamat malam Tio.. Selamat malam Bayu, semoga kamu bisa tenang
kan diri kamu, hari ini pahit tapi semoga besok tidak tambah pahit! Tio
tertidur dalam lelap malam dalam temaram lampu tempel dan nyamuk yang
hilir mudik di telinga.. Cuek saja, Tio terlelap!
Pagi ini!
Jarum jam di pukul 9! Selamat pagi Tio.. Selamat pagi semuanya..
Saat memasuki halaman sekolah, Tio terkesiap dengan teriakan seseorang
yang suaranya jelas dia kenal, jelas sekali.. Ilham! ya itu pasti suara
Ilham, teman SMP Tio yang sekarang sekolah di Singapore, maklumlah
Ilham anak orang kaya, ibunya bingung mau buang uang kemana, akhirnya
diputuskan kirim Ilham ke Singapore melanjutkan SMA disana.
"Hei Tio.. Apa kabar.. Kamu tambah oke aja.. aku sengaja tungguin
kamu disini, abis aku lupa rumah kamu" Tio terdiam nggak percaya Ilham
nungguin dia pagi-pagi di sekolah..
"Iyalah rumahku kan hanya dari seng, pastilah kamu lupa"
"Jangan gitu Tio.. Aku benar lupa, eh temanin aku sarapan yuk, aku
kangen makanan sini, nge-bubur enak kali ya.. Mau nggak?" Tanya Ilham
sama Tio.
"Ya sudah hayo aja tapi jangan lama-lama aku ada meeting perkemahan minggu depan"
Tio memandang Ilham, raut mukanya sama aja, masih innocent tanpa
dosa, tapi itulah Ilham yang Tio suka dari dia, dia nggak sombong
walaupun pewaris tunggal kekayaan ortunya, tetap Ilham yang sederhana
seperti Bayu.. Ah lagi-lagi Bayu hadir di kepala Tio.. CUKUP! Bayu is
my past! Happiness is my future!
"Tio.. Kamu tambah keren, hayo sudah punya pegangan ya?" tanya si
Ilham dengan gaya kocaknya, lucu memang wajah Ilham, ingin cubit
pipinya yang ada lekukan kecil, ingin ucek-ucek rambutnya yang ikal..
"Ah kamu bisa aja, nggak lah aku masih kaya yang dulu kok, aku lebih pentingkan belajar biar bisa cepat lulus dan kerja"
Ilham terdiam, bengong dan kaget, tapi Tio bingung kenapa nih anak kok jadi bengong gitu..
"Heh.. Kok bengong, ntar kesambet lo, kenapa sih kok kamu bingung aku ngomong gitu" Ilham masih terdiam dan baru sadar.
"Aku salut sama kamu, sudah berpikir ke masa depan, sementara aku
masih cuek, toh aku hanya kepikiran orangtua aku kaya dan mereka bisa
kasih aku apa saja tidak perlu pusing".. Sekarang gantian Tio yang
terdiam.
"Sudah deh.. Yuk makan buburnya sudah dingin nih.." sela Tio memalingkan pembicaraan.
Sambil makan mereka bergurau. Sahabat lama kini kembali, Tio
senang, Tio gembira dan lupa dengan kenangan Bayu yang sudah lewat..
Selamat datang Ilham!
"Tio.. Nanti malam temanin aku jalan yuk, aku mau makan bakso Blok S, mau nggak? Nanti aku jemput jam 8an ya.."
Ilham merajuk dengan gaya innocentnya.. Tio bingung, gimana ya
sebenarnya dia lagi males jalan, tapi ya sudah demi teman baik Tio
akhirnya mengiyakan..
"Ok jam 8 aku tunggu di depan gang rumah aku ya nih alamatnya.." Tio pergi, Ilham pergi dengan mobil dan supirnya..
Peristiwa di Bajaj!
Wow.. tepat jam 8 Ilham sudah berada di mulut gang rumah Tio. Tio
kaget.. Ilham lain banget sama tadi pagi, rambutnya baru dipotong cepak
rapi.. Wangi banget dan wanginya mengingatkan seseorang.. Bayu! pasti
perfume dia sama, dan bajunya kotak-kotak rapi dengan celana jeans
warna sepadan.. Wah ternganga Tio sekarang.
"Gila rapi banget sih lo.. Gue cuma pake baju gini, jadi minder gue!" Ilham tersenyum, manis banget.
"Sudahlah Tio.. Yuk gue laper banget, naik bajaj dari sini bisa kan?" Tio kaget lagi.
"Hah? Naik bajaj?" Ilham mengangguk sambil berjalan memanggil bajaj yang ada di ujung gang.
Di perjalanan Ilham terdiam.
"Heh kok diam aja sih? Bingung ya naik bajaj"
Ilham hanya tersenyum dalam batinnya ada sesuatu yang mau dia
katakan, tapi masih tersendat, tersendat oleh sebuah kata takut Tio
marah.
"Ilham.. Enak ya sekolah di luar negeri, bahasa Inggris kamu sudah oke banget dong"
Tio memancing pembicaraan dengan Ilham yang dilihatnya dari tadi
seperti anak manis, duduk diam aja sambil matanya bingung mau gimana..
Ilham menjawab sekenanya.
"Ah biasa aja, aku malah bosen nggak ada teman yang sebaik kamu.."
Tio terdiam dan nggak ngerti maksud Ilham, suara bajaj yang berisik seakan sepi nggak ada apa-apa.
"Masa sih nggak ada teman.. Mereka disana kan oke-oke, aku kan cuma siapa sih, teman biasa saja"
Ilham melirik ke Tio.. Dan entah kekuatan apa yang ada saat itu,
bergegas Ilham pegang tangan kanan Tio dan menatap tajam.. Tio kaget.
"Eh kenapa Ilham.. Apa salah aku.. Kenapa kamu ngeliat aku begitu"
Ilham terdiam dan tatapan tajam matanya membuat Tio agak takut.
"Saya sayang sama kamu" Ilham berbisik di telinga Tio..
Brr Tio kaget terkesiap dan spontan menarik tangannya dari genggaman Ilham..
"Tio.. Benar aku sayang kamu dan aku mau jadi pacar kamu" Sekarang gantian Tio terdiam dan Ilham mulai memancing pembicaraan.
"Kenapa Tio.. Saya tahu kamu suka dengan sesame jenis sejak kita
SMP, kamu tidak perlu bohong saya tahu setiap kamu melihat seseorang
yang kamu suka, sinar mata kamu lain.. Saya hanya mau jujur saja, saya
sayang kamu dan suka kamu.."
Tio terdiam, suara bergetar Ilham membuat dirinya bingung lagi,
kemarin baru Bayu memutuskan hubungannya sekarang Ilham temannya yang
dipikirnya seorang LAKI-LAKI NORMAL ternyata BUKAN LAKI-LAKI NORMAL.
Tio masih terdiam, bajaj tiba-tiba berhenti dan mereka berdua keluar.
"Ilham kita duduk disana saja ya, makannya nanti saja, saya mau ngomong dulu" ajak Tio sesampainya di Blok S.
Dipilihnya duduk di lapangan basket yang agak sepi dan gelap jadi
tidak terlalu ramai untuk membicarakan sesuatu yang penting. Ilham
mengangguk tanda setuju. Berjalan beriringan mereka kesana dengan
pikiran yang entah sedang berkecamuk. Tio duduk Ilham duduk, mereka
saling pandang sekarang.
"Kenapa kok kamu bilang gitu sama aku.. Terus terang Ilham, aku kaget, aku bingung mau ngomong apa"
Ilham tersenyum berusaha menarik napas panjang sebelum bilang.
"Aku tahu Tio, kesannya cepet-cepet banget, aku sudah memendam
semua ini sejak kita ketemu dan bersahabat di SMP, tapi aku bingung apa
aku benar atau aku salah.. Selama di Singapore aku terus mencari jati
diri aku yang sebenarnya, aku bertukar pikiran dengan mereka yang lebih
tua, dan mereka bilang this is your life and you have to made decision
untuk kehidupan kamu sendiri.. Aku putuskan sebelum kembali ke Jakarta
untuk ngomong sama kamu, mengenai ungkapan hati aku sama kamu, walau
terus terang aku sangat takut kamu marah.. Tapi aku yakin kamu bisa
menerimanya"
Tio terdiam seribu bahasa dan hanya menatap kosong ke depan ke ring basket yang ada di hadapannya.
"Tio.. Aku sayang sama kamu dan aku mau sama kamu terus.." Hati Tio mulai berpendar, bingung senang kaget dan entah apa lagi.
"Ilham, kamu memang sahabat aku yang paling baik, aku tahu perasaan
kamu bagaimana, I have been there my friend.. Aku jujur saja sama kamu,
kemarin adalah hari yang sangat pahit buat aku, aku memang sudah ada
seseorang dalam hati ini, tapi orang itu kemarin memutuskan hubungan
kita dengan alasan yang sebenarnya tidak bisa diterima, dia hanya
menutupi kemunafikan dia saja, takut dia dibilang sebagai BUKAN
LAKI-LAKI NORMAL.."
Tio bergetar mengucap semua itu, Ilham terpana kaget terharu dan entah apa.
"Teruskan Tio.." Ilham berkata sambil memegang tangan Tio seakan memberikan kekuatan buat dia ngomong apa isi hatinya.
"Saya sangat sayang sama Bayu, Bayu nama orang itu, kenangan sama
Bayu terus terngiang, dia seorang dokter dan aku ketemu dia sewaktu
ibuku sakit keras.. Aku masih tidak bisa berpikir Ilham.. Aku sangat
mencintai dia, memang cinta kami orang sebut sebagai cinta terlarang..
Tapi apa kesalahan yang kami buat, kami hanya manusia biasa, aku paham
perasaan kamu, .. Aku mengerti, tapi Ilham beri aku waktu, aku masih
butuh ketenangan diri, aku masih trauma dengan hubungan kemarin ini
dengan Bayu.."
Tio mohon pada Ilham untuk bisa mengerti perasaan dia.. Ilham terus memegang tangan Tio.
"Tio.. Aku benar sayang sama kamu, kamu tidak usah ragu, aku sudah
bilang semua ini dengan orangtua aku, aku tidak mau berbohong dengan
mereka, mereka memang kaget dank arena mereka tidak mau aku semakin
terperosok, makanya aku dipindahkan lagi ke Indonesia.. Aku terus
bilang sama mereka, tidak akan merubah apapun walaupun aku dipindah
kemana saja, aku sayang dengan sesama jenis dan buat aku lawan jenis
aku adalah seorang sahabat dan aku banyak memiliki sahabat wanita..
Tapi Tio.. Aku sayang sama kamu, berpuluh puluh surat aku sudah tulis
tapi tidak aku kirimkan, aku simpan dan sampai saatnya aku yakin aku
bisa ngomong dengan kamu seperti sekarang"
Tio terdiam, airmata Ilham mengalir dan Tio terpana melihat Ilham,
wajah innocentnya sangat lugu dan sinar matanya sangat tajam setajam
perasaan hatinya saat ini. Ilham memberanikan diri semakin dekat dengan
Tio dan mengecup pipi Tio.. Tio terkesiap kaget.
"Jangan.. Jangan Ilham, jangan sekarang aku belum siap, beri aku
waktu, kita lihat setelah kita jalan bersama, apakah ini jalan hidup
kita, aku tidak mau kata-kata Bayu terulang lagi oleh kamu.." Ilham
menunduk dan "Maaf Tio aku tidak tahu kamu begitu terpukul.. Aku
mengerti maafkan aku"
Tio memandang Ilham dan tersenyum.
"Ilham aku terima kasih kamu sudah mau menyayangi aku, tapi kita
jalan dulu ya.. Kita bersabahat seperti dulu, ketawa sama-sama sedih
sama-sama pokoknya kita jalanin dulu ya.."
Ilham tersenyum dan seakan ingin menguras semua perasaan hati selama ini. Tersenyum dan mereka sama-sama bilang.
"Yuk makan, aku laper banget" keduanya ketawa berpegangan tangan
keluar dari lapangan basket dan makan bakso Blok S kesukaan mereka
sejak SMP.
Waktu berjalan, setahun sudah Ilham dan Tio jalan bersama, suka
duka senang susah pahit manis mereka jalani bersama, sampai suatu saat.
"Tio.. Aku mau nagih janji kamu dulu.. Aku makin sayang sama kamu, apa aku boleh mencium pipi kamu" Tio terdiam..
"Ilham sayang, aku mau ngomong sama kamu.. Aku tahu perasaan kita
selama ini, aku cuma nggak mau nanya aja sama kamu, sejak SMP aku
selalu perhatiin kamu, kamu baik dan well aku juga suka sama kamu..
Tapi aku lagi-lagi masih trauma apakah suatu saat kamu akan
meninggalkan aku demi sebuah kata AKU LAKI-LAKI NORMAL?"
Ilham terdiam.. Dan menatap wajah Tio.
"Tio.. Aku benar-benar sayang sama kamu dan aku mau kita bersama-sama terus.."
Ilham memegang tangan Tio dan Tio terdiam agak lama sampai berujar
"Ilham.. Aku juga sayang sama kamu, aku mau kita sama-sama terus, tapi
da satu kata JANJI dengan aku kalau kamu melakukan semua ini murni
karena KAMU SAYANG AKU"
Ilham terdiam tersenyum dan menatap tanpa kata tapi dengan ciuman
di pipi Tio. "Aku cinta kamu Tio.." Begitulah sebuah awal kisah kasih
cinta terlarang yang manis, semanis arti cinta itu sendiri, cinta tidak
boleh dipaksakan dan cinta bukanlah suatu halangan, tidak ada kata
sempurna dalam cinta namun bagaimana sempurnanya cinta untuk hidup
kita.
Sepuluh Tahun berjalan.. Kisah Cinta Terlarang Ilham dan Tio..
Keduanya sudah bekerja dan hidup bersama, tidak ada rasa curiga dari
keluarga Tio, kedua orangtuanya sudah tahu Ilham siapa, Ilham sebagai
teman baik To sejak SMP. Orangtua Ilham awalnya tidak bisa menerima
kisah cinta mereka berdua namun sekarang Ilham sudah dewasa, kedewasaan
seseorang adalah jalan terbaik untuk bisa membuktikan cinta terlarang
mereka bukanlah hal yang tabu, mereka berkarya untuk lingkungannya,
mereka bercinta dengan kasih sayang yang mulia, tidak ada kata TERPAKSA
dan hanya kata SAYANG yang sering terucap dari keduanya..
Di Rumah Sakit!
"Mbak saya mau daftar, ada dokter untuk jam 5 nanti?"
Tio bergegas ke rumah sakit setelah flu yang ia derita tak kunjung
sembuh, Ilham tidak bisa mengantar karena harus ke Bandung untuk urusan
penting. Ada.. Dengan dokter Rianubayu dan adik di nomor sepuluh. Tio
terdiam dan terkesiap Rianubayu.. Bukankah itu nama lengkap Bayu,
seseorang yang pernah ada dalam kehidupannya, entah apa perasaan Tio
saat itu.
"Dik bagaimana mau didaftarkan atau tidak" Tio terkesiap dan.
"Ya tolong didaftarkan"
Ada apa ini, kenapa ini, kenapa Bayu datang lagi dalam
kehidupannya.. Kenapa gue masih ada perasaan rindu dengan Bayu.. Cukup!
gue sudah punya Ilham dan kita saling menyayangi.. Cukup Bayu adalah
masa lalu.. Pahit dan getir dalam babak kehidupan Tio.
"Selamat sore.. Silakan masuk"
Tio masih ingat benar dengan suara Bayu, bergetar dan berwibawa..
"Kamu Tio? Tio Perdana Wisata?"
Tio terdiam tanpa ada kata terus menatap Bayu yang terlihat sudah agak tua dan sangat lain, hanya suaranya saja yang sama..
"Tio.. Apa kabar.. Saya sungguh tidak menyangka kita bisa bertemu
lagi seperti sekarang ini" Tio terdiam, suster masuk dan menanyakan
sesuatu ke Bayu sampai dia keluar lagi.
"Tio.. Maafkan saya kemarin ini, saya bingung saya harus memahami
tuntutan orangtua saya, saya tidak tahu harus berbuat apa, sampai saya
harus mengorbankan perasaan cinta kita berdua, saya tahu saya BUKAN
LAKI-LAKI NORMAL tapi demi keluarga saya harus bertingkah seperti
LAKI-LAKI NORMAL.. Saya cerai dengan istri saya yang dijodohkan ibu
saya.. Semuanya pahit dan sampai saat ini saya tidak memiliki
siapa-siapa, .. Saya hanya ingin berbakti kepada pekerjaan.. Sampai
saya ketemu kamu sekarang"
Suaranya makin bergetar dan tidak terasa Bayu sudah menitikkan air matanya. Tio terdiam dan berusaha tenang.
"Bayu.. Kamu adalah masa lalu saya.. Saya sudah cukup pahit dengan
perkataan yang kamu ucapkan terakhir kali, saya mengerti di dunia ini
cinta terlarang seperti kita sangat sulit, biarpun kita sedalam apapun,
tapi yang namanya harga diri, kehormatan dan lain-lain semuanya diatas
cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa dibeli.. Cukup Bayu.. Saya sudah
mengerti semua itu, saya sekarang sudah.."
Tio tidak meneruskan kata-katanya.. Tersedak dan tiba-tiba
handphone di tangannya berdering, Tio berusaha menjawab.. Di layer HP
terlihat nama Ilham.. Oh Ilham kamu dewa penolong aku.. Aku makin
sayang sama kamu.
"Ya sayang" Tio menjawab, Bayu terdiam bingung..
"Sayang aku ada di rumah sakit kamu ada di ruang praktek berapa?
Kenapa kamu nggak bilang aku kalau kamu periksa sayang? Tio menjawab.
"Ruang 14 sayang nggak jadi ke Bandung" Bayu masih terdiam dan
sorot matanya menajam ketika Tio mengucap kata SAYANG pada orang yang
di telpon..
"Ya sebentar aku kesana ya.. Tunggu aku sayang"
Ilham menutup telponnya. Tio masih terdiam, tugas utama Bayu yang
seharusnya memeriksa Tio tidak dilakukan, dan Tio juga masih terdiam
hingga keduanya mendengar ketokan pintu.
"Permisi.. Sayang kamu nggak apa-apa kan.."
Tio beranjak dari kursi dan Bayu salah tingkah bingung harus bagaimana sampai Tio berucap.
"Dr. Bayu kenalkan ini pasangan hidup saya, Ilham"
Bayu terperanjat dan berusaha bersikap netral asmbil menjabat tangan Ilham.
"Saya Ilham.." suaranya mantap.
"Terima kasih dokter dan saya mohon pamit" Tio membuka sekaligus menutup pembicaraan.
Bayu masih terdiam.. Inikah balasan yang pantas aku terima, dengan
menyia-nyiakan cinta terlarang yang manis cinta terlarang yang murni
dan apakah ini diri aku yang sebenarnya.. Bukan! aku bukan seperti yang
mereka harapkan, aku hanya seorang laki-laki yang mengharapkan cinta
terlarang dan aku BUKAN LAKI-LAKI NORMAL!
Tio dan Ilham berjalan dengan langkah santai namun pasti menyambut
masa depan mereka, masa depan sebuah cinta terlarang, cinta yang tulus
dan mereka bangga berucap AKU BUKAN LAKI-LAKI NORMAL!
E N D
Sabtu, 23 Juni 2012
Aku Benar-Benar Tertekan
Ketika browsing internet, saya menemukan situs
sumbercerita.com ini dan baru mengenalnya, sehingga saya jadi tergerak hati
ingin mengutarakan isi hatiku melalui situs sumbercerita.com ini. Karena
saya tidak tahu harus bercerita kepada siapa mengenai persoalanku
sendiri yang telah kupendam sendiri selama ini, selain dapat kulepas
kekang isi hatiku melalui situs ini. Tak seorang pun tahu isi hatiku.
Inilah ungkapan isi hatiku yang sejujur-jujurnya.. Tetapi mohon maaf,
saya tidak dapat mengungkapkan identitas asli diri saya seperti yang
sebagaimana mestinya.
*****
Saat ini saya berusia 26 thn, tinggal di Jakarta-Indonesia, berasal dari keluarga yang hidup sederhana. Saya sudah mulai menyukai sesama pria sejak umur 11 thn, pada waktu itu saya sedang naksir dengan satu teman yang memiliki tampang cute, cakep, lucu dan menggemaskan. Sayangnya, cintaku padanya tidak terbalas, pasalnya dia straight. Bahkan sampai sekarang dia juga tidak tahu bahwa saya pernah menyukainya, walaupun sekarang saya sudah tidak ada perasaan apa-apa lagi terhadapnya. Ohya, ada 1 hal yang harus kuakui, dulu waktu masih kecil saya pernah bertingkah laku sissy, itu karena saya masih polos dan tidak mengerti apa-apa.
Setelah menjadi remaja, akhirnya saya sadar tingkah laku tersebut, malah saya ngeri dengan sikap itu, maka dengan segera saya menghilangkannya sehingga bisa berubah menjadi orang seperti pada umumnya. Bahkan saya tidak suka dan tidak akan pernah mau menjadi orang sissy atau waria! Saya harus akui ini berkat dorongan yang berasal dari keluargaku dan juga diriku sendiri serta bantuan doa-doa yang telah kupanjatkan tiap hari.
Semenjak mulai menjadi remaja, perasaanku semakin lama semakin tertekan. Saya tidak habis mengerti dan sering bertanya pada diriku sendiri, "Mengapa saya harus dan bisa menyukai sesama jenis? Bukankah tidak pantas cowok menyukai cowok juga? Seharusnya cowok menyukai cewek".
Saya sudah mencoba segala cara untuk menyukai lawan jenis (cewek), tetapi kemungkinannya masih kecil. Semakin dewasa semakin saya tertarik dengan perfomance maupun appearance seorang lelaki yang jaman sekarang ini sudah berubah. Saya akui, jaman sekarang cowok-cowok sudah semakin cakep daripada dulu, sehingga tiap berpapasan, perasaanku selalu tidak tahan, ingin sekali saya memiliki orang itu, tapi itu sangat mustahil, akhirnya hatiku ini harus menjadi sedih dan menangis. Saya benar-benar bodoh sekali.. Mengapa perfomance maupun appearance seorang lelaki harus begitu selalu menarik daripada seorang perempuan?
Di mana-mana jika saya melihat ada cowok (khusus chinese) yang ganteng atau cakep atau cute, saya hanya bisa menggerutu sendiri dan melihat saja dari jauh dengan perasaan ngilu. Mengapa? Karena saya telah berkaca diri sendiri dan sadar bahwa saya tidak cakep, kurus, pendek (bukan cebol loh, yang penting fisikku normal secara umum), bahkan bisa dikatakan benar-benar buruk. Saya sadar bahwa appearance saya sangat tidak sempurna. Tidak pernah ada cowok yang melirik ke saya, bahkan cewek sekalipun. Saya selalu bertanya pada diriku sendiri, "Mengapa mereka bisa memiliki tampang cute, cakep, ganteng dan sempurna yang bisa menjadi modal bagi segala hal?"
Orang yang memiliki tampang demikian, saya selalu beranggapan bahwa mereka sangat beruntung karena bisa menjadi modal terhadap suatu hal tertentu, juga sangat mudah untuk menarik perhatian orang, memiliki daya tarik yang sempurna, tidak pernah kesulitan untuk mendapatkan seorang pacar. Sementara saya sendiri tidak pernah mengalami yang namanya pacaran. Saya sungguh sangat sedih sekali!
Apakah appearance saya yang tidak menarik harus membuat orang lain tidak menyukaiku, bahkan juga tidak mau mengenal atau berbagi perasaan dengan saya? Saya juga selalu mengeluh pada diri sendiri, mengapa tiap cowok chinese yang kusukai semuanya selalu harus normal (straight). Saya tidak berani mengungkapkan isi hatiku kepada mereka. Maka saya selalu merasa kesepian di dalam hatiku, tidak pernah ada seseorang cowok yang mau berbagi perasaan, kasih sayang, perhatian denganku. Tidak ada seorang pun tahu isi hatiku! Dari luar, saya kelihatan tampak seperti tegar seolah-olah tidak ada masalah apa-apa, bisa ngobrol atau bercanda dengan teman-teman, tetapi di dalam hatiku yang paling dalam sungguh tertekan dan sangat sedih sekali.
Saya sadar bahwa saya juga sangat membutuhkan kasih sayang dan penuh perhatian dari seorang cowok seperti yang dibutuhkan oleh setiap orang. Entahlah, apakah impianku itu akan tercapai atau tidak, saya pun tidak tahu. Tidak pernah ada seseorang yang mengetahui isi hatiku, bahkan mungkin juga tidak akan mau mengenal lebih dekat dengan saya, karena saya rasa mereka cenderung memilih untuk melihat seseorang dari figur, kecuali teman-teman straight (baik cowok maupun cewek).
Setiap jika saya menonton TV, ada muncul iklan-iklan yang bertabur cowok yang cute dan cakep (seperti iklan odol close up hitam, gatsby wax, master gel, dan lain-lain) atau bintang selebriti (film/sinetron) atau model, saya selalu berkata pada diriku sendiri, "Enak ya memiliki tampang yang sempurna, seandainya saja orang itu adalah pacarku, alangkah senangnya hatiku".
Tapi saya tetap tahu bahwa itu sangat tidak mungkin. Saya menganggap mereka (orang-orang yang cute di iklan/film/model) itu hanya fiksi atau tidak nyata dan saya juga tidak pernah memuja mereka. Meskipun mereka selebriti terkenal yang cakep, saya tidak pernah menganggap mereka itu hebat atau sempurna, di pandanganku mereka itu tetap orang biasa, sesama manusia dan mereka itu juga bukan suatu barang yang bisa dipamerkan.
Jika saya berhadapan dengan cowok yang cakep, saya tidak pernah mengirimkan sinyal khusus padanya bahwa saya suka dia, karena saya tahu bahwa diriku sangat tidak menarik, mana mungkin orang bisa menyukai sama saya. Saya tidak percaya jika benar-benar ada cowok yang cakep dan sempurna pun bisa menyukai (atau bahkan mencintai) cowok yang memiliki buruk rupa. Makanya itu saya tidak pernah mengungkapkan isi hatiku pada siapapun yang kusukai, tidak peduli mereka itu gay atau straight atau bisexual.
Saya juga paling tahu bahwa pada umumnya semua cowok gay selalu cenderung lebih suka melihat dari penampilan figur seorang laki-laki yang mesti sempurna dan enak dilihat sehingga dapat membanggakan pacarnya pada orang lain. Saya benci dengan cowok cakep yang sombong dan sudah merasa hebat dengan memamerkan tampangnya. Saya tidak pernah berharap dapat cowok sesempurna, karena di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna. Setidaknya ada seseorang yang mau berbagi perasaan, perhatian, kasih sayang pun itu sudah cukup bagiku, asalkan bersungguh-sungguh dan tidak main-main, juga saya akan memperlakukan hal yang sama padanya.
Saya pernah diceritakan oleh salah satu teman baik yang memiliki pacar yang cakep, dia bilang kepadaku, "Punya pacar cakep juga benar-benar reseh dan selalu ada resiko".
Aku bertanya padanya, "Resiko apa?".
Dia menjawab, "Misalnya kalau lagi tidak jalan berdua, masing-masing punya kegiatan sendiri, saya sibuk, dia berada di tempat lain, saya tidak tahu dia ngapain di sana, bisa-bisanya dia selingkuh sama orang lain, walaupun saya percaya sama dia, tetap saja merasa was-was dan masih ada perasaan cemburu, pasalnya pacarku orangnya menarik dan selalu mampu menarik perhatian orang lain, jadi kalau misal ada orang tertarik sama pacarku, kemudian orang itu mau kenalan sama pacarku, pasti pacarku terima, jadi mungkin pacarku tidak bakal ceritain soal itu kepadaku!"
Akhirnya saya mengerti maksudnya dan kuakui mungkin itu benar juga, walaupun saya tidak pernah mengalami pacaran.
Karena saya tidak pernah mengalami yang namanya pacaran dan saya sangat membutuhkan rasa kasih sayang dan perhatian dari seorang cowok, jadi kadang saya suka berkhayal tentang orang-orang (baik nyata maupun fiksi) yang jadi pacarku, berkencan, makan berdua, jalan-jalan berdua, berpelukan, berbagi rasa kasih sayang, dll. Sehingga ada timbulnya rasa romantis di dalam diriku.
Teman saya pernah meminjamkan Blue Film gay ke saya dan saya membandingkannya dengan Blue Film straight dan lesbian, kuakui Blue Film gay lebih menarik dan juga benar-benar menggasyikkan. Nonton Blue Film gay saja saya sudah merasa cukup puas sebagai pelampiasan nafsu sendiri dan membuang rasa kesepianku, walaupun kedengarannya memang tidak terlalu seru, terkadang saya pernah berkhayal tentang main seperti di Blue Film. Jika seandainya saya benar-benar punya pacar, alangkah senangnya hatiku karena dapat saling berbagi kasih sayang, perhatian, juga saling memberi dorongan sebagai pemacu semangat, memberi dan menerima masukan dari segala hal. Saya memiliki satu kelebihan utama yang ada di dalam diriku yaitu bisa menjaga kepercayaan serta menyimpan segala rahasia.
Keluargaku juga masih tidak tahu isi hatiku, walaupun pernah sempat curiga, tetapi saya tetap selalu menyangkal, karena saya tidak ingin membuat keluargaku sedih dan kecewa, saya paling mengerti bahwa keluargaku tidak suka gay. Itulah membuat hatiku semakin tertekan dan tidak bisa dengan bebas untuk mengutarakan isi hatiku. Kalau dipikir-pikir kembali soal ini, rasanya saya ingin menangis, menjerit dan berteriak. Tapi apa boleh buat, saya terpaksa memendam sendiri di hatiku sebisa-bisanya sampai sekarang masih tetap bisa kutahan.
Ada rasa suka dan duka pun juga selalu kujalani sendiri dengan tegar tanpa berbagi dengan seseorang spesial. Ungkapan isi hatiku ini adalah nyata, bukan berarti saya tidak PD, tetapi saya merasa bahwa saya harus menceritakan ini untuk melepaskan tekanan isi hatiku yang sudah kupendam sendiri selama ini tanpa berbagi dengan seseorang dan saya tidak tahu harus berbagi kepada siapa, selain melalui situs ini. Saya tak bermaksud tertutup bagi orang lain, tapi secara umum hal ini tidak lazim, jadi saya memendam isi hatiku ini secara pribadi.
Saya sudah tidak sanggup untuk menulis lebih panjang lagi, hanya akan membuat hatiku tambah sedih. Cukup sekian cerita ini yang dapat kuungkapkan dari isi hatiku yang paling dalam. Bye.
E N D
*****
Saat ini saya berusia 26 thn, tinggal di Jakarta-Indonesia, berasal dari keluarga yang hidup sederhana. Saya sudah mulai menyukai sesama pria sejak umur 11 thn, pada waktu itu saya sedang naksir dengan satu teman yang memiliki tampang cute, cakep, lucu dan menggemaskan. Sayangnya, cintaku padanya tidak terbalas, pasalnya dia straight. Bahkan sampai sekarang dia juga tidak tahu bahwa saya pernah menyukainya, walaupun sekarang saya sudah tidak ada perasaan apa-apa lagi terhadapnya. Ohya, ada 1 hal yang harus kuakui, dulu waktu masih kecil saya pernah bertingkah laku sissy, itu karena saya masih polos dan tidak mengerti apa-apa.
Setelah menjadi remaja, akhirnya saya sadar tingkah laku tersebut, malah saya ngeri dengan sikap itu, maka dengan segera saya menghilangkannya sehingga bisa berubah menjadi orang seperti pada umumnya. Bahkan saya tidak suka dan tidak akan pernah mau menjadi orang sissy atau waria! Saya harus akui ini berkat dorongan yang berasal dari keluargaku dan juga diriku sendiri serta bantuan doa-doa yang telah kupanjatkan tiap hari.
Semenjak mulai menjadi remaja, perasaanku semakin lama semakin tertekan. Saya tidak habis mengerti dan sering bertanya pada diriku sendiri, "Mengapa saya harus dan bisa menyukai sesama jenis? Bukankah tidak pantas cowok menyukai cowok juga? Seharusnya cowok menyukai cewek".
Saya sudah mencoba segala cara untuk menyukai lawan jenis (cewek), tetapi kemungkinannya masih kecil. Semakin dewasa semakin saya tertarik dengan perfomance maupun appearance seorang lelaki yang jaman sekarang ini sudah berubah. Saya akui, jaman sekarang cowok-cowok sudah semakin cakep daripada dulu, sehingga tiap berpapasan, perasaanku selalu tidak tahan, ingin sekali saya memiliki orang itu, tapi itu sangat mustahil, akhirnya hatiku ini harus menjadi sedih dan menangis. Saya benar-benar bodoh sekali.. Mengapa perfomance maupun appearance seorang lelaki harus begitu selalu menarik daripada seorang perempuan?
Di mana-mana jika saya melihat ada cowok (khusus chinese) yang ganteng atau cakep atau cute, saya hanya bisa menggerutu sendiri dan melihat saja dari jauh dengan perasaan ngilu. Mengapa? Karena saya telah berkaca diri sendiri dan sadar bahwa saya tidak cakep, kurus, pendek (bukan cebol loh, yang penting fisikku normal secara umum), bahkan bisa dikatakan benar-benar buruk. Saya sadar bahwa appearance saya sangat tidak sempurna. Tidak pernah ada cowok yang melirik ke saya, bahkan cewek sekalipun. Saya selalu bertanya pada diriku sendiri, "Mengapa mereka bisa memiliki tampang cute, cakep, ganteng dan sempurna yang bisa menjadi modal bagi segala hal?"
Orang yang memiliki tampang demikian, saya selalu beranggapan bahwa mereka sangat beruntung karena bisa menjadi modal terhadap suatu hal tertentu, juga sangat mudah untuk menarik perhatian orang, memiliki daya tarik yang sempurna, tidak pernah kesulitan untuk mendapatkan seorang pacar. Sementara saya sendiri tidak pernah mengalami yang namanya pacaran. Saya sungguh sangat sedih sekali!
Apakah appearance saya yang tidak menarik harus membuat orang lain tidak menyukaiku, bahkan juga tidak mau mengenal atau berbagi perasaan dengan saya? Saya juga selalu mengeluh pada diri sendiri, mengapa tiap cowok chinese yang kusukai semuanya selalu harus normal (straight). Saya tidak berani mengungkapkan isi hatiku kepada mereka. Maka saya selalu merasa kesepian di dalam hatiku, tidak pernah ada seseorang cowok yang mau berbagi perasaan, kasih sayang, perhatian denganku. Tidak ada seorang pun tahu isi hatiku! Dari luar, saya kelihatan tampak seperti tegar seolah-olah tidak ada masalah apa-apa, bisa ngobrol atau bercanda dengan teman-teman, tetapi di dalam hatiku yang paling dalam sungguh tertekan dan sangat sedih sekali.
Saya sadar bahwa saya juga sangat membutuhkan kasih sayang dan penuh perhatian dari seorang cowok seperti yang dibutuhkan oleh setiap orang. Entahlah, apakah impianku itu akan tercapai atau tidak, saya pun tidak tahu. Tidak pernah ada seseorang yang mengetahui isi hatiku, bahkan mungkin juga tidak akan mau mengenal lebih dekat dengan saya, karena saya rasa mereka cenderung memilih untuk melihat seseorang dari figur, kecuali teman-teman straight (baik cowok maupun cewek).
Setiap jika saya menonton TV, ada muncul iklan-iklan yang bertabur cowok yang cute dan cakep (seperti iklan odol close up hitam, gatsby wax, master gel, dan lain-lain) atau bintang selebriti (film/sinetron) atau model, saya selalu berkata pada diriku sendiri, "Enak ya memiliki tampang yang sempurna, seandainya saja orang itu adalah pacarku, alangkah senangnya hatiku".
Tapi saya tetap tahu bahwa itu sangat tidak mungkin. Saya menganggap mereka (orang-orang yang cute di iklan/film/model) itu hanya fiksi atau tidak nyata dan saya juga tidak pernah memuja mereka. Meskipun mereka selebriti terkenal yang cakep, saya tidak pernah menganggap mereka itu hebat atau sempurna, di pandanganku mereka itu tetap orang biasa, sesama manusia dan mereka itu juga bukan suatu barang yang bisa dipamerkan.
Jika saya berhadapan dengan cowok yang cakep, saya tidak pernah mengirimkan sinyal khusus padanya bahwa saya suka dia, karena saya tahu bahwa diriku sangat tidak menarik, mana mungkin orang bisa menyukai sama saya. Saya tidak percaya jika benar-benar ada cowok yang cakep dan sempurna pun bisa menyukai (atau bahkan mencintai) cowok yang memiliki buruk rupa. Makanya itu saya tidak pernah mengungkapkan isi hatiku pada siapapun yang kusukai, tidak peduli mereka itu gay atau straight atau bisexual.
Saya juga paling tahu bahwa pada umumnya semua cowok gay selalu cenderung lebih suka melihat dari penampilan figur seorang laki-laki yang mesti sempurna dan enak dilihat sehingga dapat membanggakan pacarnya pada orang lain. Saya benci dengan cowok cakep yang sombong dan sudah merasa hebat dengan memamerkan tampangnya. Saya tidak pernah berharap dapat cowok sesempurna, karena di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna. Setidaknya ada seseorang yang mau berbagi perasaan, perhatian, kasih sayang pun itu sudah cukup bagiku, asalkan bersungguh-sungguh dan tidak main-main, juga saya akan memperlakukan hal yang sama padanya.
Saya pernah diceritakan oleh salah satu teman baik yang memiliki pacar yang cakep, dia bilang kepadaku, "Punya pacar cakep juga benar-benar reseh dan selalu ada resiko".
Aku bertanya padanya, "Resiko apa?".
Dia menjawab, "Misalnya kalau lagi tidak jalan berdua, masing-masing punya kegiatan sendiri, saya sibuk, dia berada di tempat lain, saya tidak tahu dia ngapain di sana, bisa-bisanya dia selingkuh sama orang lain, walaupun saya percaya sama dia, tetap saja merasa was-was dan masih ada perasaan cemburu, pasalnya pacarku orangnya menarik dan selalu mampu menarik perhatian orang lain, jadi kalau misal ada orang tertarik sama pacarku, kemudian orang itu mau kenalan sama pacarku, pasti pacarku terima, jadi mungkin pacarku tidak bakal ceritain soal itu kepadaku!"
Akhirnya saya mengerti maksudnya dan kuakui mungkin itu benar juga, walaupun saya tidak pernah mengalami pacaran.
Karena saya tidak pernah mengalami yang namanya pacaran dan saya sangat membutuhkan rasa kasih sayang dan perhatian dari seorang cowok, jadi kadang saya suka berkhayal tentang orang-orang (baik nyata maupun fiksi) yang jadi pacarku, berkencan, makan berdua, jalan-jalan berdua, berpelukan, berbagi rasa kasih sayang, dll. Sehingga ada timbulnya rasa romantis di dalam diriku.
Teman saya pernah meminjamkan Blue Film gay ke saya dan saya membandingkannya dengan Blue Film straight dan lesbian, kuakui Blue Film gay lebih menarik dan juga benar-benar menggasyikkan. Nonton Blue Film gay saja saya sudah merasa cukup puas sebagai pelampiasan nafsu sendiri dan membuang rasa kesepianku, walaupun kedengarannya memang tidak terlalu seru, terkadang saya pernah berkhayal tentang main seperti di Blue Film. Jika seandainya saya benar-benar punya pacar, alangkah senangnya hatiku karena dapat saling berbagi kasih sayang, perhatian, juga saling memberi dorongan sebagai pemacu semangat, memberi dan menerima masukan dari segala hal. Saya memiliki satu kelebihan utama yang ada di dalam diriku yaitu bisa menjaga kepercayaan serta menyimpan segala rahasia.
Keluargaku juga masih tidak tahu isi hatiku, walaupun pernah sempat curiga, tetapi saya tetap selalu menyangkal, karena saya tidak ingin membuat keluargaku sedih dan kecewa, saya paling mengerti bahwa keluargaku tidak suka gay. Itulah membuat hatiku semakin tertekan dan tidak bisa dengan bebas untuk mengutarakan isi hatiku. Kalau dipikir-pikir kembali soal ini, rasanya saya ingin menangis, menjerit dan berteriak. Tapi apa boleh buat, saya terpaksa memendam sendiri di hatiku sebisa-bisanya sampai sekarang masih tetap bisa kutahan.
Ada rasa suka dan duka pun juga selalu kujalani sendiri dengan tegar tanpa berbagi dengan seseorang spesial. Ungkapan isi hatiku ini adalah nyata, bukan berarti saya tidak PD, tetapi saya merasa bahwa saya harus menceritakan ini untuk melepaskan tekanan isi hatiku yang sudah kupendam sendiri selama ini tanpa berbagi dengan seseorang dan saya tidak tahu harus berbagi kepada siapa, selain melalui situs ini. Saya tak bermaksud tertutup bagi orang lain, tapi secara umum hal ini tidak lazim, jadi saya memendam isi hatiku ini secara pribadi.
Saya sudah tidak sanggup untuk menulis lebih panjang lagi, hanya akan membuat hatiku tambah sedih. Cukup sekian cerita ini yang dapat kuungkapkan dari isi hatiku yang paling dalam. Bye.
E N D
Aku Pemuas nafsu Laki-laki
Aku dilahirkan di satu kota kecil di propinsi
Kalimantan Selatan dan aku dibesarkan disana, tumbuh dan berkembang
sebagaimana layaknya seorang anak laki-laki, dan aku juga sekolah
seperti halnya anak-anak yang lainnya. Sampai akhirnya aku
meneyelesaikan bangku sekolah sampai tingkat SMU, dimana setelah aku
lulus dari SMU rasanya hidup ini jadi lebih bebas, tidak dituntut harus
belajar tiap hari dan harus masuk sekolah setiap hari yang membuat
seakan hidup ini terkungkung didalam kurungan yang tak nampak. Dan pada
saat-saat seperti itu aku minta ijin kepada kedua orang tuaku untuk
merantau ke pulau Jawa dimana suasana kehidupan lebih moderen dengan
segala permasalahannya dan juga tingkat pendidikan atas jauh lebih baik
bila dibandingkan dengan ditempat asalku sana.
Berbekal doa restu orang tuaku suatu hari aku memulai perantauanku dengan menumpang sebuah kapal, dalam perjalanan selama berhari-hari cukup membuatku merasa bosan dan jemu akan tetapi tidak banyak kegiatan yang bisa kuperbuat selama itu, sampai akhirnya kapal yang kutumpangi berlabuh di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Ketika itu usiaku belum genap 18 tahun disaat aku memulai petualanganku yang akhirnya aku terseret dalam gelombang kehidupan yang penuh dengan ketidak tentuan ini.
Setelah aku turun dari kapal, aku tidak tahu harus melangkah kemana dan harus kemana, karena aku pada saat itu masih belum mempunyai tujuan yang pasti yang harus kutempuh, aku tidak mempunyai saudara, teman atau sebagainya sebagai tempat tujuanku saat itu. Yang menjadi tekadku saat itu hanyalah ingin mencari informasi tentang pendidikan di berbagai perguruan tinggi yang pada setiap awal tahun ajaran baru, yang seakan-akan berlomba untuk mencari calon mahasiswa sebanyak-banyaknya dan hal itu juga berlaku untuk berbagai macam kursus keterampilan dan lain sebagainya yang coba-coba memanfaatkan lulusan SMU yang baru. Setelah aku mengumpulkan berbagai macam informasi tentang berbagai perguruan tinggi sambil duduk merenungkan akan jurusan apa yang akan kuambil dan juga perguruan tinggi mana yang akan kupilih serta masih banyaknya kesempatan waktu yang tersisa sebelum mendaftar dan mengikuti test masuk perguruan tinggi.
Maka untuk mengisi waktu luang itu aku putuskan untuk pergi kepulau Bali yang konon kata orang adalah pulau dewata atau pulau nirwana. Karena dari Surabaya perjalanan ke Bali jauh lebih dekat dibandingkan kalau aku harus memulai perjalanan ke Bali dari kampung halamanku. Dalam perjalanan itu aku memutuskan untuk naik bus jurusan Surabaya-Denpasar yang banyak berderet dengan berbagai nama itu. Dalam perjalanan dari Surabaya sampai Denpasar tidak ada hal yang istimewa seperti kebanyakan semua penumpang bus dengan perjalanan panjang menggunakan waktunya hanya untuk tidur dan kalaupun berbicara dengan teman sebangku itupun hanya untuk basa basi saja dan kalaupun pembicaraan tidak menarik maka akan saling berdiam diri dan akhirnya mata akan terpejam dengan sendirinya.
Setelah semalan tertidur didalam bus malam paginya aku bangun sudah sampai di Bali dan tidak kuketahui dengan pasti sudah sampai dikota mana itu, yang kutahu perjalanan sampai kekota Denpasar tidak berapa lama lagi sudah sampai, yah mungkin kurang lebih sekitar satu jam.
Sesampainya diterminal bus aku putuskan untuk pergi ketempat rekreasi yang paling terkenal di Bali yaitu pantai Kuta. Maka aku naik bemo atau mikrolet atau apa saja namanya, aku tidak tahu dengan pasti, pokoknya bisa sampai ke Kuta. Setelah sampai didaerah sekitar Kuta aku berjalan kaki sambil menyusuri lorong-lorong jalan yang cukup sempit akan tetapi padat dengan para turis dari mancanegara juga kios-kios kecil yang menawarkan berbagai macam bentuk kerajinan tangan dan cinderamata khas Bali mulai dari gantungan kunci, baju kaos, sarung sampai patung ukiran dan lain sebagainya.
Sampai akhirnya langkah kakiku berhenti dipinggir pantai yang berpasir putih yang dipenuhi oleh turis yang sedang berjemur diterik matahari pantai Kuta. Aku memutuskan untuk mencari tempat berteduh dipantai itu walaupun tidak benar-benar teduh dan sejuk akan tetapi cukup untuk mengurangi teriknya matahari yang begitu menyengat kulitku itu, akan tetapi paling digemari oleh turis-turis. Sambil memandang keindahan pantai Kuta yang membuatku terkagum-kagum yaitu didaerahku juga ada pantai akan tetapi kenapa tidak dikunjungi oleh turis dari mancanegara sebanyak yang di Bali ini. Tidak terasa cukup lama waktu yang kuhabiskan untuk memandangi ombak yang berkejaran silih berganti tiada henti dan tak pernah merasa lelah itu.
Sampai akhirnya aku merasakan adanya tatapan sepasang mata yang memandangiku sejak kapan aku tidak tahu, dia memandangi setiap gerak tubuhku dan setiap pandangan mataku sehingga akhirnya aku merasa risih sendiri, dan dia mungkin juga merasakan kalau aku merasa risih dipandangi terus menerus seperti itu. Dan sebagai reaksinya akhirnya dia bangkit berdiri dan menghampiriku sambil tersenyum dia memperkenalkan dirinya tanpa kuminta terlebih dahulu dia menyebutkan namanya "Iwan."
Dia adalah tipe pemuda yang cukup tampan, berkulit bersih, berpenampilan cukup trendy dengan rambut ikal yang dipotong cukup rapi sehingga terkesan sportif dalam penampilannya, setelah berbasa-basi cukup lama akhirnya kuketahui dia berasal dari Manado dan dia berkunjung ke Bali juga untuk menghabiskan masa liburannya juga karena dia sudah duduk dibangku perguruan tinggi semester tiga dikotanya dan dia datang seorang diri ke Bali dan selama di Bali ini dia bertempat tinggal disebuah hotel yang cukup berbintang karena dia ternyata anak orang cukup berada di kampungnya sana. Singkat cerita setelah berbincang-bincang cukup lama dipantai itu dan dia menanyakan selama di Bali ini aku tinggal dimana. Maka kujawab bahwa aku baru saja datang dari Surabaya pagi tadi dan langsung aku menuju ke Kuta ini.
Dengan tidak ada rasa canggung sama sekali Iwan menawarkan kepadaku untuk tinggal di Hotelnya karena dia merasa sangat kesepian tinggal sendirian. Namun aku merasa tidak enak untuk langsung menerimanya begitu saja tawaran Iwan itu. Aku diam saja sampai aku dikejutkan oleh suaranya yang seakan minta ketegasan dariku.
"Gimana Boy, mau nggak kamu nemenin gue, apalagi hari sudah mulai sore. Daripada kamu cape-cape cari tempat nginap khan mendingan ditempat gue, kamu bisa ngirit dan pokoknya beres deh"
"Oke kalau begitu Wan, aku mau nemenin kamu tapi aku nggak mau nyusahin kamu lho"
"Bereslah, nah kalau gitu kita sekarang ke hotel gue, kita mandi-mandi dulu ntar kita jalan-jalan"
Tidak berapa lama kami sampai disebuah hotel dikawasan pantai Kuta ini dan setelah memasuki sebuah kamar yang cukup besar dan megah kami berbasa-basi sambil minum minuman ringan yang tersedia di mini bar kamar hotel itu dan seakan kami yang baru kenal beberapa jam yang lalu itu sudah seperti layaknya sahabat karib yang sudah kenal selama bertahun-tahun. Setelah Iwan menghabiskan minumnya dia berlalu masuk kamar mandi sambil bersiul-siul kecil. Sedangkan aku sendiri terbengong-bengong kagum, baru kali ini aku masuk dan merasakan kamar hotel berbintang, yang tak pernah kubayangkan sebelumnya didalam hidupku ini. Sampai aku dikejutkan oleh suara Iwan yang baru keluar dari kamar mandi.
"Ayo sekarang ganti kamu, Boy, yang mandi biar segar"
"Oke"
Setelah aku selesai mandi dan berganti pakaian maka kami berdua keluar dari hotel untuk menikmati kehidupan malam di sekitar pantai Kuta yang seolah tak pernah tidur itu.
Kami memasuki sebuah rumah makan yang bentuk bangunannya semua dari bambu dan suasana didalamnya cukup temaram karena hanya diterangi oleh lampu-lampu kecil diatas setiap meja. Disana disajikan beberapa jenis makanan dari masakan Eropa sampai masakan Indonesia dan juga berbagai macan Sea Food yang bisa memilih sendiri mana ikan yang dikehendaki. Setelah cukup lama menghabiskan waktu disana akhirnya kami pulang kembali ke hotel dengan rasa puas dan perut terasa sangat kenyang sekali.
Tidak lama setelah memasuki kamar hotel dan bergurau sebentar akhirnya aku terlelap tidur karena badanku terasa amat lelah setelah menempuh perjalanan panjang malam sebelumnya. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada malam itu karena begitu terlelapnya sampai seakan seperti orang mati tidurku, pada saat seperti itu aku bermimpi sedang bercumbu dengan pacarku selama kami masih dibangku SMU. Begitu kuat rasa keterangsanganku sehingga malam itu aku bermimpi basah, dan pada saat itu aku terbangun dari tidurku. Akan tetapi alangkah terkejutnya aku saat itu. Karena ternyata Iwan sedang menindihku sambil memelukku erat-erat sambil mencumbuiku, ternyata Iwan adalah seorang gay dan aku sudah menjadi korban nafsunya pada malam itu. Perasaanku jadi gundah antara marah, benci, jengkel, kasihan, berhutang budi dan lain sebagainya yang berkecamuk menjadi satu didalam benakku Sambil membenahi pakaianku lalu aku duduk ditempat tidur, masih dengan mata mengantuk kulontarkan sebuah pertanyaan bodoh.
"Apa yang kamu lakukan padaku, Wan"
Iwan hanya diam saja dan kulihat diwajahnya ada sedikit rasa penyesalan, akan tetapi hal itu tidak lama dan kemudian dia meloncat dari atas tempat tidur sambil berlutut di depanku dia merengkuh kedua tanganku sambil menghiba dia berkata,
"Boy maafkan aku, sekali lagi maafkan aku, aku begitu terpesona kepadamu ketika aku pertama kali melihatmu dipantai Kuta tadi pagi, sehingga aku tegila-gila kepadamu dan dengan berbagai cara aku berusaha untuk mengenalmu dan mengajakmu sampai ketempat tidur seperti malam ini, sekali lagi maukah kamu memaafkan aku"
"Huuh," dengusku.
"Aku tidak akan berdiri sebelum kamu memaafkan aku, memaafkan perbuatanku tadi"
"Huh," dengusku kembali, sambil merenungkan apa yang sudah terjadi pada diriku ini, sampai akhirnya keluar kata dari mulutku.
"Baiklah, tapi kamu harus janji tidak mengulanginya lagi"
"Baik, aku janji," jawab Iwan.
Dan kemudian kami kembali tidur karena memang hari masih larut malam. Akan tetapi aku tidak dapat memejamkan mataku sedetikpun sampai pagi hari sedangkan Iwan yang berbaring disebelahku sudah tertidur lelap sejak aku memaafkan dirinya dan kulihat didalam tidurnya itu bibirnya tersenyum penuh kepuasan. Sambil memandangi wajahnya aku berkata-kata dalam hati.
"Kasihan betul anak ini, sebetulnya dia anak yang baik, yang terbuka, sportif dan tidak kekurangan materi apapun juga, akan tetapi ada sesuatu yang kurang didalam jiwanya. Oh alangkah menderitanya dia, aku berjanji untuk memulihkannya seperti orang lain yang normal"
Demikian kata demi kata, pertanyaan demi pertanyaan berkecamuk didalam hatiku sampai aku akhirnya terlelap dengan sendirinya.
Dan ketika aku bangun pagi ternyata Iwan sudah rapi dia sudah mandi dan berganti pakaian yang bagus dan harum parfumnya begitu semerbak. Terlebih dari itu dia sudah duduk di depan meja bulat yang diatasnya ada dua cangkir kopi susu yang masih mengepulkan asapnya serta berbagai macam kue sebagai sarapan pagi.
"Selamat pagi, Boy. Nyenyak benar tidurmu"
"Hemm," aku tersenyum yang kurasakan begitu kupaksakan.
Aku langsung bangun dan menuju kekamar mandi untuk membersihkan diriku, dan setelah semuanya selesai. Iwan mempersilahkan aku untuk minum kopi susu dan kue yang telah tersedia di meja.
"Boy ayo kita sarapan dulu," sambungnya, "Apa acara kita hari ini yaa"
"Aku mau jalan-jalan sendirian entah kemana," jawabku sambil mengemasi pakaianku ke dalam tas yang kubawa.
"Kau akan pergi, dan aku akan sendiri lagi dalam kesepianku," kata Iwan dengan nada sedih.
"Wan, lupakanlah aku dan anggap saja kita hanya bertemu didalam mimpi saja, ketika kamu bangun semuanya tidak ada didalam kenyataan, biarlah aku menempuh jalanku sendiri dan kamu menempuh jalanmu sendiri. Karena prinsip kita berbeda dan tak mungkin untuk bisa disatukan dalam waktu sekejab saja"
"Bukankah kamu telah memaafkan aku dan aku juga telah berjanji untuk tidak mengulanginya lagi"
"Tapi.. "
Tanpa kuduga dan kusangka sebelumnya Iwan melelehkan air matanya sambil menghiba dia berkata, "Jangan tinggalkan aku Boy, atau aku akan mati di depanmu saat ini."
Aku terperangah dengan kata-kata terakhirnya itu sambil memegang pisau roti yang ada diatas meja dia mengancam akan memotong urat nadinya kalau aku tidak mau memaafkannya dan meninggalkannya pergi, ternyata Iwan mempunyai kemauan yang keras sebelum aku mengatakan dan berjanji tidak akan meninggalkannya, dia tidak mau melepaskan pisau yang dipegangnya erat dengan tangan kanannya walaupun aku sudah mencoba untuk merayunya dengan berbagai macam cara agar dia tidak melukai dirinya.
Akhirnya aku mengalah.
"Baiklah aku akan menemanimu selama di Bali dan aku tidak akan pergi dari tempat ini tanpa kamu" jawabku sekenanya.
Tapi apa yang terjadi ternyata Iwan begitu senangnya dengan janjiku sambil melepaskan pisau roti yang sedari tadi dipegang terus, kemudian dia memelukku dengan eratnya sambil menciumiku sejadi-jadinya. Sedangkan aku yang tidak siap menerima perlakuan seperti itu hanya bisa diam saja, karena aku takut akan melukai perasaannya lagi yang akan berakibat fatal. Aku hanya bisa pasrah saja ketika dia mulai mencumbuiku lagi sambil sesekali mendaratkan ciumannya dibibirku, dileherku, ditelingaku dan terus turun kembali keleher sambil kedua tangannya membukai kancing bajuku sambil menciumi putingku dan terus menyelusuri ketiak dan pinggangku dan terus kepusatku yang memang sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus. Yang membuat Iwan makin bersemangat dan bergairah untuk mencumbuiku, sedangkan aku hanya bisa mendesis kegelian saat merasakan cumbuan Iwan yang seakan-akan tidak pernah berhenti seperti halnya ombak yang bergulung-gulung di pantai Kuta yang berkejar-kejaran susul menyusul.
Sampai tak terasa akhirnya celana yang kupakai juga sudah terbuka ritsletingnya. Dan dengan bernafsunya dia mulai mencumbui punyaku dengan bibirnya walaupun saat ini aku masih memakai celana dalam. Sampai akhirnya aku betul-betul tersangsang dengan cumbuannya itu dan dengan suka rela aku lepaskan semua pakaianku yang memang sudah terbuka semua kancingnya sehingga aku benar-benar dalam keadaan polos, sedangkan Iwan dengan secara perlahan tetapi pasti mulai melepaskan semua pakaian yang menempel ditubuhnya sehingga dia juga dalam keadan polos juga. Kemudian dia seolah-olah mau menerkamku dan kami bergumul entah berapa lama. Yang tadinya aku benar-benar merasa jijik dengan perlakuan Iwan kepadaku, akhirnya sedikit demi sedikit aku mulai bisa menikmatinya, walaupun aku belum bisa mencumbui lawan mainku seperti Iwan mencumbuiku mulai dari atas sampai kebawah dan sebaliknya. Akan tetapi aku hanya bisa bertindak pasif saja dalam melayani kemauan Iwan pada diriku sedangkan Iwan begitu agresif dan aktif sampai-sampai aku kewalahan dalam menerima cumbuannya sehingga tidak lama kemudian aku mencapai puncaknya dan tak lama kemudian Iwan juga mencapai puncaknya juga. Dan dipagi itu juga akhirnya kami berdua terkapar ditempat tidur lagi dan akhirnya kami tertidur lagi tanpa sehelai pakaian yang melekat ditubuh kami.
Setelah menjelang sore barulah kami bangun dari tidur kami dan kurasakan tubuhku begitu pegal-pegal dan malas untuk bangun dan tidak lama kemudian Iwan juga terbangun tanpa terasa aku mengelus-elus sambil memijat-mijat punggungnya yang berkulit lebih putih bila dibandingkan dengan kulitku yang agak hitam ini. Dan ternyata Iwan begitu menikmati elusan dan pijatan tanganku dipunggungnya, karena aku sedikit banyak mempunyai pengalaman pijat urat yang kupelajari dari orang tuaku. Sehingga tangannya tidak kusadari sebelumnya sudah mulai meremas-remas punyaku sambil sekali-kali mengecupnya. Sampai akhirnya adegan tadi pagi terulang kembali akan tetapi tidak begitu lama dan tidak begitu menguras tenaga seperti paginya. Setelah selesai, akhirnya kami mandi bersama di bath tube yang ada dihotel itu sambil sesekali Iwan mendaratkan ciumannya dibibirku, kami saling bermanja seperti layaknya pengantin baru.
Hari-hariku selama bersama Iwan di Bali hampir sebagaian besar kami gunakan untuk saling bercumbu rayu sampai akhirnya tiba waktunya Iwan harus kembali kekotanya ketika aku mengantarkannya dibandara Ngurah Rai karena dia akan pulang dengan naik pesawat. Ketika di lobby bandara sebelum dia masuk keruang tunggu dia sempat memelukku cukup lama dan membisikan ditelingaku
"Boy, aku sayang kamu, dan aku tak akan melupakan kamu, suatu saat kita akan bertemu lagi, sering-sering berkirim surat untukku"
"Baiklah, Wan" kataku perlahan.
Ketika Iwan akan masuk keruang tunggu diatas, dia mengambil tasnya yang cukup besar kemudian dia membukanya dan mengambil sebuah amplop putih yang cukup tebal dan kemudian diselipkan ke dalam tanganku, sambil berlalu,
"Good bye Boy, see you later and don't forget me"
Aku hanya diam mematung sambil melambaikan tanganku tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari mulutku, karena aku merasakan ada sesuatu yang hilang dalam diriku, dan aku sendiri tidak mengetahuinya apa itu. Seakan hidup ini kembali hampa dan sepi kembali tidak ada gairah lagi. Dengan langkah lunglai aku keluar dari lobby bandara Ngurah Rai dan pergi degan tak tahu tujuan mana yang harus kutempuh lagi. Sambil pikiranku terus berkecamuk tak tentu arah
"Apakah aku sudah jatuh cinta dengan Iwan, Apakah aku juga sudah menjadi seorang gay seperti halnya Iwan"
"Ketika aku berangkat dari kampungku, ketika aku meninggalkan pacarku saat dia melambaikan tangannya dipelabuhan, tidak ada sesuatu yang kosong dan hampa akan tetapi mengapa sekarang ketika aku ditinggalkan Iwan aku banar-benar merasa hampa, Apakah aku seorang gay juga. Yah apakah aku seorang gay" tanyaku dalam hati dan terus pertanyaan itu muncul mengantar langkahku yang tak tahu arah tujuannya ini.
Akhirnya langkah kakiku membawaku kembali kekawasan pantai Kuta kembali dan aku kembali duduk termenung dipinggir pantai sambil memandangi ombak yang bergulung-gulung, sambil meraba kantongku yang berisi amplop putih yang cukup tebal pemberian Iwan. Dengan hati berdebar kubuka perlahan amplop tersebut ternyata didalamnya ada cukup banyak uang lembaran dua puluh ribuan yang tak kuhitung jumlahnya akan tetapi terasa banyak bagiku dan baru kali ini aku memegang uang sebanyak itu. Dan didalamnya ada secarik kertas kecil memo dari hotel dengan tulisan tangan Iwan yang cukup singkat.
"Boy, I love you, aku sayang kamu, aku tidak dapat hidup tanpa kamu, Iwan"
Kumasukkan kembali kertas kecil itu ke dalam amplop putih pemberian Iwan, sambil terus merenungkan diriku sendiri,
"Apakah aku sudah menjadi pelacur laki-laki yang menjual dirinya, kehormatannya, harga dirinya hanya demi uang"
"Ah persetan dengan semuanya itu, pokoknya aku bisa mendapatkan segalanya dengan uang yang kumiliki dan tak perlu kerja keras membanting tulang lagi"
Senja dipantai Kuta mulai turun dan pemandangan matahari merah yang mulai tenggelam seakan menghanyutkan aku dengan khayalan demi khayalan, tanpa kusadari aku didekati oleh seorang turis bule, dan dengan bahasa Inggris yang sangat pas-pasan kujawab pertanyaan bule itu, yang akhirnya kuketahui bahwa dia tidak jauh berbeda dengan Iwan yang akhirnya pada malam itu juga aku jadi budak nafsunya, sampai keesokan harinya aku memulai petualanganku yang baru sebagai penjaja cinta sejenis yang begitu semu. Karena seakan sudah terkenal dibelahan bumi manapun kalau pantai Kuta adalah surga bagi turis mancanegara yang terkenal dengan istilah Tripple S yaitu: Sun (matahari), Sand (pasir/pantai) dan Sex.
Jadi dipantai Kuta adalah surga bagi yang menginginkan sex dengan cara apapun karena disana juga banyak gigolo yang kalau siang hari berprofesi sebagai guide selancar air, menyewakan payung pantai dan sebagainya yang kalau diminta dengan senang hati akan melayani kemauan turis-turis asing asalkan ada imbalan uang yang cukup banyak, apapun akan dia lakukan tanpa rasa risih. Sehingga aku juga berpikir apakah aku juga sudah menjadi salah satu bagian dari antara mereka itu. Akan tetapi aku masih bersikap tertutup bila ditempat umum, tidak seperti mereka yang begitu atraktif dan vulgar dalam memikat mangsanya.
Tidak terasa sudah dua bulan lamanya aku berpetualang di pantai Kuta dan sudah tak terhitung lagi berapa banyak laki-laki yang sudah kulayani baik itu turis dari manca negara maupun turis domestik yang memerlukan variasi dalam kehidupan sexnya dan masalah finansial aku tidak mendapatkan kesulitan lagi karena begitu banyak pemberian mereka tanpa kuminta, mereka sudah memberikan lebih dari pada yang kuperlukan.
Sampai suatu hari aku kenal dengan seorang pemuda yang bernama Anton dan dia berasal dari Surabaya. Pada saat itu juga aku teringat akan tujuanku semula datang ke pulau Jawa yaitu untuk meneruskan studiku, sehingga dengan senang hati aku menuruti ajakan Anton untuk pulang ke Surabaya bersamanya. Didalam pesawat terbang dari Denpasar ke Surabaya bersama Anton disisiku, aku merenungkan diriku kembali seolah seperti film yang diputar ulang dari mulai pertemuanku dengan Iwan sampai aku akhirnya menjadi pemuas nafsu laki-laki dan sekarang petualangan baru yang bagaimana lagi yang akan kujalani dikota Surabaya ini.
Setelah kurang lebih setengah jam lamanya diudara akhirnya pesawat mendarat di bandara Juanda dan kami langsung memanggil taksi untuk menuju rumah Anton dikawasan perumahan yang cukup elit di Surabaya Barat. Untuk beberapa lamanya aku tinggal dirumah Anton dan tentunya setiap malam kami tidak melewatkan cumbuan demi cumbuan, dan ternyata kawan-kawan Anton cukup banyak sekali dan aku diperkenalkan satu persatu dengan kawan-kawannya itu yang sebagian besar mereka juga dari kalangan gay, sehingga aku akhirnya mempunyai relasi yang cukup banyak juga, sampai akhirnya aku mendaftarkan diri menjadi mahasiswa disalah satu perguruan tinggi swasta dikota Surabaya.
Dan setelah jadwal perkuliahan dimulai, aku pamit secara baik-baik kepada Anton, bahwa aku akan kost saja didekat kampusku agar tidak terlalu menyusahkan dirinya, walaupun dengan berat hati akhirnya dia meluluskan permintaannku untuk pindah dari rumahnya. Setelah mengikuti kuliah selama kurang lebih dua bulan lamanya, maka timbul rasa jemu dan bosan sehingga tidak ada satupun mata kuliah yang bisa kuserap sampai akhirnya aku benar-benar meninggalkan bangku kuliahku. Dan aku mulai menghubungi kawan-kawan Anton yang pernah diperkenalkan kepadaku dulu. Aku dengan basa-basi menawarkan jasaku untuk memijat apabila ada yang merasa cape atau lelah, dan kalau dimintapun aku akan dengan senang hati melakukan pelayanan yang lainnya asalkan aku memperoleh tambahan uang jasa. Akhirnya jasa yang kutawarkan tersebut ditanggapai oleh banyak orang dari satu mulut ke mulut yang lain, sehingga makin banyak lagi yang menjadi langgananku menikmati pijat plus tadi.
Untuk menjaga privasi agar tertutup rapi dan tidak semua orang disekitarku mengetahui profesiku, maka aku putuskan untuk mencari tempat kost yang jauh dari keramaian, akhirnya kudapatkan sebuah tempat kost dengan kamar ukuran dua kali tiga meter yang terletak disebuah gang yang kecil. Dan agar lebih profesional lagi aku memakai sebuah pager, semua relasiku kuberitahu nomor pagerku agar lebih cepat untuk menghubungi aku kalau lagi memerlukan jasaku. Sedangkan alamat tempat kostku tidak semua orang yang kuberitahu selain beberapa orang yang kupercaya bisa menjaga privasiku dilingkungan tempat kost yang tidak sedikit penghuninya. Jadi semua relasiku cukup menunjukkan tempat dimana aku harus datang atau menyebutkan nomor telepon yang harus kuhubungi.
Hari-hari yang paling menyibukkan bagiku dan merupakan panen bagiku adalah setiap hari Sabtu dan Minggu, karena pada hari-hari tersebut banyak relasiku yang libur dan butuh suasana relaks untuk mengendorkan otot-otot yang lelah. Adapun relasiku bukan hanya dari kalangan kawan-kawan Anton saja akan tetapi sudah meluas sampai kesemua lapisan bahkan dari berbagai macam profesi ada yang dokter, dosen, guru, manager dan juga dari kalangan selebritis juga sudah mengenalku dan sudah tahu nomor pagerku bahkan ada pula pejabat pemerintahan yang juga mengenalku Sehingga kalau ada show dari para selebritis Jakarta yang datang, kadangkala aku sampai tiga hari tiga malam tidak pulang ketempat kostku, karena aku harus melayani mereka secara bergiliran kadang sehari sampai dua atau tiga orang.
Tidak jarang diantara mereka yang menawariku untuk bekerja dengannya, membantu dibidang usahanya. Akan tetapi aku berusaha menolaknya secara halus. Sampai saat ini empat tahun telah berlalu, aku menggeluti bidang ini. Kadang aku berpikir sampai kapan aku terus begini, memang dari segi finansial aku tidak kekurangan karena aku bisa memiliki barang-barang dari jerih payahku seperti halnya televisi, mini compo, motor untuk menemui relasiku bahkan aku juga bisa melengkapi diriku dengan sebuah handphone sehingga kalau ada pager yang masuk aku tidak perlu keluar menuju telepon umum seperti dulu lagi untuk membalas pager tersebut. Sedangkan nomor handphoneku sengaja kurahasiakan dan hanya beberapa orang saja yang mengetahuinya, itupun yang sudah menjadi langganan tetapku.
Hingga saat ini aku belum mempunyai pekerjaan tetap dengan gaji yang tetap pula. Pernah terlintas dalam benakku untuk mulai bekerja dengan pekerjaan yang halal sebagai tenaga apapun, tapi aku jadi takut dengan penghasilanku yang mungkin pada permulaannya gaji yang bakal kuterima sekitar 300 sampai 400 ribu sebulannya, karena aku hanya mengandalkan ijasah SMU saja sedangkan aku hanya menikmati bangku kuliah selama kurang lebih dua bulan, jadi belum ada keahlian khusus yang kudapatkan. Ini yang menjadi dilema dalam kehidupanku kalau bekerja secara halal aku harus memperhitungkan semua pengeluaranku rutin secara hemat sedangkan dengan keadaanku seperti saat ini mungkin penghasilanku selama sebulan bisa melebihi yang sudah mengantongi ijasah tingkat sarjana.
Para pembaca yang budiman berilah kepadaku jalan keluar yang terbaik agar aku boleh menjadi orang yang benar-benar berguna bagi diriku sendiri dan bagi keluargaku, karena sampai saat ini masih belum terlintas dalam pikiranku untuk hidup membina satu keluarga yang bahagia. Dan keluargapun yang di kampung juga belum mengetahui profesi dari anaknya yang jauh di rantau, mereka masih mengharapkan aku tekun belajar dan menjadi seorang sarjana yang baik.
E N D
Berbekal doa restu orang tuaku suatu hari aku memulai perantauanku dengan menumpang sebuah kapal, dalam perjalanan selama berhari-hari cukup membuatku merasa bosan dan jemu akan tetapi tidak banyak kegiatan yang bisa kuperbuat selama itu, sampai akhirnya kapal yang kutumpangi berlabuh di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Ketika itu usiaku belum genap 18 tahun disaat aku memulai petualanganku yang akhirnya aku terseret dalam gelombang kehidupan yang penuh dengan ketidak tentuan ini.
Setelah aku turun dari kapal, aku tidak tahu harus melangkah kemana dan harus kemana, karena aku pada saat itu masih belum mempunyai tujuan yang pasti yang harus kutempuh, aku tidak mempunyai saudara, teman atau sebagainya sebagai tempat tujuanku saat itu. Yang menjadi tekadku saat itu hanyalah ingin mencari informasi tentang pendidikan di berbagai perguruan tinggi yang pada setiap awal tahun ajaran baru, yang seakan-akan berlomba untuk mencari calon mahasiswa sebanyak-banyaknya dan hal itu juga berlaku untuk berbagai macam kursus keterampilan dan lain sebagainya yang coba-coba memanfaatkan lulusan SMU yang baru. Setelah aku mengumpulkan berbagai macam informasi tentang berbagai perguruan tinggi sambil duduk merenungkan akan jurusan apa yang akan kuambil dan juga perguruan tinggi mana yang akan kupilih serta masih banyaknya kesempatan waktu yang tersisa sebelum mendaftar dan mengikuti test masuk perguruan tinggi.
Maka untuk mengisi waktu luang itu aku putuskan untuk pergi kepulau Bali yang konon kata orang adalah pulau dewata atau pulau nirwana. Karena dari Surabaya perjalanan ke Bali jauh lebih dekat dibandingkan kalau aku harus memulai perjalanan ke Bali dari kampung halamanku. Dalam perjalanan itu aku memutuskan untuk naik bus jurusan Surabaya-Denpasar yang banyak berderet dengan berbagai nama itu. Dalam perjalanan dari Surabaya sampai Denpasar tidak ada hal yang istimewa seperti kebanyakan semua penumpang bus dengan perjalanan panjang menggunakan waktunya hanya untuk tidur dan kalaupun berbicara dengan teman sebangku itupun hanya untuk basa basi saja dan kalaupun pembicaraan tidak menarik maka akan saling berdiam diri dan akhirnya mata akan terpejam dengan sendirinya.
Setelah semalan tertidur didalam bus malam paginya aku bangun sudah sampai di Bali dan tidak kuketahui dengan pasti sudah sampai dikota mana itu, yang kutahu perjalanan sampai kekota Denpasar tidak berapa lama lagi sudah sampai, yah mungkin kurang lebih sekitar satu jam.
Sesampainya diterminal bus aku putuskan untuk pergi ketempat rekreasi yang paling terkenal di Bali yaitu pantai Kuta. Maka aku naik bemo atau mikrolet atau apa saja namanya, aku tidak tahu dengan pasti, pokoknya bisa sampai ke Kuta. Setelah sampai didaerah sekitar Kuta aku berjalan kaki sambil menyusuri lorong-lorong jalan yang cukup sempit akan tetapi padat dengan para turis dari mancanegara juga kios-kios kecil yang menawarkan berbagai macam bentuk kerajinan tangan dan cinderamata khas Bali mulai dari gantungan kunci, baju kaos, sarung sampai patung ukiran dan lain sebagainya.
Sampai akhirnya langkah kakiku berhenti dipinggir pantai yang berpasir putih yang dipenuhi oleh turis yang sedang berjemur diterik matahari pantai Kuta. Aku memutuskan untuk mencari tempat berteduh dipantai itu walaupun tidak benar-benar teduh dan sejuk akan tetapi cukup untuk mengurangi teriknya matahari yang begitu menyengat kulitku itu, akan tetapi paling digemari oleh turis-turis. Sambil memandang keindahan pantai Kuta yang membuatku terkagum-kagum yaitu didaerahku juga ada pantai akan tetapi kenapa tidak dikunjungi oleh turis dari mancanegara sebanyak yang di Bali ini. Tidak terasa cukup lama waktu yang kuhabiskan untuk memandangi ombak yang berkejaran silih berganti tiada henti dan tak pernah merasa lelah itu.
Sampai akhirnya aku merasakan adanya tatapan sepasang mata yang memandangiku sejak kapan aku tidak tahu, dia memandangi setiap gerak tubuhku dan setiap pandangan mataku sehingga akhirnya aku merasa risih sendiri, dan dia mungkin juga merasakan kalau aku merasa risih dipandangi terus menerus seperti itu. Dan sebagai reaksinya akhirnya dia bangkit berdiri dan menghampiriku sambil tersenyum dia memperkenalkan dirinya tanpa kuminta terlebih dahulu dia menyebutkan namanya "Iwan."
Dia adalah tipe pemuda yang cukup tampan, berkulit bersih, berpenampilan cukup trendy dengan rambut ikal yang dipotong cukup rapi sehingga terkesan sportif dalam penampilannya, setelah berbasa-basi cukup lama akhirnya kuketahui dia berasal dari Manado dan dia berkunjung ke Bali juga untuk menghabiskan masa liburannya juga karena dia sudah duduk dibangku perguruan tinggi semester tiga dikotanya dan dia datang seorang diri ke Bali dan selama di Bali ini dia bertempat tinggal disebuah hotel yang cukup berbintang karena dia ternyata anak orang cukup berada di kampungnya sana. Singkat cerita setelah berbincang-bincang cukup lama dipantai itu dan dia menanyakan selama di Bali ini aku tinggal dimana. Maka kujawab bahwa aku baru saja datang dari Surabaya pagi tadi dan langsung aku menuju ke Kuta ini.
Dengan tidak ada rasa canggung sama sekali Iwan menawarkan kepadaku untuk tinggal di Hotelnya karena dia merasa sangat kesepian tinggal sendirian. Namun aku merasa tidak enak untuk langsung menerimanya begitu saja tawaran Iwan itu. Aku diam saja sampai aku dikejutkan oleh suaranya yang seakan minta ketegasan dariku.
"Gimana Boy, mau nggak kamu nemenin gue, apalagi hari sudah mulai sore. Daripada kamu cape-cape cari tempat nginap khan mendingan ditempat gue, kamu bisa ngirit dan pokoknya beres deh"
"Oke kalau begitu Wan, aku mau nemenin kamu tapi aku nggak mau nyusahin kamu lho"
"Bereslah, nah kalau gitu kita sekarang ke hotel gue, kita mandi-mandi dulu ntar kita jalan-jalan"
Tidak berapa lama kami sampai disebuah hotel dikawasan pantai Kuta ini dan setelah memasuki sebuah kamar yang cukup besar dan megah kami berbasa-basi sambil minum minuman ringan yang tersedia di mini bar kamar hotel itu dan seakan kami yang baru kenal beberapa jam yang lalu itu sudah seperti layaknya sahabat karib yang sudah kenal selama bertahun-tahun. Setelah Iwan menghabiskan minumnya dia berlalu masuk kamar mandi sambil bersiul-siul kecil. Sedangkan aku sendiri terbengong-bengong kagum, baru kali ini aku masuk dan merasakan kamar hotel berbintang, yang tak pernah kubayangkan sebelumnya didalam hidupku ini. Sampai aku dikejutkan oleh suara Iwan yang baru keluar dari kamar mandi.
"Ayo sekarang ganti kamu, Boy, yang mandi biar segar"
"Oke"
Setelah aku selesai mandi dan berganti pakaian maka kami berdua keluar dari hotel untuk menikmati kehidupan malam di sekitar pantai Kuta yang seolah tak pernah tidur itu.
Kami memasuki sebuah rumah makan yang bentuk bangunannya semua dari bambu dan suasana didalamnya cukup temaram karena hanya diterangi oleh lampu-lampu kecil diatas setiap meja. Disana disajikan beberapa jenis makanan dari masakan Eropa sampai masakan Indonesia dan juga berbagai macan Sea Food yang bisa memilih sendiri mana ikan yang dikehendaki. Setelah cukup lama menghabiskan waktu disana akhirnya kami pulang kembali ke hotel dengan rasa puas dan perut terasa sangat kenyang sekali.
Tidak lama setelah memasuki kamar hotel dan bergurau sebentar akhirnya aku terlelap tidur karena badanku terasa amat lelah setelah menempuh perjalanan panjang malam sebelumnya. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada malam itu karena begitu terlelapnya sampai seakan seperti orang mati tidurku, pada saat seperti itu aku bermimpi sedang bercumbu dengan pacarku selama kami masih dibangku SMU. Begitu kuat rasa keterangsanganku sehingga malam itu aku bermimpi basah, dan pada saat itu aku terbangun dari tidurku. Akan tetapi alangkah terkejutnya aku saat itu. Karena ternyata Iwan sedang menindihku sambil memelukku erat-erat sambil mencumbuiku, ternyata Iwan adalah seorang gay dan aku sudah menjadi korban nafsunya pada malam itu. Perasaanku jadi gundah antara marah, benci, jengkel, kasihan, berhutang budi dan lain sebagainya yang berkecamuk menjadi satu didalam benakku Sambil membenahi pakaianku lalu aku duduk ditempat tidur, masih dengan mata mengantuk kulontarkan sebuah pertanyaan bodoh.
"Apa yang kamu lakukan padaku, Wan"
Iwan hanya diam saja dan kulihat diwajahnya ada sedikit rasa penyesalan, akan tetapi hal itu tidak lama dan kemudian dia meloncat dari atas tempat tidur sambil berlutut di depanku dia merengkuh kedua tanganku sambil menghiba dia berkata,
"Boy maafkan aku, sekali lagi maafkan aku, aku begitu terpesona kepadamu ketika aku pertama kali melihatmu dipantai Kuta tadi pagi, sehingga aku tegila-gila kepadamu dan dengan berbagai cara aku berusaha untuk mengenalmu dan mengajakmu sampai ketempat tidur seperti malam ini, sekali lagi maukah kamu memaafkan aku"
"Huuh," dengusku.
"Aku tidak akan berdiri sebelum kamu memaafkan aku, memaafkan perbuatanku tadi"
"Huh," dengusku kembali, sambil merenungkan apa yang sudah terjadi pada diriku ini, sampai akhirnya keluar kata dari mulutku.
"Baiklah, tapi kamu harus janji tidak mengulanginya lagi"
"Baik, aku janji," jawab Iwan.
Dan kemudian kami kembali tidur karena memang hari masih larut malam. Akan tetapi aku tidak dapat memejamkan mataku sedetikpun sampai pagi hari sedangkan Iwan yang berbaring disebelahku sudah tertidur lelap sejak aku memaafkan dirinya dan kulihat didalam tidurnya itu bibirnya tersenyum penuh kepuasan. Sambil memandangi wajahnya aku berkata-kata dalam hati.
"Kasihan betul anak ini, sebetulnya dia anak yang baik, yang terbuka, sportif dan tidak kekurangan materi apapun juga, akan tetapi ada sesuatu yang kurang didalam jiwanya. Oh alangkah menderitanya dia, aku berjanji untuk memulihkannya seperti orang lain yang normal"
Demikian kata demi kata, pertanyaan demi pertanyaan berkecamuk didalam hatiku sampai aku akhirnya terlelap dengan sendirinya.
Dan ketika aku bangun pagi ternyata Iwan sudah rapi dia sudah mandi dan berganti pakaian yang bagus dan harum parfumnya begitu semerbak. Terlebih dari itu dia sudah duduk di depan meja bulat yang diatasnya ada dua cangkir kopi susu yang masih mengepulkan asapnya serta berbagai macam kue sebagai sarapan pagi.
"Selamat pagi, Boy. Nyenyak benar tidurmu"
"Hemm," aku tersenyum yang kurasakan begitu kupaksakan.
Aku langsung bangun dan menuju kekamar mandi untuk membersihkan diriku, dan setelah semuanya selesai. Iwan mempersilahkan aku untuk minum kopi susu dan kue yang telah tersedia di meja.
"Boy ayo kita sarapan dulu," sambungnya, "Apa acara kita hari ini yaa"
"Aku mau jalan-jalan sendirian entah kemana," jawabku sambil mengemasi pakaianku ke dalam tas yang kubawa.
"Kau akan pergi, dan aku akan sendiri lagi dalam kesepianku," kata Iwan dengan nada sedih.
"Wan, lupakanlah aku dan anggap saja kita hanya bertemu didalam mimpi saja, ketika kamu bangun semuanya tidak ada didalam kenyataan, biarlah aku menempuh jalanku sendiri dan kamu menempuh jalanmu sendiri. Karena prinsip kita berbeda dan tak mungkin untuk bisa disatukan dalam waktu sekejab saja"
"Bukankah kamu telah memaafkan aku dan aku juga telah berjanji untuk tidak mengulanginya lagi"
"Tapi.. "
Tanpa kuduga dan kusangka sebelumnya Iwan melelehkan air matanya sambil menghiba dia berkata, "Jangan tinggalkan aku Boy, atau aku akan mati di depanmu saat ini."
Aku terperangah dengan kata-kata terakhirnya itu sambil memegang pisau roti yang ada diatas meja dia mengancam akan memotong urat nadinya kalau aku tidak mau memaafkannya dan meninggalkannya pergi, ternyata Iwan mempunyai kemauan yang keras sebelum aku mengatakan dan berjanji tidak akan meninggalkannya, dia tidak mau melepaskan pisau yang dipegangnya erat dengan tangan kanannya walaupun aku sudah mencoba untuk merayunya dengan berbagai macam cara agar dia tidak melukai dirinya.
Akhirnya aku mengalah.
"Baiklah aku akan menemanimu selama di Bali dan aku tidak akan pergi dari tempat ini tanpa kamu" jawabku sekenanya.
Tapi apa yang terjadi ternyata Iwan begitu senangnya dengan janjiku sambil melepaskan pisau roti yang sedari tadi dipegang terus, kemudian dia memelukku dengan eratnya sambil menciumiku sejadi-jadinya. Sedangkan aku yang tidak siap menerima perlakuan seperti itu hanya bisa diam saja, karena aku takut akan melukai perasaannya lagi yang akan berakibat fatal. Aku hanya bisa pasrah saja ketika dia mulai mencumbuiku lagi sambil sesekali mendaratkan ciumannya dibibirku, dileherku, ditelingaku dan terus turun kembali keleher sambil kedua tangannya membukai kancing bajuku sambil menciumi putingku dan terus menyelusuri ketiak dan pinggangku dan terus kepusatku yang memang sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus. Yang membuat Iwan makin bersemangat dan bergairah untuk mencumbuiku, sedangkan aku hanya bisa mendesis kegelian saat merasakan cumbuan Iwan yang seakan-akan tidak pernah berhenti seperti halnya ombak yang bergulung-gulung di pantai Kuta yang berkejar-kejaran susul menyusul.
Sampai tak terasa akhirnya celana yang kupakai juga sudah terbuka ritsletingnya. Dan dengan bernafsunya dia mulai mencumbui punyaku dengan bibirnya walaupun saat ini aku masih memakai celana dalam. Sampai akhirnya aku betul-betul tersangsang dengan cumbuannya itu dan dengan suka rela aku lepaskan semua pakaianku yang memang sudah terbuka semua kancingnya sehingga aku benar-benar dalam keadaan polos, sedangkan Iwan dengan secara perlahan tetapi pasti mulai melepaskan semua pakaian yang menempel ditubuhnya sehingga dia juga dalam keadan polos juga. Kemudian dia seolah-olah mau menerkamku dan kami bergumul entah berapa lama. Yang tadinya aku benar-benar merasa jijik dengan perlakuan Iwan kepadaku, akhirnya sedikit demi sedikit aku mulai bisa menikmatinya, walaupun aku belum bisa mencumbui lawan mainku seperti Iwan mencumbuiku mulai dari atas sampai kebawah dan sebaliknya. Akan tetapi aku hanya bisa bertindak pasif saja dalam melayani kemauan Iwan pada diriku sedangkan Iwan begitu agresif dan aktif sampai-sampai aku kewalahan dalam menerima cumbuannya sehingga tidak lama kemudian aku mencapai puncaknya dan tak lama kemudian Iwan juga mencapai puncaknya juga. Dan dipagi itu juga akhirnya kami berdua terkapar ditempat tidur lagi dan akhirnya kami tertidur lagi tanpa sehelai pakaian yang melekat ditubuh kami.
Setelah menjelang sore barulah kami bangun dari tidur kami dan kurasakan tubuhku begitu pegal-pegal dan malas untuk bangun dan tidak lama kemudian Iwan juga terbangun tanpa terasa aku mengelus-elus sambil memijat-mijat punggungnya yang berkulit lebih putih bila dibandingkan dengan kulitku yang agak hitam ini. Dan ternyata Iwan begitu menikmati elusan dan pijatan tanganku dipunggungnya, karena aku sedikit banyak mempunyai pengalaman pijat urat yang kupelajari dari orang tuaku. Sehingga tangannya tidak kusadari sebelumnya sudah mulai meremas-remas punyaku sambil sekali-kali mengecupnya. Sampai akhirnya adegan tadi pagi terulang kembali akan tetapi tidak begitu lama dan tidak begitu menguras tenaga seperti paginya. Setelah selesai, akhirnya kami mandi bersama di bath tube yang ada dihotel itu sambil sesekali Iwan mendaratkan ciumannya dibibirku, kami saling bermanja seperti layaknya pengantin baru.
Hari-hariku selama bersama Iwan di Bali hampir sebagaian besar kami gunakan untuk saling bercumbu rayu sampai akhirnya tiba waktunya Iwan harus kembali kekotanya ketika aku mengantarkannya dibandara Ngurah Rai karena dia akan pulang dengan naik pesawat. Ketika di lobby bandara sebelum dia masuk keruang tunggu dia sempat memelukku cukup lama dan membisikan ditelingaku
"Boy, aku sayang kamu, dan aku tak akan melupakan kamu, suatu saat kita akan bertemu lagi, sering-sering berkirim surat untukku"
"Baiklah, Wan" kataku perlahan.
Ketika Iwan akan masuk keruang tunggu diatas, dia mengambil tasnya yang cukup besar kemudian dia membukanya dan mengambil sebuah amplop putih yang cukup tebal dan kemudian diselipkan ke dalam tanganku, sambil berlalu,
"Good bye Boy, see you later and don't forget me"
Aku hanya diam mematung sambil melambaikan tanganku tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari mulutku, karena aku merasakan ada sesuatu yang hilang dalam diriku, dan aku sendiri tidak mengetahuinya apa itu. Seakan hidup ini kembali hampa dan sepi kembali tidak ada gairah lagi. Dengan langkah lunglai aku keluar dari lobby bandara Ngurah Rai dan pergi degan tak tahu tujuan mana yang harus kutempuh lagi. Sambil pikiranku terus berkecamuk tak tentu arah
"Apakah aku sudah jatuh cinta dengan Iwan, Apakah aku juga sudah menjadi seorang gay seperti halnya Iwan"
"Ketika aku berangkat dari kampungku, ketika aku meninggalkan pacarku saat dia melambaikan tangannya dipelabuhan, tidak ada sesuatu yang kosong dan hampa akan tetapi mengapa sekarang ketika aku ditinggalkan Iwan aku banar-benar merasa hampa, Apakah aku seorang gay juga. Yah apakah aku seorang gay" tanyaku dalam hati dan terus pertanyaan itu muncul mengantar langkahku yang tak tahu arah tujuannya ini.
Akhirnya langkah kakiku membawaku kembali kekawasan pantai Kuta kembali dan aku kembali duduk termenung dipinggir pantai sambil memandangi ombak yang bergulung-gulung, sambil meraba kantongku yang berisi amplop putih yang cukup tebal pemberian Iwan. Dengan hati berdebar kubuka perlahan amplop tersebut ternyata didalamnya ada cukup banyak uang lembaran dua puluh ribuan yang tak kuhitung jumlahnya akan tetapi terasa banyak bagiku dan baru kali ini aku memegang uang sebanyak itu. Dan didalamnya ada secarik kertas kecil memo dari hotel dengan tulisan tangan Iwan yang cukup singkat.
"Boy, I love you, aku sayang kamu, aku tidak dapat hidup tanpa kamu, Iwan"
Kumasukkan kembali kertas kecil itu ke dalam amplop putih pemberian Iwan, sambil terus merenungkan diriku sendiri,
"Apakah aku sudah menjadi pelacur laki-laki yang menjual dirinya, kehormatannya, harga dirinya hanya demi uang"
"Ah persetan dengan semuanya itu, pokoknya aku bisa mendapatkan segalanya dengan uang yang kumiliki dan tak perlu kerja keras membanting tulang lagi"
Senja dipantai Kuta mulai turun dan pemandangan matahari merah yang mulai tenggelam seakan menghanyutkan aku dengan khayalan demi khayalan, tanpa kusadari aku didekati oleh seorang turis bule, dan dengan bahasa Inggris yang sangat pas-pasan kujawab pertanyaan bule itu, yang akhirnya kuketahui bahwa dia tidak jauh berbeda dengan Iwan yang akhirnya pada malam itu juga aku jadi budak nafsunya, sampai keesokan harinya aku memulai petualanganku yang baru sebagai penjaja cinta sejenis yang begitu semu. Karena seakan sudah terkenal dibelahan bumi manapun kalau pantai Kuta adalah surga bagi turis mancanegara yang terkenal dengan istilah Tripple S yaitu: Sun (matahari), Sand (pasir/pantai) dan Sex.
Jadi dipantai Kuta adalah surga bagi yang menginginkan sex dengan cara apapun karena disana juga banyak gigolo yang kalau siang hari berprofesi sebagai guide selancar air, menyewakan payung pantai dan sebagainya yang kalau diminta dengan senang hati akan melayani kemauan turis-turis asing asalkan ada imbalan uang yang cukup banyak, apapun akan dia lakukan tanpa rasa risih. Sehingga aku juga berpikir apakah aku juga sudah menjadi salah satu bagian dari antara mereka itu. Akan tetapi aku masih bersikap tertutup bila ditempat umum, tidak seperti mereka yang begitu atraktif dan vulgar dalam memikat mangsanya.
Tidak terasa sudah dua bulan lamanya aku berpetualang di pantai Kuta dan sudah tak terhitung lagi berapa banyak laki-laki yang sudah kulayani baik itu turis dari manca negara maupun turis domestik yang memerlukan variasi dalam kehidupan sexnya dan masalah finansial aku tidak mendapatkan kesulitan lagi karena begitu banyak pemberian mereka tanpa kuminta, mereka sudah memberikan lebih dari pada yang kuperlukan.
Sampai suatu hari aku kenal dengan seorang pemuda yang bernama Anton dan dia berasal dari Surabaya. Pada saat itu juga aku teringat akan tujuanku semula datang ke pulau Jawa yaitu untuk meneruskan studiku, sehingga dengan senang hati aku menuruti ajakan Anton untuk pulang ke Surabaya bersamanya. Didalam pesawat terbang dari Denpasar ke Surabaya bersama Anton disisiku, aku merenungkan diriku kembali seolah seperti film yang diputar ulang dari mulai pertemuanku dengan Iwan sampai aku akhirnya menjadi pemuas nafsu laki-laki dan sekarang petualangan baru yang bagaimana lagi yang akan kujalani dikota Surabaya ini.
Setelah kurang lebih setengah jam lamanya diudara akhirnya pesawat mendarat di bandara Juanda dan kami langsung memanggil taksi untuk menuju rumah Anton dikawasan perumahan yang cukup elit di Surabaya Barat. Untuk beberapa lamanya aku tinggal dirumah Anton dan tentunya setiap malam kami tidak melewatkan cumbuan demi cumbuan, dan ternyata kawan-kawan Anton cukup banyak sekali dan aku diperkenalkan satu persatu dengan kawan-kawannya itu yang sebagian besar mereka juga dari kalangan gay, sehingga aku akhirnya mempunyai relasi yang cukup banyak juga, sampai akhirnya aku mendaftarkan diri menjadi mahasiswa disalah satu perguruan tinggi swasta dikota Surabaya.
Dan setelah jadwal perkuliahan dimulai, aku pamit secara baik-baik kepada Anton, bahwa aku akan kost saja didekat kampusku agar tidak terlalu menyusahkan dirinya, walaupun dengan berat hati akhirnya dia meluluskan permintaannku untuk pindah dari rumahnya. Setelah mengikuti kuliah selama kurang lebih dua bulan lamanya, maka timbul rasa jemu dan bosan sehingga tidak ada satupun mata kuliah yang bisa kuserap sampai akhirnya aku benar-benar meninggalkan bangku kuliahku. Dan aku mulai menghubungi kawan-kawan Anton yang pernah diperkenalkan kepadaku dulu. Aku dengan basa-basi menawarkan jasaku untuk memijat apabila ada yang merasa cape atau lelah, dan kalau dimintapun aku akan dengan senang hati melakukan pelayanan yang lainnya asalkan aku memperoleh tambahan uang jasa. Akhirnya jasa yang kutawarkan tersebut ditanggapai oleh banyak orang dari satu mulut ke mulut yang lain, sehingga makin banyak lagi yang menjadi langgananku menikmati pijat plus tadi.
Untuk menjaga privasi agar tertutup rapi dan tidak semua orang disekitarku mengetahui profesiku, maka aku putuskan untuk mencari tempat kost yang jauh dari keramaian, akhirnya kudapatkan sebuah tempat kost dengan kamar ukuran dua kali tiga meter yang terletak disebuah gang yang kecil. Dan agar lebih profesional lagi aku memakai sebuah pager, semua relasiku kuberitahu nomor pagerku agar lebih cepat untuk menghubungi aku kalau lagi memerlukan jasaku. Sedangkan alamat tempat kostku tidak semua orang yang kuberitahu selain beberapa orang yang kupercaya bisa menjaga privasiku dilingkungan tempat kost yang tidak sedikit penghuninya. Jadi semua relasiku cukup menunjukkan tempat dimana aku harus datang atau menyebutkan nomor telepon yang harus kuhubungi.
Hari-hari yang paling menyibukkan bagiku dan merupakan panen bagiku adalah setiap hari Sabtu dan Minggu, karena pada hari-hari tersebut banyak relasiku yang libur dan butuh suasana relaks untuk mengendorkan otot-otot yang lelah. Adapun relasiku bukan hanya dari kalangan kawan-kawan Anton saja akan tetapi sudah meluas sampai kesemua lapisan bahkan dari berbagai macam profesi ada yang dokter, dosen, guru, manager dan juga dari kalangan selebritis juga sudah mengenalku dan sudah tahu nomor pagerku bahkan ada pula pejabat pemerintahan yang juga mengenalku Sehingga kalau ada show dari para selebritis Jakarta yang datang, kadangkala aku sampai tiga hari tiga malam tidak pulang ketempat kostku, karena aku harus melayani mereka secara bergiliran kadang sehari sampai dua atau tiga orang.
Tidak jarang diantara mereka yang menawariku untuk bekerja dengannya, membantu dibidang usahanya. Akan tetapi aku berusaha menolaknya secara halus. Sampai saat ini empat tahun telah berlalu, aku menggeluti bidang ini. Kadang aku berpikir sampai kapan aku terus begini, memang dari segi finansial aku tidak kekurangan karena aku bisa memiliki barang-barang dari jerih payahku seperti halnya televisi, mini compo, motor untuk menemui relasiku bahkan aku juga bisa melengkapi diriku dengan sebuah handphone sehingga kalau ada pager yang masuk aku tidak perlu keluar menuju telepon umum seperti dulu lagi untuk membalas pager tersebut. Sedangkan nomor handphoneku sengaja kurahasiakan dan hanya beberapa orang saja yang mengetahuinya, itupun yang sudah menjadi langganan tetapku.
Hingga saat ini aku belum mempunyai pekerjaan tetap dengan gaji yang tetap pula. Pernah terlintas dalam benakku untuk mulai bekerja dengan pekerjaan yang halal sebagai tenaga apapun, tapi aku jadi takut dengan penghasilanku yang mungkin pada permulaannya gaji yang bakal kuterima sekitar 300 sampai 400 ribu sebulannya, karena aku hanya mengandalkan ijasah SMU saja sedangkan aku hanya menikmati bangku kuliah selama kurang lebih dua bulan, jadi belum ada keahlian khusus yang kudapatkan. Ini yang menjadi dilema dalam kehidupanku kalau bekerja secara halal aku harus memperhitungkan semua pengeluaranku rutin secara hemat sedangkan dengan keadaanku seperti saat ini mungkin penghasilanku selama sebulan bisa melebihi yang sudah mengantongi ijasah tingkat sarjana.
Para pembaca yang budiman berilah kepadaku jalan keluar yang terbaik agar aku boleh menjadi orang yang benar-benar berguna bagi diriku sendiri dan bagi keluargaku, karena sampai saat ini masih belum terlintas dalam pikiranku untuk hidup membina satu keluarga yang bahagia. Dan keluargapun yang di kampung juga belum mengetahui profesi dari anaknya yang jauh di rantau, mereka masih mengharapkan aku tekun belajar dan menjadi seorang sarjana yang baik.
E N D
Aksi Liar di Tengah Malam
Ach, alangkah eloknya pantai Sanur di waktu
senja, gumamku di sela-sela kesepian yang menyelimuti kesendirianku
petang itu. Ternyata sudah hampir dua jam lamanya aku duduk-duduk
bernaung di bawah tenda kafe ini sambil menikmati pemandangan pantai
Sanur, seolah-olah waktu berlalu begitu cepatnya, ketika kulirik jam
tangan G-Shock yang melingkar di lengan kiriku, sudah hampir jam 6
sore.
Sebenarnya aku tak pernah semalas ini sebelumnya, dapat kupastikan tak pernah sekalipun! seingatku, baru kali ini aku menjadi seorang pemalas yang kerjaannya hanya membuang-buang waktu tanpa melakukan sesuatu apa pun, selain memikirkan masa lalu ditemani gemuruh ombak pantai yang sesekali tampak menggelora, seperti gejolak masa mudaku. Yah, kupikir sesekali bermalas-malasan seperti ini oke juga! aku bagai sedang menikmati hidupku, masa mudaku, tanpa memikirkan diktat-diktat kuliah yang menumpuk di meja belajarku di Melbourne. Mengingat kota itu, sama saja mengingat segudang tugas kuliah, laporan praktikum, dan tampang dosen paling eksentrik di kampus, Mr Brown. Menjengkelkan!
Oke, sampai disini aku rasa aku sudah kebanyakan basa-basi. Aku lupa kalau aku harus memperkenalkan diriku, lucu yah?!? pepatah bilang: Tak kenal maka tak sayang, benar nggak? Namaku sebut saja Steve, I'm 23 years old in the mid of this year. Aku asli warganegara Indonesia, sekalipun di dalam darahku, mengalir darah campuran Western dan Chineese. Kini aku berada di Bali hanya dalam rangka berlibur, setelah aku menyelesaikan studiku di Melbourne.
Mungkin, para pembaca yang kucintai bertanya-tanya, mengapa aku menulis untuk situs ini? Apa aku kurang kerjaan? Tentu saja, tidak! lantas, mengapa aku menulis untuk kolom sesama pria? Apakah aku ini gay atau homoseksual? Mungkin! Aku pun kadangkala bingung sendiri dengan orientasi seksualku, apakah aku ini gay? Tetapi kalau divonis seperti itu, aku sendiri tak bisa menjawab iya! Petualangan cintaku sebetulnya cukup banyak dan mungkin bagi sebagian orang tampak begitu rumit. Aku juga pernah jatuh cinta pada wanita, bahkan sekali waktu aku pernah memacari dua wanita sekaligus dalam kurun waktu yang bersamaan, namun tak bertahan lama. Kami putus setelah mereka sadar bahwa aku ini bukan tipe cowok yang setia, hah. Bagaimana bisa setia kalau cintaku harus terbagi fifty-fifty.
Waktu duduk di bangku SMU, aku juga pernah beberapa kali berpacaran dengan beberapa gadis top di sekolah, tapi yang paling berkesan tentu saja dengan seorang anggota cheerleader, sebut saja namanya Mawar. Dia adalah pengalaman pertamaku, mengenal apa yang disebut hubungan seks. Sampai detik ini, aku tak pernah lagi melakukannya dengan wanita, sekalipun di Melbourne kesempatan untuk berbuat seperti itu terbuka lebar untukku. Tetapi, disela-sela perjalanan cintaku dengan beberapa cewek itu, aku tak bisa mengingkari, bahwa ada terselip nama beberapa orang teman cowok yang pernah mengarungi lautan asmara bersamaku. Itu yang coba kuceritakan pada para pembaca saat ini, satu demi satu berdasarkan apa yang aku ingat. Setidaknya ada tiga orang yang menorehkan kesan mendalam untukku, Denny, Valent, dan seorang lagi adalah cowok Taiwan yang satu kelas denganku di Melbourne, sebut saja namanya Zai-Zai.
Aku mulai dari Denny, teman cowok yang aku kenal ketika kami sama-sama duduk di bangku kelas 3 SMP. Kami memang tidak satu sekolah, aku mengenalnya dalam sebuah pertandingan volley antar sekolah dimana team volley kebanggaan sekolah kami bertemu dengan team sekolah Denny di babak final. Dengan tidak melebih-lebihkan, jujur kuakui kalau Denny itu jago banget main volley. Pantas, kalau teman-temanku yang mengenalnya sebelum aku, menyebut Denny "sang Maestro dari SMP 12", kehebatannya dibuktikan dengan menang telak atas tim sekolahku waktu itu. Tetapi meski begitu, ia tipe cowok yang low profile, dan itu yang paling aku suka dari kepribadiannya. Kalau bicara tentang penampilan fisik, sekalipun bagiku itu nomor dua, Denny tak terlalu mengecewakan. Senyuman dan tampangnya sekilas mirip bintang iklan mie gelas yang ada di TV, aku tak tahu nama bintang iklan itu, tapi kurang lebih seperti itulah Denny.
Sesaat setelah pertandingan final usai, dan tim Denny dinyatakan sebagai pemenang, Aku masih ingat betul ketika anggota tim kami dan tim lawan bergantian saling berjabat tangan dan saling peluk sebagai tanda persahabatan dan sportivitas. Ketika giliranku memeluk tubuh Denny, aku seolah merasakan getaran batin yang begitu kuat di dadaku, aku deg-degan! Kupikir, barangkali itu dikarenakan aura Denny yang memancarkan karisma yang begitu kuat di dalam dirinya. Hah, Denny. Mengingatnya, membuat gejolak dan gairah masa remajaku bangkit kembali. Kini, Aku memang merindukannya, ingin sekali aku bertemu dengannya dan mengulangi apa yang pernah kami lakukan ketika usia kami masih dianggap anak bau kencur.
Suatu sore, aku merasa kejenuhan yang teramat sangat. Entah mengapa, aku sendiri tak tahu. Tapi yang jelas, aku lagi BeTe. Kerjaanku sejak siang hanya mengurung diri di kamar, tapi tak bisa tidur. Sesekali aku keluar hanya untuk mondar-mandir bak orang linglung. Lama-kelamaan aku bisa gila kalau tidak melakukan apa-apa, pikirku. Papa dan Mama belum pulang, sebenarnya ini merupakan kesempatan besar bagiku kalau aku mau "kabur" dengan BMW kesayangan papa. Papa nggak akan mengijinkan aku keluar kalau ia sudah datang, apalagi membawa BMW-nya. Katanya, saat berkumpul bersama keluarga adalah saat yang sangat penting. Hah, omong kosong! Tiap hari mereka berdua keluyuran sendiri dan pulang tidak pernah sebelum jam delapan, sementara aku dilupakan. Kalau pun ingat, paling-paling hanya dibawakan oleh-oleh sebungkus fried chicken kegemaranku.
Aku pun tak mau mengulur waktu lagi, aku harus pergi sekarang atau tidak sama sekali! Aku cepat-cepat saja kembali ke kamarku, menukar kaos oblongku dengan kaos kutung. Kalau keluyuran, aku lebih suka pakai kaos kutung. Aku memang tak begitu acuh dengan pakaian dan formalitas. Kalau enak dan aku suka, yah kupakai! Lagian, kata beberapa teman, lenganku berotot, jadi tampak seksi kalau aku pakai kaos kutungan. Hah, mereka memang ada-ada saja. Coba yang bilang begitu bukan orang berotak rada sinting seperti mereka, pasti PD-ku bakal lebih meningkat!
Aku tahu pasti dimana papaku biasa menyimpan kunci duplikat BMW-nya, yaitu di laci kamar yang kadang-kadang tidak dikunci kalau waktunya Mbok Ran membersihkan kamar. Dan sungguh, Dewi keberuntungan memang berpihak padaku sore itu, maka langsung kusikat saja sebuah kunci mobil dan STNK dari dalam laci kamar papa yang memang tidak dikunci. Mbok Ran memergokiku dan beliau sempat mencegahku, tapi aku cuek saja, malahan aku menggodanya dengan mencium pipinya dan langsung kabur. Cewek mana sih yang tidak akan terhipnotis setelah mendapat ciuman mautku? Kujamin, pasti Mbok Ran tidak akan membasuh mukanya sampai hari ketujuh, hah. Anak juragan yang nakal!
Sore itu sebetulnya aku sudah tahu pasti kemana aku akan pergi dengan BMW papaku, yaitu ke SMP 12. Sore itu jadwal Denny latihan volley di sekolahnya, dan ia biasanya selesai latihan jam 6 sore, sepuluh menit lagi! Aku ingin sekalian menjemputnya dan sesudah itu mengajaknya jalan-jalan ke mall. Supaya Denny tidak pulang mendahuluiku, maka kuputuskan untuk menelponnya dulu. Hampir saja aku terlambat, Denny sebetulnya sudah selesai latihan saat itu dan ia memang akan segera pulang. Tapi begitu aku menelponnya dan menawarinya jalan-jalan, Denny tak kuasa untuk menolak. Anak satu ini ternyata suka keluyuran juga, gumamku seusai menutup HP sambil nyengir. Tak lama kemudian, aku sudah sampai di depan pagar SMP 12, di ujung jalan, Denny sudah tampak menungguku dengan memegang sebuah bola volley ditangannya.
"Mau jalan-jalan kemana, Steve?" tanyanya setelah duduk di sampingku di jok depan. Aku memandangnya sesaat sambil nyengir.
"Pokoknya ikut aja!" sahutku sambil menggerakkan persneling di samping pahaku.
Sejenak, sempat kuperhatikan pakaian sport yang dipakai Denny, kaos kutung dan celana pendek birunya yang sama persis dengan yang dipakainya ketika pertandingan dulu. Tak luput juga dari perhatianku, betis dan separuh pahanya yang ditumbuhi bulu-bulu yang lebat. Tapi jangan berburuk sangka dulu, waktu itu aku tidak berpikir jorok sama sekali, hanya saja aku sedikit kaget karena kupikir agak tidak wajar kalau usia seumuran kami, sudah punya bulu-bulu selebat itu, betisku saja sampai saat itu masih mulus.
"Gila, bulu kamu lebat banget, Den!" kataku sambil berdecak dan berlagak seolah aku mengaguminya, memang!
"Emangnya kenapa? enggak boleh?" tantang Denny.
"Enggak, enggak pa-pa kok! aku cuma rada iri, hehe," sahutku ngocol.
"Oh, gitu yah? kayak orang yang nggak punya bulu aja! Jangan pura-pura deh, yang disembunyiin pasti lebih lebat dari punyaku!" sahut Denny ngasal. Aku sih hanya senyam-senyum saja mendengarnya.
"Kalau kepengen tahu, bilang aja terus terang!" kataku dalam hati.
"Steve, antar aku pulang dulu yah. Masak jalan-jalan pakai baju beginian?" pinta Denny lagi.
Ia lantas menyebutkan alamat rumahnya yang tidak begitu jauh dari sekolah. Aku sih setuju saja mengantar Denny pulang dulu, biar sekalian aku juga tahu dimana rumahnya.
Setiba dirumahnya, Denny mengajakku masuk sebentar sementara menunggunya mandi dan ganti baju. Aku menunggu Denny mandi kurang lebih sepuluh menitan di ruang tamunya yang cukup luas. Sesudah itu, Denny turun dari kamarnya di lantai dua dengan pakaian yang tak jauh beda dengan pakaian yang aku pakai, setelan celana jeans dan kaos kutung, hanya saja ia melapisinya dengan jacket.
"Oke aku siap!" kata Denny kemudian sambil menutup restsleting celananya yang masih setengah terbuka karena terburu-buru. Denny keluar lebih dahulu, sementara aku menyeruput habis orange juice-ku yang masih tersisa separuh di atas meja tamu.
Singkat cerita, malam itu kami sempat berkeliling kota, berjalan-jalan di mall sambil menebar pesona, dan makan malam di salah satu restoran fast food. Tak begitu mengecewakan acara yang kami buat malam ini, paling tidak saat di mall, kami sempat berkenalan dengan beberapa orang gadis cantik, yang salah seorang diantaranya ternyata seorang artis sinetron.
Aku dan Denny memutuskan pulang setelah jam 10 malam, entah mengapa aku begitu senang malam itu. Aku benar-benar lupa bahwa ketika aku sampai di rumah nanti, aku harus siap menerima dampratan dari papa plus omelan dari Mama, atau paling parah aku tidak akan diberi uang saku selama seminggu. Tapi aku mulai merasa galau ketika dalam perjalanan pulang, pikiranku tidak bisa tenang memikirkan hukuman apa yang akan aku terima nanti. Dengan takut-takut, aku memutuskan untuk menelepon ke rumah setidaknya mengabarkan kalau aku pulang telat malam ini. Untunglah, yang menerima teleponku Mbok Ran. Dari beliau juga ku ketahui bahwa papa dan Mama tidak pulang malam ini karena harus menemani relasi papa menginap di hotel.
"Mbok Ran, aku malam ini kayaknya juga nggak pulang, aku nginap di rumah temanku, kerja PR!" kataku mengada-ada.
Padahal, aku belum bilang pada Denny, kalau aku mau menginap di rumahnya. Setelah, telepon kututup. Denny memandangku sambil mengernyitkan kening.
"Nginap di rumah teman? kerja PR? teman mana yang kamu maksud?" tanya Denny.
"Temanku yang di kutub selatan. Siapa lagi? ya kamulah! boleh kan aku nginap di tempatmu malam ini? kebetulan papa dan Mamaku nggak di rumah malam ini. Please," pintaku sambil berlagak memelas.
Denny tampak berpikir sebentar sambil mengernyitkan keningnya dan menggigit-gigit bibir bawahnya, seolah-olah keberatan menerimaku menginap di rumahnya.
"Ayo dong, jangan pelit-pelit! apa perlu bayar untuk nginap semalam?" gurauku masih dengan nada memelas. Lucu, baru seminggu kenal, sudah bisa seakrab gini.
"Oke, aku bilang sama ortu-ku dulu, sekalian aku tanya tarif sewa hotelnya semalam! soalnya yang punya hotel kan mereka. Tapi kalau seandainya ortu-ku lagi nggak mood or nggak setuju, jangan maksa loh yah! Lagian, belakangan ini banyak kasus perampokan rumah sih, jadi kemungkinan besar ortuku nggak sembarang terima orang iseng yang mau nginap," kata Denny sambil bermimik serius.
"Brengsek, emangnya aku maling apa?!?" sahutku ketus.
Tak lama sesudah itu, kami sampai di rumah Denny yang tampak asri sekalipun tak terlalu mewah dibandingkan rumah tetangganya.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, malam itu kedua orang tua Denny tidak keberatan sama sekali kalau aku menginap di rumah mereka, bermalam sekamar dengan Denny di lantai dua. Denny mengantarku ke dalam kamarnya yang lumayan besar dan sejuk. Kupikir, kamar Denny masih lebih nyaman daripada kamarku.
Di sudut ruangan, tampak satu set meja belajar dengan buku-buku yang tertata rapi, disebelahnya ada seperangkat televisi, tape compo dan playstation. Semua koleksi CD-nya pun tertata apik disebuah rak panjang disebelahnya. Ternyata, Denny bukan cuma keren, namun orang yang perfeksionis dan cinta kerapian. Jauh berbeda dengan sifatku yang rada "jorok", hehe. Tetapi, para sesepuh bilang kalau "perbedaan itu indah"! (hah, membela diri nih!)
Wah, ini awal dari kisah yang menegangkan dalam ceritaku ini. Bermula pada saat Denny melepaskan pakaiannya satu per satu di depan mataku tanpa rasa canggung sedikit pun. Kala itu, pintu sudah terkunci, bahkan berani kupastikan seekor kecoa pun tidak akan bisa masuk, apalagi gajah! Entah kenapa, bagai terhipnotis, mataku melotot tak berkedip memandang tubuh mulusnya yang sesaat dipamerkan di hadapanku. Dadanya yang bidang dan putih mulus, perutnya yang datar, dan lebih lagi bulu-bulunya yang tampak mulai lebat di dada dan ketiaknya.
Denny tampak begitu macho dan jauh lebih seksi dengan bertelanjang dada dan hanya dibungkus oleh celana jeans ketat dengan sabuk besi yang mulai dibukanya perlahan. Denny bahkan sama sekali tidak canggung, bergerak kesana kemari di hadapanku sambil melepaskan pakaiannya dan kemudian menggantungnya satu per satu di balik pintu kamar.
Sementara aku, denyut jantungku berdegup lebih kencang, dan untuk sedikit menenangkannya, aku merangsek ke tengah spring bed sambil bersandar di tembok. Tatapan mataku belum lepas dari Denny. Entahlah, kurasa aku belum pernah merasakan yang seperti ini sebelumnya ketika memandang tubuh teman-teman priaku. Bahkan sekalipun aku sering mandi bersama dengan kakak cowokku dan sama-sama dalam keadaan telanjang bulat, aku tidak merasakan apa-apa.
Denny menarik restletingnya ke bawah, kemudian ia memelorotkan celana jeansnya yang agak sesak, ia tak langsung berganti celana, melainkan menggantung celana jeans tersebut di balik pintu dan sekalian mengambil celana kolornya yang juga tergantung di tempat yang sama. Karena itu, aku bisa menikmati pemandangan pahanya yang mulus, bulu-bulu yang tidak kalah lebatnya dari bagian atasnya, dan tentu saja CD G-Stringnya yang berwarna putih dan rada transparan mempertontonkan lubang pantatnya. Juga tak kalah menarik, yaitu tonjolan besar dibagian depan CD-nya itu.
Wow, sekilas saja aku melihatnya sudah membuat air liurku menetes tak keruan. Gila benar, badannya bagus banget, pikirku. Sementara itu, penis kesayanganku di bawah sana sudah mulai membatu, keras dan mulai terasa sesak memenuhi CD-ku. Sesaat, kumasukkan tanganku ke balik celanaku untuk membetulkan letak penisku agar tidak kejepit.
Usai tontonan yang cukup membikin jantungku hampir copot itu, Denny mendekatiku, tetap ia sama sekali tak menyadari kalau mataku jelalatan sejak tadi memandangi tubuhnya yang nyaris bugil. Denny duduk disisiku di atas ranjang, ia pun bersandar. Ia mengambil sebuah buku di meja yang ada di sisi ranjang. Setelah kuamati, ternyata buku yang dipegangnya adalah diktat Biologi kelas 2.
"Ngapain belajar itu? Ebtanas bukannya masih dua bulan lagi?" tanyaku heran.
"Iya sih, tapi besok aku ada try out. So, sorry banget kalau aku nemenin kamu sambil belajar. Nggak pa-pa kan? kamu kamu suka main PS, main aja asal jangan nyalain tape aja. Aku nggak bisa konsen kalau bising! enggak pa-pa kok, anggap aja rumah aku! hehe," gurau Denny sambil nyengir.
Aku sebenarnya rada kecewa mendengarnya, soalnya sebelumnya aku pikir kalau Denny bakal menemaniku ngobrol sepanjang malam, karena ada satu masalah yang ingin aku curhatin sama dia. Karena selama ini, aku belum menemukan seorang sahabat yang bisa aku percaya untuk menyimpan rahasia dan begitu dewasa seperti Denny.
Aku merapatkan badanku ke badan Denny, sambil berpura-pura membaca apa yang ia baca. Sementara Denny tampak begitu serius belajar dan membalik halaman demi halaman buku yang tebalnya lebih 2 cm itu. Karena saking konsentrasinya Denny belajar, timbul ide gilaku untuk membantu sedikit mengendurkan urat syaraf otaknya yang tegang.
Aku mengeluarkan jurusku yang pertama. Aku ambil dompetku dari saku belakang celanaku, lalu dari dalamnya aku ambil sebuah foto layak sensor, apalagi kalau bukan foto telanjang seorang cowok yang sedang full ereksi. Kemudian, foto itu kutaruh di tengah-tengah halaman buku yang sedang dibaca Denny. Kontan saja, Denny kaget melihatnya, dia sedikit marah karena aku ganggu, tapi mungkin waktu itu ia sempat curiga melihat aku punya foto seperti itu.
"Gila, apa ini?" katanya ketus sambil melemparkan foto itu atas ranjang.
Denny melanjutkan lagi belajarnya, mukanya setengah kusut. Tapi aksiku tak berhenti sampai disana, aku ambil foto itu dan kutunjukkan lagi pada Denny, kali ini tidak di atas lembaran buku, namun kusodorkan ke depan mukanya.
"Ini pelajaran yang kamu baca barusan, yang ini gambar anatomi tubuh manusia yang lebih jelas dan nyata, gimana?" kataku sambil nyengir.
Kemudian, aku sebutkan satu persatu bagian tubuh yang ada di gambar itu, berlagak seolah-olah seorang guru yang mengajari muridnya. Tetapi begitu sampai pada bagian vital yaitu penis, tanganku tak lagi menunjuk pada gambar, namun refleks meraba penis Denny sendiri.
"Yang ini namanya penis, mengerti?" kataku menantang, sementara itu tanganku tak mau beranjak memegang penis Denny, karena begitu pertama kali aku menyentuh penisnya, aku merasakan penis Denny sudah mengeras. Cukup lama juga aku meraba-raba penis Denny sampai akhirnya Denny menyingkirkan tanganku dari area terlarangnya.
"Stop, apa-apaan sih kamu ini?" bentak Denny sambil menggeser tubuhnya sedikit menjauh. Tapi sudah terlihat di raut mukanya, kalau Denny sudah tidak bisa sekonsen tadi menghadapi buku pelajaran yang dipegangnya. Ia hanya berpura-pura konsentrasi, aku tahu itu! Tapi aku sadar, aku tak boleh mengganggunya kalau ia tidak suka, takutnya ia malah jengkel dan mengusirku malam itu, apalagi jam sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam.
Aku lantas berbaring, aku merasa rada capek, tapi anehnya aku tak ingin cepat tidur sebelum Denny tidur karena aku tak bisa tidur dalam keadaan terang benderang seperti saat itu, tetapi di samping itu, aku juga masih memikirkan tubuh telanjang Denny yang begitu seksi yang kulihat tadi.
Aku hanya berbaring tanpa memejamkan mata, kupandangi langit-langit sambil sesekali mencuri-curi pandang ke arah Denny di sebelahku. Cukup lama aku menunggu, karena Denny baru berbaring setelah jam 1 dini hari. Raut mukanya sudah tampak kelelahan sekali. Tetapi anehnya, untuk beberapa saat, aku perhatikan kalau Denny seperti orang gelisah, beberapa kali ia membolak-balik posisi tidurnya seperti kue serabi.
"Mikirin apa? Kok nggak tidur-tidur?" tanyaku pelan.
Denny mengubah posisi tidurnya lagi, kali ini menghadap aku. Begitu dekatnya muka kami berdua, sehingga aku bisa melihat lebih jelas sepasang mata indahnya dan hidungnya yang mancung, serta bibir tipisnya yang menawan itu.
"Kau juga kenapa belum tidur?" katanya balik bertanya.
"Aku nggak biasa tidur jika lampu hidup!"
"Nah, sekarang lampu kan sudah kumatikan, tidurlah!"
"Den, aku suka kamu!" tiba-tiba saja kalimat itu terlontar dari bibirku saat itu.
Denny hanya meresponnya dengan senyuman, aku tahu ia pasti menganggapku sedang bercanda pagi itu.
"Apa maksudmu? Emangnya apa yang kau sukai dari aku?"
"All. Awalnya sih aku sekedar kagum sama performance-mu, apalagi di lapangan. Tapi belakangan, aku jadi tambah suka sama kamu, barangkali semuanya. Entahlah, aku suka gayamu, kepribadianmu, your smiling face, dan semuanya. But, tolong jangan berpikir negatif dulu. Aku cuma nggak mau kehilangan seorang sohib kayak kamu. Be my close friend forever, please!" kataku pelan.
"Tentu, kenapa enggak? kamu ngomong gitu seolah-olah kita mau pisah aja. Tapi terus terang, aku memang punya banyak teman dan sahabat, tapi yang terasa paling spesial itu cuma kamu.."
"Really?" tanyaku setengah tak percaya, namun bercampur senang.
"Iya, soalnya kamu yang paling aneh sih. Aku nggak ngerti jalan pikiranmu! Kamu itu teman aku yang paling lucu.. Hihi" kata Denny melucu.
Tapi aku tak tertawa, aku malah jengkel dibuatnya. Kuambil guling disebelahku dan kupukulkan ke mukanya, tentu saja hanya sebatas bercanda, "Dasar, semprul!" Kemudian, guling itu kubekapkan ke mukaku, kucoba untuk tidur. Denny pun tak terdengar suaranya lagi, ia tertidur.
Jam 2 lebih seperempat, ternyata aku belum tidur juga. Pikiranku masih galau, kemudian kunyalakan lampu kecil di meja yang ada tepat di sampingku. Kulirik tubuh Denny yang tergolek di sebelahku. Tubuh yang seksi dan sedang terlentang di depan mataku, membuat denyut jantungku makin tak keruan.
Celana kolornya sedikit tersingkap, sehingga CD putihnya tampak dari luar. Bagaimana dengan penisnya? aku sangat penasaran untuk dapat mengetahuinya. Seberapa besarnya, warnanya apa dan bagaimana rasanya jika kupegang dengan tanganku, seberapa lebat jembut-jembut yang mengelilinginya dan bagaimana rasanya jika kupegang, pertanyaan-pertanyaan seperti itu mulai berkecamuk dalam pikiranku? Apakah penis Denny "sekeren" orangnya?
Akhirnya karena sudah tak tahan lagi, tanganku mulai bergerilya menggerayangi tubuh Denny. Hal pertama yang aku lakukan adalah pemetaan lokasi, yaitu menumpangkan tanganku di atas bagian yang menonjol dari balik celana Denny. Aku meraba-raba perlahan sambil bergemetaran, dan mulai kurasakan setiap lekukan-lekukan penisnya.
Wow, lumayan besar juga, bagaimana jika sedang ereksi? Sementara itu, tangan kiriku sendiri kuselipkan ke sela-sela celanaku untuk menggapai batang kejantananku yang sudah mengeras. Di saat-saat yang menegangkan itu, aku berusaha menyinkronkan gerakan tangan kanan dan tangan kiriku agar bisa kurengkuh kenikmatan yang maksimal. Sekali-kali kukocok juga penisku yang panjangnya tak kurang dari 15 cm itu. Wow, nikmatnya!
Tak puas sampai di situ saja, aku melepaskan penisku dari genggaman. Supaya lebih leluasa, aku buka saja celana jeans-ku, sehingga aku setengah telanjang dengan hanya memakai singlet dan celana dalam. Penisku tegak dan bergoyang-goyang kesana kemari bagai batang bambu yang tertiup angin surga.
Sesudah itu, aku bangun dari posisi tidurku, aku setengah berjongkok di sebelah Denny. Apa lagi yang akan kulakukan, kalau bukan berusaha melepaskan celana kolor Denny agar aku bisa benar-benar menikmati penisnya dalam genggaman tanganku. Pasti akan lebih asyik tentunya! Dengan perlahan dan hati-hati sekali, aku mulai memelorotkan celana Denny sampai sebatas lutut. Dan kini, di depan mataku yang membuka lebar, terpampang sebuah pemandangan menakjubkan, paha Denny yang mulus dan penisnya yang hanya dibalut celana dalam.
Untuk beberapa saat lamanya, aku hanya memandangi tubuh lemah tak berdaya itu, aku sungguh menikmatinya. Luar biasa, pikirku. Kupegang lagi tonjolan itu, masih terasa sama seperti yang tadi, kudapat kesan ada sesuatu yang besar dan kokoh di balik CD itu, hanya saja kali ini lebih jelas terasa. Lalu kedekatkan wajahku ke tonjolan itu.
Harum semerbak mewangi aroma kejantanan seorang lelaki dari CD yang dipakainya. Kujulurkan lidahku, kujilati setiap lekukan pada seputar tonjolan itu dan bahkan ke seputar selangkangannya, dan kubaui setiap bulu-bulu halus yang tumbuh liar di paha Denny yang sangat mulus. Wow, nikmatnya!
Lantas setelah itu, tanganku yang sudah gatal sejak tadi pun mulai melancarkan agresinya, kusebut sebagai "agresi liar tak terkendali". Keselipkan tanganku ke balik CD itu, perlahan namun pasti aku coba untuk melepaskannya, dan berhasil sekalipun dengan sedikit kerja keras agar Denny tak sampai terbangun.
Wow, mulutku tanpa komando berdecak kagum menikmati apa yang kini ada di depan mataku. Jauh lebih menggiurkan dari sepotong ayam goreng atau bahkan steak termahal sekalipun. Sebuah sosis segar yang kecoklatan yang tampak lunglai! Ingin sekali aku segera mencicipinya dengan mulutku. Karena itu, tanpa komando, aku dekatkan lagi mulutku ke sosis itu.
"Plok!" penis Denny sudah tenggelam di dalam mulutku, perlahan namun pasti kumasukkan penis itu sampai tenggelam seluruhnya di dalam mulutku, lalu kuhisap, kulemot dan kuempot maju mundur.
Aku sedikit kaget dan melepaskan hisapanku ketika tubuh Denny bergerak dan ia berganti posisi. Kali ini sedikit menyulitkanku untuk menjangkau penisnya, karena Denny memeluk guling, sehingga aku hanya diberi pantatnya. Tapi tak apalah, pantatnya pun tak kalah menggiurkan. Aku berbaring di belakangnya, lalu kugesek-gesekkan penisku ke pantatnya, sementara tanganku meraba-raba perut, dada dan puting susunya secara bergantian. Tapi tak hanya itu, aku juga mulai memberanikan diri untuk menciumi leher dan pipinya yang bersih dan halus. Tapi karena aksiku itu, Denny bergerak-gerak. Mungkin ia merasa geli akibat agresi yang kulancarkan. Tapi untunglah, Denny tak sampai terbangun, atau ia memang pura-pura tidur agar aku bisa tetap leluasa menggerayanginya, aku juga tak tahu dan aku tak peduli!
Bau deodoran yang dipakai Denny malah membuatku makin horny dan membuat lidahku betah berlama-lama menghisap seluruh bagian tubuhnya, bahkan di balik ketiaknya sekalipun, aku suka dengan rasa geli akibat gesekan wajahku dengan bulu-bulu ketiak Denny yang lumayan lebat. Ketika kesempatan itu tiba, aku tak menyia-nyiakannya. Dari balik punggungnya, aku coba untuk meraih penis Denny yang panjangnya dapat kuperkirakan tak kurang dari 16 cm jika sedang ereksi itu. Dapat! Aku kocok perlahan sambil kugesek-gesekkan kemaluanku ke lubang pantatnya, berirama dan sungguh menggairahkan!
Paginya, aku terbangun jam 6 pagi setelah kudengar suara seseorang menggedor pintu kamar seraya memanggil-manggil nama Denny, ternyata itu suara pembantu di rumah Denny. Sementara itu kulihat Denny masih terlelap di sebelahku, tentu saja ia masih tak bercelana dan penisnya tampak begitu perkasa pagi itu. Sesudah aku terbangun, Denny pun menyusul.
Dengan masih setengah mengantuk, betapa kagetnya ia mengetahui kalau ia tak bercelana saat itu. Ia segera mengambil celana kolor dan CDnya yang bergeletakan di atas kasur, kemudian ia memakainya dan langsung ke kamar mandi di dalam ruangan itu, ia tak berkata sepatah kata pun. Aku tahu, ia pasti marah padaku.
Ketika aku masih linglung dan pikiranku kacau memikirkan kemarahan macam apa yang akan diluapkan oleh Denny, tiba-tiba kudengar Denny memanggil namaku sambil melongokkan kepalanya dari balik pintu kamar mandi.
"Kenapa bengong saja? Kau tidak mandi? Kita sudah kesiangan ke sekolah tahu!" katanya sambil melemparkan handuknya ke mukaku.
"Kau sudah selesai?" sahutku dengan gagap.
"Belum, mandi sama-sama aja disini. Airnya segar!" ajaknya yang langsung kutanggapi dengan girang.
Kebetulan sekali, pikirku. Ternyata dugaanku meleset total, Denny tidak marah sama sekali padaku. Aku tahu Denny memang terkenal orang yang sabar, karenanya banyak cewek yang kepincut sama dia.
Aku segera bangkit dari kasur pegas itu dan bergegas menuju kamar mandi sebelum pintu itu tertutup lagi untukku, atau lebih jelasnya sebelum Denny berubah pikiran! Wow, di dalam kamar mandi pagi itu, mataku benar-benar bisa terpuaskan menikmati setiap lekukan tubuh Denny yang atletis, mungkin begitu pun sebaliknya, jika Denny menyukai tubuhku juga. Kami berdua benar-benar berbugil ria, tanpa tertutupi oleh sehelai benang pun di tubuh kami.
Sejak hari itu aku jadi keranjingan untuk main-main dan bahkan menginap di rumah Denny, yang sudah kuanggap sebagai rumah keduaku setelah rumah yang dibeli ortuku sendiri. Aku sering belajar bersama di sana, nonton vCD, main PS dan termasuk melakukan "hal-hal" yang menyenangkan. Namun sebetulnya kami lebih sering menghabiskan waktu untuk belajar bersama kala itu, karena kami sedang dalam persiapan menghadapi Ebtanas.
Sampai akhirnya kami berdua bisa lulus dengan nilai yang boleh dikata memuaskan. Dan aku sadar, bahwa keberhasilan itu juga berkat persahabatan kami. Namun sejak memasuki SMU, kami berpisah. Aku melanjutkan SMU-ku di negeri kangguru, sedangkan Denny hijrah ke Jakarta. Sejak itu kami betul-betul putus hubungan.
Lantas, kalau kalian bertanya dimana Denny sekarang? Sebelum aku menjawabnya, aku ingin bertanya: Percayakah kalian pada apa yang dinamakan "kebetulan yang menyenangkan"? Kalau kalian percaya itu, mungkin semacam itulah yang aku alami ketika tak sengaja aku bertemu dengan Denny di hotel ini dua hari lalu. Kami ternyata sama-sama menginap di hotel yang sama, dan kini Denny sedang bersamaku menghadapi laptop kecil ini. Bahkan yang lebih gila lagi, ia kini sedang asyik memain-mainkan penisku di lidahnya.
"Argh, terus, Den, terus!"
Sebenarnya aku tak pernah semalas ini sebelumnya, dapat kupastikan tak pernah sekalipun! seingatku, baru kali ini aku menjadi seorang pemalas yang kerjaannya hanya membuang-buang waktu tanpa melakukan sesuatu apa pun, selain memikirkan masa lalu ditemani gemuruh ombak pantai yang sesekali tampak menggelora, seperti gejolak masa mudaku. Yah, kupikir sesekali bermalas-malasan seperti ini oke juga! aku bagai sedang menikmati hidupku, masa mudaku, tanpa memikirkan diktat-diktat kuliah yang menumpuk di meja belajarku di Melbourne. Mengingat kota itu, sama saja mengingat segudang tugas kuliah, laporan praktikum, dan tampang dosen paling eksentrik di kampus, Mr Brown. Menjengkelkan!
Oke, sampai disini aku rasa aku sudah kebanyakan basa-basi. Aku lupa kalau aku harus memperkenalkan diriku, lucu yah?!? pepatah bilang: Tak kenal maka tak sayang, benar nggak? Namaku sebut saja Steve, I'm 23 years old in the mid of this year. Aku asli warganegara Indonesia, sekalipun di dalam darahku, mengalir darah campuran Western dan Chineese. Kini aku berada di Bali hanya dalam rangka berlibur, setelah aku menyelesaikan studiku di Melbourne.
Mungkin, para pembaca yang kucintai bertanya-tanya, mengapa aku menulis untuk situs ini? Apa aku kurang kerjaan? Tentu saja, tidak! lantas, mengapa aku menulis untuk kolom sesama pria? Apakah aku ini gay atau homoseksual? Mungkin! Aku pun kadangkala bingung sendiri dengan orientasi seksualku, apakah aku ini gay? Tetapi kalau divonis seperti itu, aku sendiri tak bisa menjawab iya! Petualangan cintaku sebetulnya cukup banyak dan mungkin bagi sebagian orang tampak begitu rumit. Aku juga pernah jatuh cinta pada wanita, bahkan sekali waktu aku pernah memacari dua wanita sekaligus dalam kurun waktu yang bersamaan, namun tak bertahan lama. Kami putus setelah mereka sadar bahwa aku ini bukan tipe cowok yang setia, hah. Bagaimana bisa setia kalau cintaku harus terbagi fifty-fifty.
Waktu duduk di bangku SMU, aku juga pernah beberapa kali berpacaran dengan beberapa gadis top di sekolah, tapi yang paling berkesan tentu saja dengan seorang anggota cheerleader, sebut saja namanya Mawar. Dia adalah pengalaman pertamaku, mengenal apa yang disebut hubungan seks. Sampai detik ini, aku tak pernah lagi melakukannya dengan wanita, sekalipun di Melbourne kesempatan untuk berbuat seperti itu terbuka lebar untukku. Tetapi, disela-sela perjalanan cintaku dengan beberapa cewek itu, aku tak bisa mengingkari, bahwa ada terselip nama beberapa orang teman cowok yang pernah mengarungi lautan asmara bersamaku. Itu yang coba kuceritakan pada para pembaca saat ini, satu demi satu berdasarkan apa yang aku ingat. Setidaknya ada tiga orang yang menorehkan kesan mendalam untukku, Denny, Valent, dan seorang lagi adalah cowok Taiwan yang satu kelas denganku di Melbourne, sebut saja namanya Zai-Zai.
Aku mulai dari Denny, teman cowok yang aku kenal ketika kami sama-sama duduk di bangku kelas 3 SMP. Kami memang tidak satu sekolah, aku mengenalnya dalam sebuah pertandingan volley antar sekolah dimana team volley kebanggaan sekolah kami bertemu dengan team sekolah Denny di babak final. Dengan tidak melebih-lebihkan, jujur kuakui kalau Denny itu jago banget main volley. Pantas, kalau teman-temanku yang mengenalnya sebelum aku, menyebut Denny "sang Maestro dari SMP 12", kehebatannya dibuktikan dengan menang telak atas tim sekolahku waktu itu. Tetapi meski begitu, ia tipe cowok yang low profile, dan itu yang paling aku suka dari kepribadiannya. Kalau bicara tentang penampilan fisik, sekalipun bagiku itu nomor dua, Denny tak terlalu mengecewakan. Senyuman dan tampangnya sekilas mirip bintang iklan mie gelas yang ada di TV, aku tak tahu nama bintang iklan itu, tapi kurang lebih seperti itulah Denny.
Sesaat setelah pertandingan final usai, dan tim Denny dinyatakan sebagai pemenang, Aku masih ingat betul ketika anggota tim kami dan tim lawan bergantian saling berjabat tangan dan saling peluk sebagai tanda persahabatan dan sportivitas. Ketika giliranku memeluk tubuh Denny, aku seolah merasakan getaran batin yang begitu kuat di dadaku, aku deg-degan! Kupikir, barangkali itu dikarenakan aura Denny yang memancarkan karisma yang begitu kuat di dalam dirinya. Hah, Denny. Mengingatnya, membuat gejolak dan gairah masa remajaku bangkit kembali. Kini, Aku memang merindukannya, ingin sekali aku bertemu dengannya dan mengulangi apa yang pernah kami lakukan ketika usia kami masih dianggap anak bau kencur.
Suatu sore, aku merasa kejenuhan yang teramat sangat. Entah mengapa, aku sendiri tak tahu. Tapi yang jelas, aku lagi BeTe. Kerjaanku sejak siang hanya mengurung diri di kamar, tapi tak bisa tidur. Sesekali aku keluar hanya untuk mondar-mandir bak orang linglung. Lama-kelamaan aku bisa gila kalau tidak melakukan apa-apa, pikirku. Papa dan Mama belum pulang, sebenarnya ini merupakan kesempatan besar bagiku kalau aku mau "kabur" dengan BMW kesayangan papa. Papa nggak akan mengijinkan aku keluar kalau ia sudah datang, apalagi membawa BMW-nya. Katanya, saat berkumpul bersama keluarga adalah saat yang sangat penting. Hah, omong kosong! Tiap hari mereka berdua keluyuran sendiri dan pulang tidak pernah sebelum jam delapan, sementara aku dilupakan. Kalau pun ingat, paling-paling hanya dibawakan oleh-oleh sebungkus fried chicken kegemaranku.
Aku pun tak mau mengulur waktu lagi, aku harus pergi sekarang atau tidak sama sekali! Aku cepat-cepat saja kembali ke kamarku, menukar kaos oblongku dengan kaos kutung. Kalau keluyuran, aku lebih suka pakai kaos kutung. Aku memang tak begitu acuh dengan pakaian dan formalitas. Kalau enak dan aku suka, yah kupakai! Lagian, kata beberapa teman, lenganku berotot, jadi tampak seksi kalau aku pakai kaos kutungan. Hah, mereka memang ada-ada saja. Coba yang bilang begitu bukan orang berotak rada sinting seperti mereka, pasti PD-ku bakal lebih meningkat!
Aku tahu pasti dimana papaku biasa menyimpan kunci duplikat BMW-nya, yaitu di laci kamar yang kadang-kadang tidak dikunci kalau waktunya Mbok Ran membersihkan kamar. Dan sungguh, Dewi keberuntungan memang berpihak padaku sore itu, maka langsung kusikat saja sebuah kunci mobil dan STNK dari dalam laci kamar papa yang memang tidak dikunci. Mbok Ran memergokiku dan beliau sempat mencegahku, tapi aku cuek saja, malahan aku menggodanya dengan mencium pipinya dan langsung kabur. Cewek mana sih yang tidak akan terhipnotis setelah mendapat ciuman mautku? Kujamin, pasti Mbok Ran tidak akan membasuh mukanya sampai hari ketujuh, hah. Anak juragan yang nakal!
Sore itu sebetulnya aku sudah tahu pasti kemana aku akan pergi dengan BMW papaku, yaitu ke SMP 12. Sore itu jadwal Denny latihan volley di sekolahnya, dan ia biasanya selesai latihan jam 6 sore, sepuluh menit lagi! Aku ingin sekalian menjemputnya dan sesudah itu mengajaknya jalan-jalan ke mall. Supaya Denny tidak pulang mendahuluiku, maka kuputuskan untuk menelponnya dulu. Hampir saja aku terlambat, Denny sebetulnya sudah selesai latihan saat itu dan ia memang akan segera pulang. Tapi begitu aku menelponnya dan menawarinya jalan-jalan, Denny tak kuasa untuk menolak. Anak satu ini ternyata suka keluyuran juga, gumamku seusai menutup HP sambil nyengir. Tak lama kemudian, aku sudah sampai di depan pagar SMP 12, di ujung jalan, Denny sudah tampak menungguku dengan memegang sebuah bola volley ditangannya.
"Mau jalan-jalan kemana, Steve?" tanyanya setelah duduk di sampingku di jok depan. Aku memandangnya sesaat sambil nyengir.
"Pokoknya ikut aja!" sahutku sambil menggerakkan persneling di samping pahaku.
Sejenak, sempat kuperhatikan pakaian sport yang dipakai Denny, kaos kutung dan celana pendek birunya yang sama persis dengan yang dipakainya ketika pertandingan dulu. Tak luput juga dari perhatianku, betis dan separuh pahanya yang ditumbuhi bulu-bulu yang lebat. Tapi jangan berburuk sangka dulu, waktu itu aku tidak berpikir jorok sama sekali, hanya saja aku sedikit kaget karena kupikir agak tidak wajar kalau usia seumuran kami, sudah punya bulu-bulu selebat itu, betisku saja sampai saat itu masih mulus.
"Gila, bulu kamu lebat banget, Den!" kataku sambil berdecak dan berlagak seolah aku mengaguminya, memang!
"Emangnya kenapa? enggak boleh?" tantang Denny.
"Enggak, enggak pa-pa kok! aku cuma rada iri, hehe," sahutku ngocol.
"Oh, gitu yah? kayak orang yang nggak punya bulu aja! Jangan pura-pura deh, yang disembunyiin pasti lebih lebat dari punyaku!" sahut Denny ngasal. Aku sih hanya senyam-senyum saja mendengarnya.
"Kalau kepengen tahu, bilang aja terus terang!" kataku dalam hati.
"Steve, antar aku pulang dulu yah. Masak jalan-jalan pakai baju beginian?" pinta Denny lagi.
Ia lantas menyebutkan alamat rumahnya yang tidak begitu jauh dari sekolah. Aku sih setuju saja mengantar Denny pulang dulu, biar sekalian aku juga tahu dimana rumahnya.
Setiba dirumahnya, Denny mengajakku masuk sebentar sementara menunggunya mandi dan ganti baju. Aku menunggu Denny mandi kurang lebih sepuluh menitan di ruang tamunya yang cukup luas. Sesudah itu, Denny turun dari kamarnya di lantai dua dengan pakaian yang tak jauh beda dengan pakaian yang aku pakai, setelan celana jeans dan kaos kutung, hanya saja ia melapisinya dengan jacket.
"Oke aku siap!" kata Denny kemudian sambil menutup restsleting celananya yang masih setengah terbuka karena terburu-buru. Denny keluar lebih dahulu, sementara aku menyeruput habis orange juice-ku yang masih tersisa separuh di atas meja tamu.
Singkat cerita, malam itu kami sempat berkeliling kota, berjalan-jalan di mall sambil menebar pesona, dan makan malam di salah satu restoran fast food. Tak begitu mengecewakan acara yang kami buat malam ini, paling tidak saat di mall, kami sempat berkenalan dengan beberapa orang gadis cantik, yang salah seorang diantaranya ternyata seorang artis sinetron.
Aku dan Denny memutuskan pulang setelah jam 10 malam, entah mengapa aku begitu senang malam itu. Aku benar-benar lupa bahwa ketika aku sampai di rumah nanti, aku harus siap menerima dampratan dari papa plus omelan dari Mama, atau paling parah aku tidak akan diberi uang saku selama seminggu. Tapi aku mulai merasa galau ketika dalam perjalanan pulang, pikiranku tidak bisa tenang memikirkan hukuman apa yang akan aku terima nanti. Dengan takut-takut, aku memutuskan untuk menelepon ke rumah setidaknya mengabarkan kalau aku pulang telat malam ini. Untunglah, yang menerima teleponku Mbok Ran. Dari beliau juga ku ketahui bahwa papa dan Mama tidak pulang malam ini karena harus menemani relasi papa menginap di hotel.
"Mbok Ran, aku malam ini kayaknya juga nggak pulang, aku nginap di rumah temanku, kerja PR!" kataku mengada-ada.
Padahal, aku belum bilang pada Denny, kalau aku mau menginap di rumahnya. Setelah, telepon kututup. Denny memandangku sambil mengernyitkan kening.
"Nginap di rumah teman? kerja PR? teman mana yang kamu maksud?" tanya Denny.
"Temanku yang di kutub selatan. Siapa lagi? ya kamulah! boleh kan aku nginap di tempatmu malam ini? kebetulan papa dan Mamaku nggak di rumah malam ini. Please," pintaku sambil berlagak memelas.
Denny tampak berpikir sebentar sambil mengernyitkan keningnya dan menggigit-gigit bibir bawahnya, seolah-olah keberatan menerimaku menginap di rumahnya.
"Ayo dong, jangan pelit-pelit! apa perlu bayar untuk nginap semalam?" gurauku masih dengan nada memelas. Lucu, baru seminggu kenal, sudah bisa seakrab gini.
"Oke, aku bilang sama ortu-ku dulu, sekalian aku tanya tarif sewa hotelnya semalam! soalnya yang punya hotel kan mereka. Tapi kalau seandainya ortu-ku lagi nggak mood or nggak setuju, jangan maksa loh yah! Lagian, belakangan ini banyak kasus perampokan rumah sih, jadi kemungkinan besar ortuku nggak sembarang terima orang iseng yang mau nginap," kata Denny sambil bermimik serius.
"Brengsek, emangnya aku maling apa?!?" sahutku ketus.
Tak lama sesudah itu, kami sampai di rumah Denny yang tampak asri sekalipun tak terlalu mewah dibandingkan rumah tetangganya.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, malam itu kedua orang tua Denny tidak keberatan sama sekali kalau aku menginap di rumah mereka, bermalam sekamar dengan Denny di lantai dua. Denny mengantarku ke dalam kamarnya yang lumayan besar dan sejuk. Kupikir, kamar Denny masih lebih nyaman daripada kamarku.
Di sudut ruangan, tampak satu set meja belajar dengan buku-buku yang tertata rapi, disebelahnya ada seperangkat televisi, tape compo dan playstation. Semua koleksi CD-nya pun tertata apik disebuah rak panjang disebelahnya. Ternyata, Denny bukan cuma keren, namun orang yang perfeksionis dan cinta kerapian. Jauh berbeda dengan sifatku yang rada "jorok", hehe. Tetapi, para sesepuh bilang kalau "perbedaan itu indah"! (hah, membela diri nih!)
Wah, ini awal dari kisah yang menegangkan dalam ceritaku ini. Bermula pada saat Denny melepaskan pakaiannya satu per satu di depan mataku tanpa rasa canggung sedikit pun. Kala itu, pintu sudah terkunci, bahkan berani kupastikan seekor kecoa pun tidak akan bisa masuk, apalagi gajah! Entah kenapa, bagai terhipnotis, mataku melotot tak berkedip memandang tubuh mulusnya yang sesaat dipamerkan di hadapanku. Dadanya yang bidang dan putih mulus, perutnya yang datar, dan lebih lagi bulu-bulunya yang tampak mulai lebat di dada dan ketiaknya.
Denny tampak begitu macho dan jauh lebih seksi dengan bertelanjang dada dan hanya dibungkus oleh celana jeans ketat dengan sabuk besi yang mulai dibukanya perlahan. Denny bahkan sama sekali tidak canggung, bergerak kesana kemari di hadapanku sambil melepaskan pakaiannya dan kemudian menggantungnya satu per satu di balik pintu kamar.
Sementara aku, denyut jantungku berdegup lebih kencang, dan untuk sedikit menenangkannya, aku merangsek ke tengah spring bed sambil bersandar di tembok. Tatapan mataku belum lepas dari Denny. Entahlah, kurasa aku belum pernah merasakan yang seperti ini sebelumnya ketika memandang tubuh teman-teman priaku. Bahkan sekalipun aku sering mandi bersama dengan kakak cowokku dan sama-sama dalam keadaan telanjang bulat, aku tidak merasakan apa-apa.
Denny menarik restletingnya ke bawah, kemudian ia memelorotkan celana jeansnya yang agak sesak, ia tak langsung berganti celana, melainkan menggantung celana jeans tersebut di balik pintu dan sekalian mengambil celana kolornya yang juga tergantung di tempat yang sama. Karena itu, aku bisa menikmati pemandangan pahanya yang mulus, bulu-bulu yang tidak kalah lebatnya dari bagian atasnya, dan tentu saja CD G-Stringnya yang berwarna putih dan rada transparan mempertontonkan lubang pantatnya. Juga tak kalah menarik, yaitu tonjolan besar dibagian depan CD-nya itu.
Wow, sekilas saja aku melihatnya sudah membuat air liurku menetes tak keruan. Gila benar, badannya bagus banget, pikirku. Sementara itu, penis kesayanganku di bawah sana sudah mulai membatu, keras dan mulai terasa sesak memenuhi CD-ku. Sesaat, kumasukkan tanganku ke balik celanaku untuk membetulkan letak penisku agar tidak kejepit.
Usai tontonan yang cukup membikin jantungku hampir copot itu, Denny mendekatiku, tetap ia sama sekali tak menyadari kalau mataku jelalatan sejak tadi memandangi tubuhnya yang nyaris bugil. Denny duduk disisiku di atas ranjang, ia pun bersandar. Ia mengambil sebuah buku di meja yang ada di sisi ranjang. Setelah kuamati, ternyata buku yang dipegangnya adalah diktat Biologi kelas 2.
"Ngapain belajar itu? Ebtanas bukannya masih dua bulan lagi?" tanyaku heran.
"Iya sih, tapi besok aku ada try out. So, sorry banget kalau aku nemenin kamu sambil belajar. Nggak pa-pa kan? kamu kamu suka main PS, main aja asal jangan nyalain tape aja. Aku nggak bisa konsen kalau bising! enggak pa-pa kok, anggap aja rumah aku! hehe," gurau Denny sambil nyengir.
Aku sebenarnya rada kecewa mendengarnya, soalnya sebelumnya aku pikir kalau Denny bakal menemaniku ngobrol sepanjang malam, karena ada satu masalah yang ingin aku curhatin sama dia. Karena selama ini, aku belum menemukan seorang sahabat yang bisa aku percaya untuk menyimpan rahasia dan begitu dewasa seperti Denny.
Aku merapatkan badanku ke badan Denny, sambil berpura-pura membaca apa yang ia baca. Sementara Denny tampak begitu serius belajar dan membalik halaman demi halaman buku yang tebalnya lebih 2 cm itu. Karena saking konsentrasinya Denny belajar, timbul ide gilaku untuk membantu sedikit mengendurkan urat syaraf otaknya yang tegang.
Aku mengeluarkan jurusku yang pertama. Aku ambil dompetku dari saku belakang celanaku, lalu dari dalamnya aku ambil sebuah foto layak sensor, apalagi kalau bukan foto telanjang seorang cowok yang sedang full ereksi. Kemudian, foto itu kutaruh di tengah-tengah halaman buku yang sedang dibaca Denny. Kontan saja, Denny kaget melihatnya, dia sedikit marah karena aku ganggu, tapi mungkin waktu itu ia sempat curiga melihat aku punya foto seperti itu.
"Gila, apa ini?" katanya ketus sambil melemparkan foto itu atas ranjang.
Denny melanjutkan lagi belajarnya, mukanya setengah kusut. Tapi aksiku tak berhenti sampai disana, aku ambil foto itu dan kutunjukkan lagi pada Denny, kali ini tidak di atas lembaran buku, namun kusodorkan ke depan mukanya.
"Ini pelajaran yang kamu baca barusan, yang ini gambar anatomi tubuh manusia yang lebih jelas dan nyata, gimana?" kataku sambil nyengir.
Kemudian, aku sebutkan satu persatu bagian tubuh yang ada di gambar itu, berlagak seolah-olah seorang guru yang mengajari muridnya. Tetapi begitu sampai pada bagian vital yaitu penis, tanganku tak lagi menunjuk pada gambar, namun refleks meraba penis Denny sendiri.
"Yang ini namanya penis, mengerti?" kataku menantang, sementara itu tanganku tak mau beranjak memegang penis Denny, karena begitu pertama kali aku menyentuh penisnya, aku merasakan penis Denny sudah mengeras. Cukup lama juga aku meraba-raba penis Denny sampai akhirnya Denny menyingkirkan tanganku dari area terlarangnya.
"Stop, apa-apaan sih kamu ini?" bentak Denny sambil menggeser tubuhnya sedikit menjauh. Tapi sudah terlihat di raut mukanya, kalau Denny sudah tidak bisa sekonsen tadi menghadapi buku pelajaran yang dipegangnya. Ia hanya berpura-pura konsentrasi, aku tahu itu! Tapi aku sadar, aku tak boleh mengganggunya kalau ia tidak suka, takutnya ia malah jengkel dan mengusirku malam itu, apalagi jam sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam.
Aku lantas berbaring, aku merasa rada capek, tapi anehnya aku tak ingin cepat tidur sebelum Denny tidur karena aku tak bisa tidur dalam keadaan terang benderang seperti saat itu, tetapi di samping itu, aku juga masih memikirkan tubuh telanjang Denny yang begitu seksi yang kulihat tadi.
Aku hanya berbaring tanpa memejamkan mata, kupandangi langit-langit sambil sesekali mencuri-curi pandang ke arah Denny di sebelahku. Cukup lama aku menunggu, karena Denny baru berbaring setelah jam 1 dini hari. Raut mukanya sudah tampak kelelahan sekali. Tetapi anehnya, untuk beberapa saat, aku perhatikan kalau Denny seperti orang gelisah, beberapa kali ia membolak-balik posisi tidurnya seperti kue serabi.
"Mikirin apa? Kok nggak tidur-tidur?" tanyaku pelan.
Denny mengubah posisi tidurnya lagi, kali ini menghadap aku. Begitu dekatnya muka kami berdua, sehingga aku bisa melihat lebih jelas sepasang mata indahnya dan hidungnya yang mancung, serta bibir tipisnya yang menawan itu.
"Kau juga kenapa belum tidur?" katanya balik bertanya.
"Aku nggak biasa tidur jika lampu hidup!"
"Nah, sekarang lampu kan sudah kumatikan, tidurlah!"
"Den, aku suka kamu!" tiba-tiba saja kalimat itu terlontar dari bibirku saat itu.
Denny hanya meresponnya dengan senyuman, aku tahu ia pasti menganggapku sedang bercanda pagi itu.
"Apa maksudmu? Emangnya apa yang kau sukai dari aku?"
"All. Awalnya sih aku sekedar kagum sama performance-mu, apalagi di lapangan. Tapi belakangan, aku jadi tambah suka sama kamu, barangkali semuanya. Entahlah, aku suka gayamu, kepribadianmu, your smiling face, dan semuanya. But, tolong jangan berpikir negatif dulu. Aku cuma nggak mau kehilangan seorang sohib kayak kamu. Be my close friend forever, please!" kataku pelan.
"Tentu, kenapa enggak? kamu ngomong gitu seolah-olah kita mau pisah aja. Tapi terus terang, aku memang punya banyak teman dan sahabat, tapi yang terasa paling spesial itu cuma kamu.."
"Really?" tanyaku setengah tak percaya, namun bercampur senang.
"Iya, soalnya kamu yang paling aneh sih. Aku nggak ngerti jalan pikiranmu! Kamu itu teman aku yang paling lucu.. Hihi" kata Denny melucu.
Tapi aku tak tertawa, aku malah jengkel dibuatnya. Kuambil guling disebelahku dan kupukulkan ke mukanya, tentu saja hanya sebatas bercanda, "Dasar, semprul!" Kemudian, guling itu kubekapkan ke mukaku, kucoba untuk tidur. Denny pun tak terdengar suaranya lagi, ia tertidur.
Jam 2 lebih seperempat, ternyata aku belum tidur juga. Pikiranku masih galau, kemudian kunyalakan lampu kecil di meja yang ada tepat di sampingku. Kulirik tubuh Denny yang tergolek di sebelahku. Tubuh yang seksi dan sedang terlentang di depan mataku, membuat denyut jantungku makin tak keruan.
Celana kolornya sedikit tersingkap, sehingga CD putihnya tampak dari luar. Bagaimana dengan penisnya? aku sangat penasaran untuk dapat mengetahuinya. Seberapa besarnya, warnanya apa dan bagaimana rasanya jika kupegang dengan tanganku, seberapa lebat jembut-jembut yang mengelilinginya dan bagaimana rasanya jika kupegang, pertanyaan-pertanyaan seperti itu mulai berkecamuk dalam pikiranku? Apakah penis Denny "sekeren" orangnya?
Akhirnya karena sudah tak tahan lagi, tanganku mulai bergerilya menggerayangi tubuh Denny. Hal pertama yang aku lakukan adalah pemetaan lokasi, yaitu menumpangkan tanganku di atas bagian yang menonjol dari balik celana Denny. Aku meraba-raba perlahan sambil bergemetaran, dan mulai kurasakan setiap lekukan-lekukan penisnya.
Wow, lumayan besar juga, bagaimana jika sedang ereksi? Sementara itu, tangan kiriku sendiri kuselipkan ke sela-sela celanaku untuk menggapai batang kejantananku yang sudah mengeras. Di saat-saat yang menegangkan itu, aku berusaha menyinkronkan gerakan tangan kanan dan tangan kiriku agar bisa kurengkuh kenikmatan yang maksimal. Sekali-kali kukocok juga penisku yang panjangnya tak kurang dari 15 cm itu. Wow, nikmatnya!
Tak puas sampai di situ saja, aku melepaskan penisku dari genggaman. Supaya lebih leluasa, aku buka saja celana jeans-ku, sehingga aku setengah telanjang dengan hanya memakai singlet dan celana dalam. Penisku tegak dan bergoyang-goyang kesana kemari bagai batang bambu yang tertiup angin surga.
Sesudah itu, aku bangun dari posisi tidurku, aku setengah berjongkok di sebelah Denny. Apa lagi yang akan kulakukan, kalau bukan berusaha melepaskan celana kolor Denny agar aku bisa benar-benar menikmati penisnya dalam genggaman tanganku. Pasti akan lebih asyik tentunya! Dengan perlahan dan hati-hati sekali, aku mulai memelorotkan celana Denny sampai sebatas lutut. Dan kini, di depan mataku yang membuka lebar, terpampang sebuah pemandangan menakjubkan, paha Denny yang mulus dan penisnya yang hanya dibalut celana dalam.
Untuk beberapa saat lamanya, aku hanya memandangi tubuh lemah tak berdaya itu, aku sungguh menikmatinya. Luar biasa, pikirku. Kupegang lagi tonjolan itu, masih terasa sama seperti yang tadi, kudapat kesan ada sesuatu yang besar dan kokoh di balik CD itu, hanya saja kali ini lebih jelas terasa. Lalu kedekatkan wajahku ke tonjolan itu.
Harum semerbak mewangi aroma kejantanan seorang lelaki dari CD yang dipakainya. Kujulurkan lidahku, kujilati setiap lekukan pada seputar tonjolan itu dan bahkan ke seputar selangkangannya, dan kubaui setiap bulu-bulu halus yang tumbuh liar di paha Denny yang sangat mulus. Wow, nikmatnya!
Lantas setelah itu, tanganku yang sudah gatal sejak tadi pun mulai melancarkan agresinya, kusebut sebagai "agresi liar tak terkendali". Keselipkan tanganku ke balik CD itu, perlahan namun pasti aku coba untuk melepaskannya, dan berhasil sekalipun dengan sedikit kerja keras agar Denny tak sampai terbangun.
Wow, mulutku tanpa komando berdecak kagum menikmati apa yang kini ada di depan mataku. Jauh lebih menggiurkan dari sepotong ayam goreng atau bahkan steak termahal sekalipun. Sebuah sosis segar yang kecoklatan yang tampak lunglai! Ingin sekali aku segera mencicipinya dengan mulutku. Karena itu, tanpa komando, aku dekatkan lagi mulutku ke sosis itu.
"Plok!" penis Denny sudah tenggelam di dalam mulutku, perlahan namun pasti kumasukkan penis itu sampai tenggelam seluruhnya di dalam mulutku, lalu kuhisap, kulemot dan kuempot maju mundur.
Aku sedikit kaget dan melepaskan hisapanku ketika tubuh Denny bergerak dan ia berganti posisi. Kali ini sedikit menyulitkanku untuk menjangkau penisnya, karena Denny memeluk guling, sehingga aku hanya diberi pantatnya. Tapi tak apalah, pantatnya pun tak kalah menggiurkan. Aku berbaring di belakangnya, lalu kugesek-gesekkan penisku ke pantatnya, sementara tanganku meraba-raba perut, dada dan puting susunya secara bergantian. Tapi tak hanya itu, aku juga mulai memberanikan diri untuk menciumi leher dan pipinya yang bersih dan halus. Tapi karena aksiku itu, Denny bergerak-gerak. Mungkin ia merasa geli akibat agresi yang kulancarkan. Tapi untunglah, Denny tak sampai terbangun, atau ia memang pura-pura tidur agar aku bisa tetap leluasa menggerayanginya, aku juga tak tahu dan aku tak peduli!
Bau deodoran yang dipakai Denny malah membuatku makin horny dan membuat lidahku betah berlama-lama menghisap seluruh bagian tubuhnya, bahkan di balik ketiaknya sekalipun, aku suka dengan rasa geli akibat gesekan wajahku dengan bulu-bulu ketiak Denny yang lumayan lebat. Ketika kesempatan itu tiba, aku tak menyia-nyiakannya. Dari balik punggungnya, aku coba untuk meraih penis Denny yang panjangnya dapat kuperkirakan tak kurang dari 16 cm jika sedang ereksi itu. Dapat! Aku kocok perlahan sambil kugesek-gesekkan kemaluanku ke lubang pantatnya, berirama dan sungguh menggairahkan!
Paginya, aku terbangun jam 6 pagi setelah kudengar suara seseorang menggedor pintu kamar seraya memanggil-manggil nama Denny, ternyata itu suara pembantu di rumah Denny. Sementara itu kulihat Denny masih terlelap di sebelahku, tentu saja ia masih tak bercelana dan penisnya tampak begitu perkasa pagi itu. Sesudah aku terbangun, Denny pun menyusul.
Dengan masih setengah mengantuk, betapa kagetnya ia mengetahui kalau ia tak bercelana saat itu. Ia segera mengambil celana kolor dan CDnya yang bergeletakan di atas kasur, kemudian ia memakainya dan langsung ke kamar mandi di dalam ruangan itu, ia tak berkata sepatah kata pun. Aku tahu, ia pasti marah padaku.
Ketika aku masih linglung dan pikiranku kacau memikirkan kemarahan macam apa yang akan diluapkan oleh Denny, tiba-tiba kudengar Denny memanggil namaku sambil melongokkan kepalanya dari balik pintu kamar mandi.
"Kenapa bengong saja? Kau tidak mandi? Kita sudah kesiangan ke sekolah tahu!" katanya sambil melemparkan handuknya ke mukaku.
"Kau sudah selesai?" sahutku dengan gagap.
"Belum, mandi sama-sama aja disini. Airnya segar!" ajaknya yang langsung kutanggapi dengan girang.
Kebetulan sekali, pikirku. Ternyata dugaanku meleset total, Denny tidak marah sama sekali padaku. Aku tahu Denny memang terkenal orang yang sabar, karenanya banyak cewek yang kepincut sama dia.
Aku segera bangkit dari kasur pegas itu dan bergegas menuju kamar mandi sebelum pintu itu tertutup lagi untukku, atau lebih jelasnya sebelum Denny berubah pikiran! Wow, di dalam kamar mandi pagi itu, mataku benar-benar bisa terpuaskan menikmati setiap lekukan tubuh Denny yang atletis, mungkin begitu pun sebaliknya, jika Denny menyukai tubuhku juga. Kami berdua benar-benar berbugil ria, tanpa tertutupi oleh sehelai benang pun di tubuh kami.
Sejak hari itu aku jadi keranjingan untuk main-main dan bahkan menginap di rumah Denny, yang sudah kuanggap sebagai rumah keduaku setelah rumah yang dibeli ortuku sendiri. Aku sering belajar bersama di sana, nonton vCD, main PS dan termasuk melakukan "hal-hal" yang menyenangkan. Namun sebetulnya kami lebih sering menghabiskan waktu untuk belajar bersama kala itu, karena kami sedang dalam persiapan menghadapi Ebtanas.
Sampai akhirnya kami berdua bisa lulus dengan nilai yang boleh dikata memuaskan. Dan aku sadar, bahwa keberhasilan itu juga berkat persahabatan kami. Namun sejak memasuki SMU, kami berpisah. Aku melanjutkan SMU-ku di negeri kangguru, sedangkan Denny hijrah ke Jakarta. Sejak itu kami betul-betul putus hubungan.
Lantas, kalau kalian bertanya dimana Denny sekarang? Sebelum aku menjawabnya, aku ingin bertanya: Percayakah kalian pada apa yang dinamakan "kebetulan yang menyenangkan"? Kalau kalian percaya itu, mungkin semacam itulah yang aku alami ketika tak sengaja aku bertemu dengan Denny di hotel ini dua hari lalu. Kami ternyata sama-sama menginap di hotel yang sama, dan kini Denny sedang bersamaku menghadapi laptop kecil ini. Bahkan yang lebih gila lagi, ia kini sedang asyik memain-mainkan penisku di lidahnya.
"Argh, terus, Den, terus!"
Akhir Sebuah Penentian
Budi seorang pemuda lugu dari Sukabumi itu
pergi meninggalkan desanya karena dipaksa menikah oleh orangtuanya.
Orangnya yang putih, berbadan atletis dan imut itu memang sudah berusia
25 tahun tapi rasa ketertarikannya pada sesama jenis membuatnya ia
tidak pernah melirik seorang gadis pun, yang ia harapkan hanyalah dapat
hidup bersama dengan seorang lelaki yang menyayanginya. Dia datang ke
Jakarta untuk mencari pekerjaan, dan akhirnya diterima sebagai penjaga
rumah oleh Pak Herman.
Pak Herman seorang duda berusia 40 tahun dicerai istrinya tiga tahun lalu karena dirinya mandul, hal itu membuat dirinya frustasi dan benci sekali pada setiap wanita.
"Sudahlah kamu bekerja disini saja menjaga rumah saya dan menemani saya untuk teman ngobrol ya.. Bud? Karena saya disini hanya tinggal sendiri" kata Pak Herman.
"Baik Pak saya akan bekerja sebaik mungkin." Kata Budi dengan lugunya.
Sudah sebulan Budi bekerja di rumah tersebut, Pak Herman mulai tertarik dengan keluguan Budi dan kejujurannya. Ia paling senang kalau Budi memijitnya, karena dengan hal itu ia langsung terangsang dan paling-paling ia hanya melampiaskannya dengan onani. Pernah suatu kali setelah Budi selesai memijat, dia kembali lagi kekamar Pak Herman karena akan mengambil minyak angin yang tertinggal, ia terkejut melihat Pak Herman telanjang bulat sambil tiduran diatas ranjang. Budi lalu bersembunyi dibalik lemari dan dilihatnya Pak Herman yang telanjang bulat itu sedang mengosok penisnya dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya meremasremas dadanya.
"Woow.. Pak Herman sedang onani!" bisiknya dalam hati.
Seakan tidak mau ketinggalan sedetikpun ia amati terus permainan Pak Herman. Kini Budi pun ikut terangsang, lalu dia menggosok-gosokkan penisnya ke lemari tapi karena tidak puas akhirnya tangannya pun main juga, ia lepas celananya lalu dikocoknya penis itu dengan tangannya. Sementara itu Pak Herman mulai menekuk kakinya lalu mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga penisnya yang besar itu mencuat keangkasa bagaikan tugu monas dengan ujung yang bulat kemerahan, nafasnya menderu suaranya yang berat terkadang menyebut nama Budi.
"Ooohh.. Budi.. Rasakan nikmatnya ini.. Aahh.."
Budi gemetar ketika mendengar namanya disebut, kemudian ia melihat Pak Herman bergerak kesana kemari sehingga membuat sprei ranjangnya menjadi berantakan, hampir sepuluh menit berlalu dan akhirnya posisi Pak Herman kemudian berubah menjadi setengah jongkok, badannya ia sandarkan di ujung ranjang, kepalanya menatap ke atas lalu ia mempercepat kocokan penisnya dan menjadi lebih dalam, matanya memejam lalu ia mengejan menahan nikmat dan mengerang keras..
"Oooahh.."
Saat itu juga Budi melihat penis Pak Herman menyemburkan cairan putih kental keudara dan berhamburan jatuh diatas sprei yang putih bersih. Pak Herman lalu terduduk lemas, kemudian ia menjilati tangannya yang penuh dengan air mani sambil terkadang sesekali ia masih menggosok penisnya yang mulai layu. Budi yang tadi juga ikut mengocok penisnya lalu mempercepat gerakannya.
"Wah tanggung dikit lagi.. Oohh.. Oohh."
Dan akhirnya..
Croott.. Croott..
Cairan putih kental milik Budi membasahi lemari dan lantai, Budi panik dan langsung lari meninggalkan kamar Pak Herman menuju kamar mandi untuk menyelesaikan urusan penisnya yang belum kelar. Peristiwa itu membuat Budi selalu membayangkan Pak Herman.
"Alangkah senangnya jika aku bisa bermain onani bersama Pak Herman" pikirnya.
Pada suatu sore ia meminta dipijit Budi tetapi kali ini ia sengaja meminta Budi untuk memijit dadanya karena nafsu birahinya sudah tak tertahankan. Sementara Budi yang mulai tertarik dengan Pak Herman merasa senang bila ia meraba dada Pak Herman yang agak berbulu itu, ia tersenyum dan berharap Pak Herman senang dengan pijitannya dan setelah itu dia dapat melihat Pak Herman onani lagi karena pijatannya yang sensual itu. Ia menatap wajah Pak Herman yang ganteng itu, rambut-rambut tipis yang mulai tumbuh dibekas kerokan jenggot, jambang dan kumisnya semakin membuat Pak Herman terlihat gagah, bibirnya yang seksi seakan ingin membuat Budi untuk menciumnya.
Saat Budi menatap wajah Pak Herman tibatiba Pak Herman juga menatapnya,
"Kenapa Bud kok memandangi saya terus?"
Budi terkejut, wajahnya yang putih itu langsung kemerahan, hal ini semakin membuat Pak Herman penasaran.
"Apakah Budi itu seorang homoseks ya..? Tapi kalau dilihat dari caranya memandangku kok sepertinya iya? Apa Budi mau ya.. kalau aku mencoba untuk bermesraan dengannya? Apakah Budi juga senang terhadapku?" Pak Herman mulai bimbang, lalu tanpa sadar ia membelai wajah Budi.
"Wah pijitanmu enak pasti pacarmu seneng kalau kamu mijitin dia" pancing Pak Herman.
"Wah saya belum punya pacar pak," katanya.
"Wah anak seganteng kamu masa belum punya pacar, rugi dong. Gimana kalau kamu lagi ngebet, ntar main gituan sama siapa?"
"Ngebet gimana pak?" kata Budi bingung.
"Ngebet itu kalau nafsumu lagi bergelora emang kamu enggak pernah onani?"
"Ah bapak saya jadi malu. Ya.. Pernah sih Pak tapi jarang, takut berdosa."
"Eh Bud kamu pernah berciuman belum?" Pak Herman mulai memancing lagi.
"Belum pak." Kata Budi tersipu.
"Apa? Belum pernah, wah payah. Sini aku ajarin," kata Pak Herman semangat, lalu ia bangkit dan memandang Budi.
Budi duduk diranjang Pak Herman sambil memandangnya, dia bingung. Pak herman lalu memegang dagu Budi dengan penuh nafsu dia lalu menempelkan bibirnya ke bibir Budi, Pak Herman mulai melumat bibir Budi, setelah itu dia berhenti.
"Gimana Bud enakkan?" Budi hanya terdiam, bibirnya masih terbuka sesekali ia menelan ludah karena tercengang.
"I.. Ii.. Aa enak pak"
Budi lalu berdiri, ia menatap Pak Herman tak percaya sementara Pak Herman pun terdiam.
Mereka saling bertatapan lalu tanpa ada perintah mereka berciuman lagi tetapi kali ini lebih liar, bibir Pak Herman melumat bibir Budi, lalu lidahnya dimasukkan ke dalam mulut Budi, Budi pun langsung menerima dan menghisapnya, kemudian ganti lidah Budi yang dihisap Pak Herman. Setelah puas mereka berhenti.
"Bud gimana kalau kita mencoba.." Pak Herman terdiam, ia bingung
"Terus terang aku juga belum pernah melakukan ini.. Tapi.. Kau tahu sudah tiga tahun aku haus akan cinta, dan kini kamu muncul membuat cintaku segar kembali. Aku harap kamu mau berkorban untukku Bud? dan demi cintaku padamu apapun akan ku lakukan"
Budi menitikkan air mata lalu berkata, "Dalam keadaan menderita bapak masih sempat menolong saya, kasih sayang bapak yang tulus kepada saya tak akan bisa saya lupakan, apapun yang bapak inginkan akan saya turuti"
Pak Herman lalu tersenyum dan mencium kening Budi. Kemudian ia menyuruh Budi untuk melepas pakaiannya, Budi bingung tapi ia tahu apa yang diinginkan seorang lelaki yang haus cinta ditambah nafsunya yang selama ini terpendam lalu tibatiba membara membuatnya hanya bisa mengikuti ajakan Pak Herman, kemudian ia melepas pakaian Pak Herman lalu celananya hingga Pak Herman telanjang bulat.
Kemudian Pak Herman ganti melepas pakaian Budi, saat celana dalamnya akan dilepas Budi memejamkan mata, ia malu tapi pasrah dan akhirnya Pak Herman melihat sebuah sosis putih kemerahan didalam sarang yang lebat yang selam ini diidamidamkannya nafsunya makin bertambah lalu diciumnya penis yang tak berdosa itu.
"Kita mau ngapain pak, saya nggak tahu?"
"Tenang Bud, saya pernah melihat adegan ini di film blue"
"Tapi kita kan laki-laki pak, gimana caranya.."
Walaupun Budi juga seorang gay, tapi ia sama sekali belum pernah melihat adegan hot seperti itu apalagi antara laki-laki dengan laki-laki.
"Ala.. enggak ada bedanya kok, cuma ada sedikit modifikasi malah lebih aman, kita enggak bakalan hamil, lagi pula saya juga belum pernah melakukannya jadi kita sama-sama belajar."
Pak Herman lalu memandang penis Budi lagi, "Wah penismu kok enggak bangunbangin sih Bud, kan sudah saya cium, sini aku bangunin ya."
Pak herman yang sudah ngebet langsung memeluk Budi agar penisnya bisa bergesekan dengan penis Budi. Pak Herman lalu mendorong Budi sampai terjatuh diranjang, dia lalu membuka pahanya, ditatapnya penis yang berwarna putih dengan kepala yang kemerahan itu tersembunyi diantara rambut-rambut yang subur. Pak Herman gemetar, air liurnya mulai menetes lalu dengan perlahan dia mulai menjilati penis Budi yang masih tidur. Jilatan-jilatan itu terus dilakukan mulai dari buah zakarnya terus naik sampai kepala burung yang berwarna kemerahan itu hingga basah oleh ludah.
"Ohh.. Aduh Pak jangan.. Ohh"
Budi menggeliat sambil mengerang keenakan kakinya malah dia buka semakin lebar sementara tangannya meremas rambut Pak Herman karena tidak kuat, Pak herman tersenyum melihat tingkah budi yang mulai tidak karuan.
"Terus Bud enggak usah malu kalau mau teriak"
Penis Budi pun tibatiba langsung berdiri kokoh, Pak Herman tercengang kemudian dengan lembut dibelainya penis itu lalu diremas-remas sambil dikocok perlahanlahan terkadang Pak Herman tak kuasa untuk menjilatnya seperti permen lolypop, jantung Pak Herman berdetak kencang karena dia sendiri baru kali ini memegang penis orang lain bahkan menjilatnya lalu mulai mengulum penis itu dengan raguragu. Tapi karena nafsu homoseksnya yang selama ini terpendam sudah tak tertahankan lagi dia masukkan seluruhnya ke dalam mulutnya sambil digosokkan dengan lidahnya, sepertinya Pak Herman mulai kesetanan dia melakukan seperti yang ada di film porno. Budi mulai mengerang keenakan dia merasa ada sesuatu yang hangat dan basah menerpa penisnya.
"Ahh.. Aduh.. Jangan Pak saya nggak kuat ohh.."
Aduh seluruh tubuh Budi terasa lemas dan pasrah karena kenikmatan yang luar biasa itu, matanya merem melek, mulutnya terus mendesah bahkan pinggulnya ia goyangkan kesana kemari, maju mundur untuk menandingi jilatan-jilatan Pak Herman.
"Ooohh.. Aahh.. Rasanya ada yang mau keluar pak.. Terus Pak lebih cepat lagi."
Budi semakin menggeliat baru kali ini dia merasakan nikmat yang tiada tara jauh lebih nikmat dibanding onani, tiba-tiba budi merasa pasrah tangannya menggenggam kuat, perutnya mengejan dan pantatnya terangkat lalu..
Crot.. Crot.. Crot
Air maninya keluar.. "Uuaahh.. Aahh.. Aahh"
Pak Herman tidak menyianyiakan kesempatan itu, lalu dia telan semua air mani Budi sambil terus dia jilati, sebagian air mani itu mengenai wajah Pak Herman. Budi terkapar lemas tak berdaya. Pak herman lalu bangkit dia tersenyum.
"Gimana Budi enakkan?" tetapi Budi cuek saja karena dia masih menikmati kejadian tadi.
Lalu Pak Herman mulai merayap naik, posisinya kini berada diatas budi sambil terus menjilati perutnya dan terus naik ke dadanya lalu mulai menciumi leher sampai akhirnya dia memandang Budi, lalu dipeluknya Budi. Budi menjadi terangsang lagi karena bulu dada Pak Herman yang agak kasar itu mengenai dadanya yang licin, dalam keadaan telanjang itu penis Pak Herman digosok-gosokkan keperut Budi tak lupa pula ia menciumi bibir Budi. Budi tersenyum lalu dia membalas menciumnya tangannya mulai nakal, ia meremas pantat Pak Herman sambil sesekali jari telunjuknya menusuk lubang anus Pak Herman.
"Sekarang gantian ya Bud, bapak juga kepingin."
Pak Herman lalu memutar badan sehingga posisi Budi kini diatas.
"Tapi.. Pak, saya belum pernah Pak menjilat anu bapak."
"Sudah lakukan seperti yang aku kerjakan tadi, Bud"
Budi lalu mulai merangkak turun, kepalanya kini tepat berada di depan penis Pak Herman yang besar dan berdiri kokoh. Dilihatnya rambut yang tebal mulai dari bawah pusar sampai disekitar penis Pak Herman yang agak kehitaman, rasanya ingin muntah tapi dia tidak berani menolaknya apalagi dari dulu ia memang ingin sekali memegang penis orang lain dibanding memegang vagina seorang cewek, lalu dipegangnya penis itu akhirnya dia mulai menjilat penis Pak Herman.
Dia jilat dari bawah ke atas, Budi tersenyum geli melihat kepala penis yang bulat kemerahan itu mengkilat karena basah, lalu dikecupnya kepala penis itu dan jilat-jilat seperti es krim.
Pak Hermanpun memekik kegelian, lalu dia mulai lagi menjilati penis itu terus sampai kebawah, terkadang buah zakar nya pun dia mainkan dengan lidahnya bahkan sampai paha Pak Herman pun ia jilati. Lalu setelah puas..
Sleep..
Penis Pak Herman masuk juga ke dalam mulutnya digosok-gosoknya sambil kepala Budi naik turun..
"Uuhh.. Terus Bud.. Fuck.. Me.. Oohh.." Pak Herman mengerang keenakan.
Budi terus menjilati penis tersebut, rasanya ia tidak ingin melepasnya, sampai limabelas menit budi menjilati akhirnya Pak Herman merubah posisi 69, dia menelungkup lalu menungging sementara budi dibawah sambil terus menjilat penis Pak Herman sehingga bentuk mereka seperti seekor anak sapi yang sedang menyusu induknya, Pak Herman kadang juga menjilat penis Budi yang juga tegang sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya dan akhirnya Pak Herman mendesah keras..
"Ahh.. Oohh.."
Dan seketika itu budi merasakan mulut dan wajahnya penuh dengan cairan hangat yang aneh tetapi ia telan saja cairan itu sampai habis. Akhirnya mereka berdua tergeletak lemas.
Setelah satu jam mereka beristirahat, Pak Herman lalu minum segelas air sambil memberikan Budi segelas air juga.
"Kamu masih capek ya?"
"Enggak pak, sudah agak mendingan, memangnya kenapa pak?"
"Gini bapak masih mau mencoba cara yang lain, kamu mau ya..?"
"Sekarang kamu tiduran aja ya Bud," lalu Pak herman mulai memeluk Budi dari belakang sambil menciuminya sampai akhirnya dia menyuruh budi untuk nungging.
"Lho saya mau diapain lagi pak?"
"Tenang kita akan mencoba hal yang baru, yang saya sendiri pun belum pernah mencobanya."
Pak Herman lalu mengambil gel untuk melumasi penisnya, dia oleskan merata sementara Budi hanya melihat keheranan. Dia lalu menepuk pantat budi, wah pantatmu seksi juga. Tangannya lalu mulai meraba pantat yang putih itu lalu mulai membuka lipatan diantara kedua pantat itu dan terlihatlah lubang kemerahan yang ditutupi rambut. Nafsu Pak Herman makin bergelora, sambil menjilati selangkangan Budi, Pek herman lalu menjilati pantat bahkan sampai dilubangnya.
"Aahh geli pak. Aduhh.."
Tapi Pak herman diam saja, kemudian Pak Herman menjilati jari telunjuknya agar basah lalu memasukkannya ke dalam lubang tersebut dan menggosok-gosokkan sambil tetap menjilati lubang itu agar tetap basah lalu memasukkan jari tengahnya sampai akhirnya jari manisnya pun ikut masuk.
"Aduh.. Sakit.. Pak," kata budi sambil menangis.
"Tenang bud ini supaya lubangmu yang masih perjaka ini tidak kaget nantinya."
"Emang mau diapain pak?" Pak Herman hanya tersenyum, anak ini benar-benar lugu pikirnya.
"Anggap saja kamu seorang wanita yang akan menyerahkan keperawananmu untuk dimasuki penis suamimu ya.. Sekarang pejamkan matamu, jangan tegang, rileks aja."
Pak Herman pun gemetar karena dia juga belum pernah melakukan hal ini, rasanya tak tega untuk menodai seorang pemuda yang baik hati itu, lalu dia berkata lagi.
"Gimana Bud apakah kamu ikhlas memberikannya untuk bapak?"
Budi lalu menjawab,"Saya ikhlas, karena saya yakin bapak begitu tulus mencintai saya. Akan saya berikan milik saya yang paling berharga ini demi bapak. Lakukan saja.. Tapi.. Pelanpelan ya.. Pak, saya agak takut..?"
Lalu tanpa basa-basi lagi Pak herman mulai memasukkan penisnya ke dalam lubang tersebut, pelan tapi pasti karena dia tahu Budi belum pernah mengalami hal ini, penis itu pun masuk perlahan lahan, Pak Herman agak kesulitan karena penisnya cukup besar sementara lubang anus Budi cukup imut.
"Aaduuhh.. Sakit pak, pelan-pelan.. Pak".
Pak Herman lalu berhenti agar budi tenang, "Kita coba lagi ya Bud, bapak masukkan pelanpelan deh."
Untuk mengurangi sakit Pak Herman sampai meremas dan mengocok penis Budi agar Budi tidak tegang, sampai akhirnya penis itu masuk semua, lalu Pak Herman diam sejenak. Dia merasakan penisnya kini hangat dan seperti dipijit kuat oleh otot yang masih perjaka.
"Ooh baru kali ini aku melakukan sodomi ternyata enak juga," pikirnya.
"Kita mulai ya.. Bud, kamu rileks aja".
Budi lalu mengangguk dan memejamkan mata hatinya berdebardebar. Pak Herman lalu mulai menggerakkan penisnya keluar masuk secara perlahan-lahan.
"Aaduh.. Pelan aja pak.. Oohh."
Pak Herman mengocok pelan lalu setelah beberapa menit ia mulai mempercepat gerakannya.
"Oohh.. Oohh ohh.."
Sementara Budi mulai terbiasa..
"Ayo Pak lebih cepat lagi.. Aahh.."
Budi kini mulai merasa keenakan seperti ada sesuatu yang membelah pantatnya dan rasanya panas bercampr nikmat. Jika dilihat gayanya seperti anjing kawin. Pak Herman mengerang sambil memegang pundak Budi, kepalanya terangkat ke atas karena keenakan.
"Uahh.. Oouuhh.."
Pinggulnya bergoyang cepat seakan tidak terkendali, kini khayalan yang selama ini hanya ia lakukan saat onani akhirnya terwujud sudah. Sementara budi masih tetap nungging tapi kini perutnya ia ganjal dengan bantal, ia terlihat pasrah..
"Uuhh.. Uuhh.. Terus Pak.. Masukkan lebih dalam dan berikan aku setetes noda manis itu.. Oohh, ini aku lakukan hanya untukmu pak.. Oohh.."
Goyangan gila itu terus berlangsung sampai keringat mereka berdua bercucuran dan akhirnya Pak Herman mulai merasa ada sesuatu dari penisnya.
"Oohh aku mau keluar Budi, aku keluarin didalam ya Bud.. Aahh.."
Crot.. Crot.. Crot..
Belum sempat Budi menjawab tibatiba Pak Herman sudah memuntahkan maninya ke dalam perutnya, Budi merasakan ada air hangat masuk ke dalam perutnya.
"Oohh.."
Pak Herman lalu terjatuh lemas, dia mencabut penisnya yang sudah kelelahan dan kemerahan itu, sementara lubang anus Budi tampak basah oleh mani dan kemerahan.
Kini Budi bangkit, "Gimana Pak enak lubang saya?"
"Gila Bud enak banget.. Oohh.. Sekarang gantian kamu yang coba, aku juga sudah berjanji untuk memberikan keperjakaanku pada orang yang kucintai."
Lalu ditariknya Pak Herman ke pinggir ranjang, "Kamu mau pake cara apa Bud?"
"Tenang pak, saya tidak akan menyia-nyiakan pengorbanan bapak pada saya."
Lalu tanpa banyak bicara Budi mulai berdiri disisi ranjang dia mengoleskan juga gel pelicin penis itu lalu mencium Pak herman sambil meremas dadanya. Pak herman pasrah saja, sambil memejamkan mata dia membayangkan bahwa dia seorang putri yang akan menyerahkan keperawanannya pada pangeran yang dicintainya. Lalu budi mulai menciumi penisnya, sambil terus menjilat turun sampai ke lubang anus yang berambut itu tanpa raguragu dimasukkannya lidah itu ke dalam lubang keluar masuk, tangannya kini mengangkat paha Pak Herman dan meletakkannya dileher sehingga luban anusnya terangakat dengan satu kali dorongan kini penis budi dimasukkan ke lubang Pak Herman..
"Aawww.."
Pak herman menjerit kesakitan.. "Gila.. Kamu Bud main kasar ya.."
Tapi Pak Herman hanya tersenyum karena penis Budi memang tidak begitu besar sehingga tidak begitu terasa sakit, disamping itu ia ingin merasakan permainan yang kasar dimana ia menjadi seseorang yang tidak berdaya yang takluk pada seorang yang gagah. Kini Budi merasakan penisnya hangat dan seperti dipijit, sesaat sebelum Budi mulai bekerja, Pak Herman berkata,
"Kocok yang keras ya Bud..! jangan pedulikan aku, lakukan sesukamu kamu pantas mendapatkannya. Aku ingin permainan yang sedikit gentle dan keras. Aku ingin kamu menjadi perkasa dan aku hanyalah orang yang tak berdaya.."
Budi keheranan. Tapi ia tidak mau mengecewakan Pak Herman dia lalu mulai mengocok keluar masuk..
"Aahh.. Aahh maafkan saya ya pak.. Oohh"
Karena penis Budi yang tidak terlalu besar maka ia dapat sedikit leluasa untuk menggerakkan kesana kemari, disodoknya kuat-kuat penisnya ke dalam lubang itu, Pak Herman mengerang kesakitan.
"Aaahh.. Aawww.. Terus aja Bud jangan hiraukan aku.. Oohh.."
Budi yang melihat Pak Herman mengerang hanya tersenyum saja, ia merasa kasihan tapi puas juga. Budi terus memacu pantatnya maju mundur dengan cepat dan kuat laksana ksatria yang memacu kudanya.
"Rupanya Budi punya teknik bercinta dan kekuatan yang hebat" bisik Pak Herman, sementara tangan budi mencengkeram pundak Pak herman, keringatnya makin bercucuran.
"oohh.. Oohh.. Ayo Bud lebih dalam lagi.. Oaahh.. Kau memang kuat.. Oohh.. Kau.. Gilaa.." Pak Herman mengerang sakit, nikmat dan emosi bercampur menjadi satu.
Ia menatap Budi lalu ia meneteskan air mata ohh.. Kini aku telah menyerahkan keperjakaanku pada orang yang kusayangi, ia menikmati setiap sodokan-sodokan yang diberikan oleh Budi dan berharap semoga budi puas. Ketika membuka mata Pak Herman melihat Budi jadi semakin imut ketika wajahnya penuh dengan keringat saat berjuang dan bibirnya yang kecil dan kemerahan itu tak hentihentinya mengerang membuat Pak Herman gemes kini ditariknya Budi sehingga kepala mereka saling beradu dan ciuman hebat pun terjadi. Lidah Pak Herman dimasukkan ke dalam mulut Budi, Budi pun lalu langsung menyedotnya lalu mereka bergantian memasukkan lidah. Sementara pinggul Budi semakin cepat bergerak sampai akhirnya ia melepaskan ciuman Pak Herman. Budi pun akhirnya mencapai orgasme rasakan ini Pak Herman..
"Uuoohh.. Aahh.."
Croott.. Crroott..
Dia berteriak keras, kini Pak herman merasakan sesuatu yang hangat mengalir didalam tubuhnya, Budi pun terkapar jatuh dipelukan Pak Herman, nafasnya terengah-engah, kepalanya menempel didada Pak Herman,
"Ternyata seperti ini rasanya menjadi korban sodomi.. Ahh" pikir Pak Herman sambil tersenyum bahagia dan memeluk Budi yang tak berdaya.
Pak Herman dan Budi pun kini berpelukan, tak lupa kecupan manis dikening Budi menandai berakhirnya kegiatan sore itu.
"Terima kasih ya Bud, Kau telah menyerahkan keperjakaanmu pada bapak dan bapak juga telah menyerahkan keperjakaan bapak kepadamu. Kamu tahu, kamu orang pertama yang telah membelah lubang anusku dan bapak juga baru pertama kali ini merasakan nikmatnya bercinta dengan sesama lelaki, sekarang bapak ingin kamu menjadi pendamping bapak selamanya, mulai saat ini bapak tidak tertarik untuk mencari istri, cukup kamu saja," kata Pak Herman sambil menitikkan air mata.
"Baik pak, Budi juga berterima kasih karena bapak mau menyerahkan keperjakaan bapak dan berbagi rasa dengan saya, ini menandakan bahwa bapak cinta saya. Terus terang ini juga pengalaman saya yang pertama, dulu saya pernah berjanji siapa yang pertama kali meniduri saya dialah yang menjadi pendamping saya, dan ternyata bapaklah orangnya".
Lalu mereka tidur sambil berangkulan dalam keadaan telanjang, semalaman mereka cekikikan sambil bermain penis, berciuman, onani bersama layaknya sepasang pengantin dimalam pertama. Mereka akhirnya hidup bahagia bersama.
E N D
Pak Herman seorang duda berusia 40 tahun dicerai istrinya tiga tahun lalu karena dirinya mandul, hal itu membuat dirinya frustasi dan benci sekali pada setiap wanita.
"Sudahlah kamu bekerja disini saja menjaga rumah saya dan menemani saya untuk teman ngobrol ya.. Bud? Karena saya disini hanya tinggal sendiri" kata Pak Herman.
"Baik Pak saya akan bekerja sebaik mungkin." Kata Budi dengan lugunya.
Sudah sebulan Budi bekerja di rumah tersebut, Pak Herman mulai tertarik dengan keluguan Budi dan kejujurannya. Ia paling senang kalau Budi memijitnya, karena dengan hal itu ia langsung terangsang dan paling-paling ia hanya melampiaskannya dengan onani. Pernah suatu kali setelah Budi selesai memijat, dia kembali lagi kekamar Pak Herman karena akan mengambil minyak angin yang tertinggal, ia terkejut melihat Pak Herman telanjang bulat sambil tiduran diatas ranjang. Budi lalu bersembunyi dibalik lemari dan dilihatnya Pak Herman yang telanjang bulat itu sedang mengosok penisnya dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya meremasremas dadanya.
"Woow.. Pak Herman sedang onani!" bisiknya dalam hati.
Seakan tidak mau ketinggalan sedetikpun ia amati terus permainan Pak Herman. Kini Budi pun ikut terangsang, lalu dia menggosok-gosokkan penisnya ke lemari tapi karena tidak puas akhirnya tangannya pun main juga, ia lepas celananya lalu dikocoknya penis itu dengan tangannya. Sementara itu Pak Herman mulai menekuk kakinya lalu mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga penisnya yang besar itu mencuat keangkasa bagaikan tugu monas dengan ujung yang bulat kemerahan, nafasnya menderu suaranya yang berat terkadang menyebut nama Budi.
"Ooohh.. Budi.. Rasakan nikmatnya ini.. Aahh.."
Budi gemetar ketika mendengar namanya disebut, kemudian ia melihat Pak Herman bergerak kesana kemari sehingga membuat sprei ranjangnya menjadi berantakan, hampir sepuluh menit berlalu dan akhirnya posisi Pak Herman kemudian berubah menjadi setengah jongkok, badannya ia sandarkan di ujung ranjang, kepalanya menatap ke atas lalu ia mempercepat kocokan penisnya dan menjadi lebih dalam, matanya memejam lalu ia mengejan menahan nikmat dan mengerang keras..
"Oooahh.."
Saat itu juga Budi melihat penis Pak Herman menyemburkan cairan putih kental keudara dan berhamburan jatuh diatas sprei yang putih bersih. Pak Herman lalu terduduk lemas, kemudian ia menjilati tangannya yang penuh dengan air mani sambil terkadang sesekali ia masih menggosok penisnya yang mulai layu. Budi yang tadi juga ikut mengocok penisnya lalu mempercepat gerakannya.
"Wah tanggung dikit lagi.. Oohh.. Oohh."
Dan akhirnya..
Croott.. Croott..
Cairan putih kental milik Budi membasahi lemari dan lantai, Budi panik dan langsung lari meninggalkan kamar Pak Herman menuju kamar mandi untuk menyelesaikan urusan penisnya yang belum kelar. Peristiwa itu membuat Budi selalu membayangkan Pak Herman.
"Alangkah senangnya jika aku bisa bermain onani bersama Pak Herman" pikirnya.
Pada suatu sore ia meminta dipijit Budi tetapi kali ini ia sengaja meminta Budi untuk memijit dadanya karena nafsu birahinya sudah tak tertahankan. Sementara Budi yang mulai tertarik dengan Pak Herman merasa senang bila ia meraba dada Pak Herman yang agak berbulu itu, ia tersenyum dan berharap Pak Herman senang dengan pijitannya dan setelah itu dia dapat melihat Pak Herman onani lagi karena pijatannya yang sensual itu. Ia menatap wajah Pak Herman yang ganteng itu, rambut-rambut tipis yang mulai tumbuh dibekas kerokan jenggot, jambang dan kumisnya semakin membuat Pak Herman terlihat gagah, bibirnya yang seksi seakan ingin membuat Budi untuk menciumnya.
Saat Budi menatap wajah Pak Herman tibatiba Pak Herman juga menatapnya,
"Kenapa Bud kok memandangi saya terus?"
Budi terkejut, wajahnya yang putih itu langsung kemerahan, hal ini semakin membuat Pak Herman penasaran.
"Apakah Budi itu seorang homoseks ya..? Tapi kalau dilihat dari caranya memandangku kok sepertinya iya? Apa Budi mau ya.. kalau aku mencoba untuk bermesraan dengannya? Apakah Budi juga senang terhadapku?" Pak Herman mulai bimbang, lalu tanpa sadar ia membelai wajah Budi.
"Wah pijitanmu enak pasti pacarmu seneng kalau kamu mijitin dia" pancing Pak Herman.
"Wah saya belum punya pacar pak," katanya.
"Wah anak seganteng kamu masa belum punya pacar, rugi dong. Gimana kalau kamu lagi ngebet, ntar main gituan sama siapa?"
"Ngebet gimana pak?" kata Budi bingung.
"Ngebet itu kalau nafsumu lagi bergelora emang kamu enggak pernah onani?"
"Ah bapak saya jadi malu. Ya.. Pernah sih Pak tapi jarang, takut berdosa."
"Eh Bud kamu pernah berciuman belum?" Pak Herman mulai memancing lagi.
"Belum pak." Kata Budi tersipu.
"Apa? Belum pernah, wah payah. Sini aku ajarin," kata Pak Herman semangat, lalu ia bangkit dan memandang Budi.
Budi duduk diranjang Pak Herman sambil memandangnya, dia bingung. Pak herman lalu memegang dagu Budi dengan penuh nafsu dia lalu menempelkan bibirnya ke bibir Budi, Pak Herman mulai melumat bibir Budi, setelah itu dia berhenti.
"Gimana Bud enakkan?" Budi hanya terdiam, bibirnya masih terbuka sesekali ia menelan ludah karena tercengang.
"I.. Ii.. Aa enak pak"
Budi lalu berdiri, ia menatap Pak Herman tak percaya sementara Pak Herman pun terdiam.
Mereka saling bertatapan lalu tanpa ada perintah mereka berciuman lagi tetapi kali ini lebih liar, bibir Pak Herman melumat bibir Budi, lalu lidahnya dimasukkan ke dalam mulut Budi, Budi pun langsung menerima dan menghisapnya, kemudian ganti lidah Budi yang dihisap Pak Herman. Setelah puas mereka berhenti.
"Bud gimana kalau kita mencoba.." Pak Herman terdiam, ia bingung
"Terus terang aku juga belum pernah melakukan ini.. Tapi.. Kau tahu sudah tiga tahun aku haus akan cinta, dan kini kamu muncul membuat cintaku segar kembali. Aku harap kamu mau berkorban untukku Bud? dan demi cintaku padamu apapun akan ku lakukan"
Budi menitikkan air mata lalu berkata, "Dalam keadaan menderita bapak masih sempat menolong saya, kasih sayang bapak yang tulus kepada saya tak akan bisa saya lupakan, apapun yang bapak inginkan akan saya turuti"
Pak Herman lalu tersenyum dan mencium kening Budi. Kemudian ia menyuruh Budi untuk melepas pakaiannya, Budi bingung tapi ia tahu apa yang diinginkan seorang lelaki yang haus cinta ditambah nafsunya yang selama ini terpendam lalu tibatiba membara membuatnya hanya bisa mengikuti ajakan Pak Herman, kemudian ia melepas pakaian Pak Herman lalu celananya hingga Pak Herman telanjang bulat.
Kemudian Pak Herman ganti melepas pakaian Budi, saat celana dalamnya akan dilepas Budi memejamkan mata, ia malu tapi pasrah dan akhirnya Pak Herman melihat sebuah sosis putih kemerahan didalam sarang yang lebat yang selam ini diidamidamkannya nafsunya makin bertambah lalu diciumnya penis yang tak berdosa itu.
"Kita mau ngapain pak, saya nggak tahu?"
"Tenang Bud, saya pernah melihat adegan ini di film blue"
"Tapi kita kan laki-laki pak, gimana caranya.."
Walaupun Budi juga seorang gay, tapi ia sama sekali belum pernah melihat adegan hot seperti itu apalagi antara laki-laki dengan laki-laki.
"Ala.. enggak ada bedanya kok, cuma ada sedikit modifikasi malah lebih aman, kita enggak bakalan hamil, lagi pula saya juga belum pernah melakukannya jadi kita sama-sama belajar."
Pak Herman lalu memandang penis Budi lagi, "Wah penismu kok enggak bangunbangin sih Bud, kan sudah saya cium, sini aku bangunin ya."
Pak herman yang sudah ngebet langsung memeluk Budi agar penisnya bisa bergesekan dengan penis Budi. Pak Herman lalu mendorong Budi sampai terjatuh diranjang, dia lalu membuka pahanya, ditatapnya penis yang berwarna putih dengan kepala yang kemerahan itu tersembunyi diantara rambut-rambut yang subur. Pak Herman gemetar, air liurnya mulai menetes lalu dengan perlahan dia mulai menjilati penis Budi yang masih tidur. Jilatan-jilatan itu terus dilakukan mulai dari buah zakarnya terus naik sampai kepala burung yang berwarna kemerahan itu hingga basah oleh ludah.
"Ohh.. Aduh Pak jangan.. Ohh"
Budi menggeliat sambil mengerang keenakan kakinya malah dia buka semakin lebar sementara tangannya meremas rambut Pak Herman karena tidak kuat, Pak herman tersenyum melihat tingkah budi yang mulai tidak karuan.
"Terus Bud enggak usah malu kalau mau teriak"
Penis Budi pun tibatiba langsung berdiri kokoh, Pak Herman tercengang kemudian dengan lembut dibelainya penis itu lalu diremas-remas sambil dikocok perlahanlahan terkadang Pak Herman tak kuasa untuk menjilatnya seperti permen lolypop, jantung Pak Herman berdetak kencang karena dia sendiri baru kali ini memegang penis orang lain bahkan menjilatnya lalu mulai mengulum penis itu dengan raguragu. Tapi karena nafsu homoseksnya yang selama ini terpendam sudah tak tertahankan lagi dia masukkan seluruhnya ke dalam mulutnya sambil digosokkan dengan lidahnya, sepertinya Pak Herman mulai kesetanan dia melakukan seperti yang ada di film porno. Budi mulai mengerang keenakan dia merasa ada sesuatu yang hangat dan basah menerpa penisnya.
"Ahh.. Aduh.. Jangan Pak saya nggak kuat ohh.."
Aduh seluruh tubuh Budi terasa lemas dan pasrah karena kenikmatan yang luar biasa itu, matanya merem melek, mulutnya terus mendesah bahkan pinggulnya ia goyangkan kesana kemari, maju mundur untuk menandingi jilatan-jilatan Pak Herman.
"Ooohh.. Aahh.. Rasanya ada yang mau keluar pak.. Terus Pak lebih cepat lagi."
Budi semakin menggeliat baru kali ini dia merasakan nikmat yang tiada tara jauh lebih nikmat dibanding onani, tiba-tiba budi merasa pasrah tangannya menggenggam kuat, perutnya mengejan dan pantatnya terangkat lalu..
Crot.. Crot.. Crot
Air maninya keluar.. "Uuaahh.. Aahh.. Aahh"
Pak Herman tidak menyianyiakan kesempatan itu, lalu dia telan semua air mani Budi sambil terus dia jilati, sebagian air mani itu mengenai wajah Pak Herman. Budi terkapar lemas tak berdaya. Pak herman lalu bangkit dia tersenyum.
"Gimana Budi enakkan?" tetapi Budi cuek saja karena dia masih menikmati kejadian tadi.
Lalu Pak Herman mulai merayap naik, posisinya kini berada diatas budi sambil terus menjilati perutnya dan terus naik ke dadanya lalu mulai menciumi leher sampai akhirnya dia memandang Budi, lalu dipeluknya Budi. Budi menjadi terangsang lagi karena bulu dada Pak Herman yang agak kasar itu mengenai dadanya yang licin, dalam keadaan telanjang itu penis Pak Herman digosok-gosokkan keperut Budi tak lupa pula ia menciumi bibir Budi. Budi tersenyum lalu dia membalas menciumnya tangannya mulai nakal, ia meremas pantat Pak Herman sambil sesekali jari telunjuknya menusuk lubang anus Pak Herman.
"Sekarang gantian ya Bud, bapak juga kepingin."
Pak Herman lalu memutar badan sehingga posisi Budi kini diatas.
"Tapi.. Pak, saya belum pernah Pak menjilat anu bapak."
"Sudah lakukan seperti yang aku kerjakan tadi, Bud"
Budi lalu mulai merangkak turun, kepalanya kini tepat berada di depan penis Pak Herman yang besar dan berdiri kokoh. Dilihatnya rambut yang tebal mulai dari bawah pusar sampai disekitar penis Pak Herman yang agak kehitaman, rasanya ingin muntah tapi dia tidak berani menolaknya apalagi dari dulu ia memang ingin sekali memegang penis orang lain dibanding memegang vagina seorang cewek, lalu dipegangnya penis itu akhirnya dia mulai menjilat penis Pak Herman.
Dia jilat dari bawah ke atas, Budi tersenyum geli melihat kepala penis yang bulat kemerahan itu mengkilat karena basah, lalu dikecupnya kepala penis itu dan jilat-jilat seperti es krim.
Pak Hermanpun memekik kegelian, lalu dia mulai lagi menjilati penis itu terus sampai kebawah, terkadang buah zakar nya pun dia mainkan dengan lidahnya bahkan sampai paha Pak Herman pun ia jilati. Lalu setelah puas..
Sleep..
Penis Pak Herman masuk juga ke dalam mulutnya digosok-gosoknya sambil kepala Budi naik turun..
"Uuhh.. Terus Bud.. Fuck.. Me.. Oohh.." Pak Herman mengerang keenakan.
Budi terus menjilati penis tersebut, rasanya ia tidak ingin melepasnya, sampai limabelas menit budi menjilati akhirnya Pak Herman merubah posisi 69, dia menelungkup lalu menungging sementara budi dibawah sambil terus menjilat penis Pak Herman sehingga bentuk mereka seperti seekor anak sapi yang sedang menyusu induknya, Pak Herman kadang juga menjilat penis Budi yang juga tegang sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya dan akhirnya Pak Herman mendesah keras..
"Ahh.. Oohh.."
Dan seketika itu budi merasakan mulut dan wajahnya penuh dengan cairan hangat yang aneh tetapi ia telan saja cairan itu sampai habis. Akhirnya mereka berdua tergeletak lemas.
Setelah satu jam mereka beristirahat, Pak Herman lalu minum segelas air sambil memberikan Budi segelas air juga.
"Kamu masih capek ya?"
"Enggak pak, sudah agak mendingan, memangnya kenapa pak?"
"Gini bapak masih mau mencoba cara yang lain, kamu mau ya..?"
"Sekarang kamu tiduran aja ya Bud," lalu Pak herman mulai memeluk Budi dari belakang sambil menciuminya sampai akhirnya dia menyuruh budi untuk nungging.
"Lho saya mau diapain lagi pak?"
"Tenang kita akan mencoba hal yang baru, yang saya sendiri pun belum pernah mencobanya."
Pak Herman lalu mengambil gel untuk melumasi penisnya, dia oleskan merata sementara Budi hanya melihat keheranan. Dia lalu menepuk pantat budi, wah pantatmu seksi juga. Tangannya lalu mulai meraba pantat yang putih itu lalu mulai membuka lipatan diantara kedua pantat itu dan terlihatlah lubang kemerahan yang ditutupi rambut. Nafsu Pak Herman makin bergelora, sambil menjilati selangkangan Budi, Pek herman lalu menjilati pantat bahkan sampai dilubangnya.
"Aahh geli pak. Aduhh.."
Tapi Pak herman diam saja, kemudian Pak Herman menjilati jari telunjuknya agar basah lalu memasukkannya ke dalam lubang tersebut dan menggosok-gosokkan sambil tetap menjilati lubang itu agar tetap basah lalu memasukkan jari tengahnya sampai akhirnya jari manisnya pun ikut masuk.
"Aduh.. Sakit.. Pak," kata budi sambil menangis.
"Tenang bud ini supaya lubangmu yang masih perjaka ini tidak kaget nantinya."
"Emang mau diapain pak?" Pak Herman hanya tersenyum, anak ini benar-benar lugu pikirnya.
"Anggap saja kamu seorang wanita yang akan menyerahkan keperawananmu untuk dimasuki penis suamimu ya.. Sekarang pejamkan matamu, jangan tegang, rileks aja."
Pak Herman pun gemetar karena dia juga belum pernah melakukan hal ini, rasanya tak tega untuk menodai seorang pemuda yang baik hati itu, lalu dia berkata lagi.
"Gimana Bud apakah kamu ikhlas memberikannya untuk bapak?"
Budi lalu menjawab,"Saya ikhlas, karena saya yakin bapak begitu tulus mencintai saya. Akan saya berikan milik saya yang paling berharga ini demi bapak. Lakukan saja.. Tapi.. Pelanpelan ya.. Pak, saya agak takut..?"
Lalu tanpa basa-basi lagi Pak herman mulai memasukkan penisnya ke dalam lubang tersebut, pelan tapi pasti karena dia tahu Budi belum pernah mengalami hal ini, penis itu pun masuk perlahan lahan, Pak Herman agak kesulitan karena penisnya cukup besar sementara lubang anus Budi cukup imut.
"Aaduuhh.. Sakit pak, pelan-pelan.. Pak".
Pak Herman lalu berhenti agar budi tenang, "Kita coba lagi ya Bud, bapak masukkan pelanpelan deh."
Untuk mengurangi sakit Pak Herman sampai meremas dan mengocok penis Budi agar Budi tidak tegang, sampai akhirnya penis itu masuk semua, lalu Pak Herman diam sejenak. Dia merasakan penisnya kini hangat dan seperti dipijit kuat oleh otot yang masih perjaka.
"Ooh baru kali ini aku melakukan sodomi ternyata enak juga," pikirnya.
"Kita mulai ya.. Bud, kamu rileks aja".
Budi lalu mengangguk dan memejamkan mata hatinya berdebardebar. Pak Herman lalu mulai menggerakkan penisnya keluar masuk secara perlahan-lahan.
"Aaduh.. Pelan aja pak.. Oohh."
Pak Herman mengocok pelan lalu setelah beberapa menit ia mulai mempercepat gerakannya.
"Oohh.. Oohh ohh.."
Sementara Budi mulai terbiasa..
"Ayo Pak lebih cepat lagi.. Aahh.."
Budi kini mulai merasa keenakan seperti ada sesuatu yang membelah pantatnya dan rasanya panas bercampr nikmat. Jika dilihat gayanya seperti anjing kawin. Pak Herman mengerang sambil memegang pundak Budi, kepalanya terangkat ke atas karena keenakan.
"Uahh.. Oouuhh.."
Pinggulnya bergoyang cepat seakan tidak terkendali, kini khayalan yang selama ini hanya ia lakukan saat onani akhirnya terwujud sudah. Sementara budi masih tetap nungging tapi kini perutnya ia ganjal dengan bantal, ia terlihat pasrah..
"Uuhh.. Uuhh.. Terus Pak.. Masukkan lebih dalam dan berikan aku setetes noda manis itu.. Oohh, ini aku lakukan hanya untukmu pak.. Oohh.."
Goyangan gila itu terus berlangsung sampai keringat mereka berdua bercucuran dan akhirnya Pak Herman mulai merasa ada sesuatu dari penisnya.
"Oohh aku mau keluar Budi, aku keluarin didalam ya Bud.. Aahh.."
Crot.. Crot.. Crot..
Belum sempat Budi menjawab tibatiba Pak Herman sudah memuntahkan maninya ke dalam perutnya, Budi merasakan ada air hangat masuk ke dalam perutnya.
"Oohh.."
Pak Herman lalu terjatuh lemas, dia mencabut penisnya yang sudah kelelahan dan kemerahan itu, sementara lubang anus Budi tampak basah oleh mani dan kemerahan.
Kini Budi bangkit, "Gimana Pak enak lubang saya?"
"Gila Bud enak banget.. Oohh.. Sekarang gantian kamu yang coba, aku juga sudah berjanji untuk memberikan keperjakaanku pada orang yang kucintai."
Lalu ditariknya Pak Herman ke pinggir ranjang, "Kamu mau pake cara apa Bud?"
"Tenang pak, saya tidak akan menyia-nyiakan pengorbanan bapak pada saya."
Lalu tanpa banyak bicara Budi mulai berdiri disisi ranjang dia mengoleskan juga gel pelicin penis itu lalu mencium Pak herman sambil meremas dadanya. Pak herman pasrah saja, sambil memejamkan mata dia membayangkan bahwa dia seorang putri yang akan menyerahkan keperawanannya pada pangeran yang dicintainya. Lalu budi mulai menciumi penisnya, sambil terus menjilat turun sampai ke lubang anus yang berambut itu tanpa raguragu dimasukkannya lidah itu ke dalam lubang keluar masuk, tangannya kini mengangkat paha Pak Herman dan meletakkannya dileher sehingga luban anusnya terangakat dengan satu kali dorongan kini penis budi dimasukkan ke lubang Pak Herman..
"Aawww.."
Pak herman menjerit kesakitan.. "Gila.. Kamu Bud main kasar ya.."
Tapi Pak Herman hanya tersenyum karena penis Budi memang tidak begitu besar sehingga tidak begitu terasa sakit, disamping itu ia ingin merasakan permainan yang kasar dimana ia menjadi seseorang yang tidak berdaya yang takluk pada seorang yang gagah. Kini Budi merasakan penisnya hangat dan seperti dipijit, sesaat sebelum Budi mulai bekerja, Pak Herman berkata,
"Kocok yang keras ya Bud..! jangan pedulikan aku, lakukan sesukamu kamu pantas mendapatkannya. Aku ingin permainan yang sedikit gentle dan keras. Aku ingin kamu menjadi perkasa dan aku hanyalah orang yang tak berdaya.."
Budi keheranan. Tapi ia tidak mau mengecewakan Pak Herman dia lalu mulai mengocok keluar masuk..
"Aahh.. Aahh maafkan saya ya pak.. Oohh"
Karena penis Budi yang tidak terlalu besar maka ia dapat sedikit leluasa untuk menggerakkan kesana kemari, disodoknya kuat-kuat penisnya ke dalam lubang itu, Pak Herman mengerang kesakitan.
"Aaahh.. Aawww.. Terus aja Bud jangan hiraukan aku.. Oohh.."
Budi yang melihat Pak Herman mengerang hanya tersenyum saja, ia merasa kasihan tapi puas juga. Budi terus memacu pantatnya maju mundur dengan cepat dan kuat laksana ksatria yang memacu kudanya.
"Rupanya Budi punya teknik bercinta dan kekuatan yang hebat" bisik Pak Herman, sementara tangan budi mencengkeram pundak Pak herman, keringatnya makin bercucuran.
"oohh.. Oohh.. Ayo Bud lebih dalam lagi.. Oaahh.. Kau memang kuat.. Oohh.. Kau.. Gilaa.." Pak Herman mengerang sakit, nikmat dan emosi bercampur menjadi satu.
Ia menatap Budi lalu ia meneteskan air mata ohh.. Kini aku telah menyerahkan keperjakaanku pada orang yang kusayangi, ia menikmati setiap sodokan-sodokan yang diberikan oleh Budi dan berharap semoga budi puas. Ketika membuka mata Pak Herman melihat Budi jadi semakin imut ketika wajahnya penuh dengan keringat saat berjuang dan bibirnya yang kecil dan kemerahan itu tak hentihentinya mengerang membuat Pak Herman gemes kini ditariknya Budi sehingga kepala mereka saling beradu dan ciuman hebat pun terjadi. Lidah Pak Herman dimasukkan ke dalam mulut Budi, Budi pun lalu langsung menyedotnya lalu mereka bergantian memasukkan lidah. Sementara pinggul Budi semakin cepat bergerak sampai akhirnya ia melepaskan ciuman Pak Herman. Budi pun akhirnya mencapai orgasme rasakan ini Pak Herman..
"Uuoohh.. Aahh.."
Croott.. Crroott..
Dia berteriak keras, kini Pak herman merasakan sesuatu yang hangat mengalir didalam tubuhnya, Budi pun terkapar jatuh dipelukan Pak Herman, nafasnya terengah-engah, kepalanya menempel didada Pak Herman,
"Ternyata seperti ini rasanya menjadi korban sodomi.. Ahh" pikir Pak Herman sambil tersenyum bahagia dan memeluk Budi yang tak berdaya.
Pak Herman dan Budi pun kini berpelukan, tak lupa kecupan manis dikening Budi menandai berakhirnya kegiatan sore itu.
"Terima kasih ya Bud, Kau telah menyerahkan keperjakaanmu pada bapak dan bapak juga telah menyerahkan keperjakaan bapak kepadamu. Kamu tahu, kamu orang pertama yang telah membelah lubang anusku dan bapak juga baru pertama kali ini merasakan nikmatnya bercinta dengan sesama lelaki, sekarang bapak ingin kamu menjadi pendamping bapak selamanya, mulai saat ini bapak tidak tertarik untuk mencari istri, cukup kamu saja," kata Pak Herman sambil menitikkan air mata.
"Baik pak, Budi juga berterima kasih karena bapak mau menyerahkan keperjakaan bapak dan berbagi rasa dengan saya, ini menandakan bahwa bapak cinta saya. Terus terang ini juga pengalaman saya yang pertama, dulu saya pernah berjanji siapa yang pertama kali meniduri saya dialah yang menjadi pendamping saya, dan ternyata bapaklah orangnya".
Lalu mereka tidur sambil berangkulan dalam keadaan telanjang, semalaman mereka cekikikan sambil bermain penis, berciuman, onani bersama layaknya sepasang pengantin dimalam pertama. Mereka akhirnya hidup bahagia bersama.
E N D
Langganan:
Postingan (Atom)